Misi IAEA: Pengawas Teknis atau Pengungkap Informasi Rahasia Anggota?
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) rentan terhadap tekanan politik dan banyak bukti yang menunjukkan informasi rahasia anggota IAEA dibocorkan. Tentu saja hal ini telah menimbulkan pertanyaan dan ambiguitas atas kredibilitas lembaga internasional ini.
Mojtaba Zonnour, Ketua Komisi Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Parlemen Republik Islam Iran pada hari Senin (07/12/2020), dalam menanggapi pengungkapan laporan rahasia IAEA tentang Iran mengatakan, "Badan Energi Atom Internasional memberikan informasi Iran kepada musuh dan tidak menjaga amanat di berbagai tahap."
Ketua Komisi Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Parlemen Iran menambahkan, "Inspektur Badan Energi Atom Internasional terkadang adalah mata-mata Barat yang memberikan informasi rahasia Iran kepada badan intelijen musuh dengan menyamar sebagai perwakilan IAEA."
Masalah ini juga disebutkan dalam pernyataan Kazem Gharibabadi, Wakil Tetap Republik Islam Iran untuk organisasi internasional yang berbasis di Wina beberapa hari yang lalu, yang mengkonfirmasi kekhawatiran tentang bagaimana faktor-faktor eksternal mempengaruhi IAEA.
Media-media Barat Jumat lalu dengan mempublikasikan berita yang hanya ada di sekitar informasi IAEA dan menyatakan, Badan Energi Atom Internasional telah memberi tahu negara-negara anggota bahwa Iran telah memutuskan untuk memasang sentrifugal IR-2M yang lebih canggih di fasilitas nuklir Natanz.
Menurut Pasal 7 AD, IAEA tidak akan mengungkap rahasia industri atau informasi rahasia yang diperolehnya karena bekerja di badan ini.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif; Pada 19 Agustus 2017, dalam sepucuk surat kepada Yukiya Amano, Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional waktu itu, menekankan bahwa Badan Energi Atom Internasional harus menahan diri untuk tidak mentransfer informasi rahasia tentang kegiatan nuklir Iran kepada pihak ketiga. Menurutnya, sesuai dengan teks JCPOA dan Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231, IAEA harus menahan diri dari menghambat pembangunan ekonomi dan teknis Iran dan mellindungi ketentuan keamanan di bawah pelaksanakan dan hak pribadi.
Hubungan antara ilmuwan nuklir Iran dan rilis tidak konvensional informasi rahasia IAEA tentang ilmuwan nuklir Iran telah menyoroti pentingnya masalah ini dan konsekuensi yang tidak dapat diperbaiki dari pelanggaran IAEA. Masoud Alimohammadi, Majid Shahriari, Mostafa Ahmadi Roshan dan Dariush Rezaei-Nejad termasuk di antara ilmuwan nuklir Iran yang diteror dan gugur syahid antara 2009 hingga 2011.
Mohsen Fakhrizadeh, ilmuwan nuklir dan pertahanan Iran yang terkemuka, gugur syahid dalam serangan teroris di pinggiran Tehran pada Jumat sore, 27 November. Pengulangan tren ini mempertanyakan kepercayaan pada lembaga ini.
Menurut Pasal 26 dan 36 JCPOA, jika pihak lain gagal memenuhi kewajibannya, Iran memiliki hak untuk menangguhkan kewajibannya secara keseluruhan atau sebagian.
Yang pasti, ilmu nuklir adalah milik bangsa Iran dan telah dilembagakan sebagai ilmu yang berkembang di Iran. Karenanya, opini publik sangat menentang kelanjutan JCPOA dengan situasi saat ini. Parlemen Republik Islam Iran yang mewakili opini publik yang sejalan dengan keinginan rakyat Iran dan sebagai tanggapan atas keprihatinan tersebut, pada pekan lalu telah meratifikasi RUU "Aksi Strategis untuk Pembatalan Sanksi dan Melindungi Hak Bangsa Iran". Sesuai dengan ratifikasi ini, pemerintah berkewajiban untuk menangguhkan implementasi sukarela dokumen Protokol Tambahan jika kewajiban negara-negara pihak perjanjian nuklir tidak dipenuhi.
Mojtaba Zonnour, Ketua Komisi Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Parlemen Iran menjelaskan, "Pengesahan undang-undang ini akan mencegah tindakan mata-mata dari musuh Republik Islam. Keputusan rasional ini menunjukkan bahwa Republik Islam Iran akan tetap berkomitmen pada kewajibannya kepada JCPOA selama pihak yang berseberang bertindak atas dasar saling percaya dan pemenuhan semua kewajiban dalam kerangka tanggung jawab hukum dan hak bersama.