Sikap Tegas Iran Pertahankan Tuntutannya di JCPOA
(last modified Sun, 14 Feb 2021 04:14:14 GMT )
Feb 14, 2021 11:14 Asia/Jakarta

AS dan Eropa yang masih tetap menolak menjalankan komitmennya di JCPOA, kini mulai berhalusinasi meraih kesepakatan baru dengan Iran melalui tekanan terhadap Tehran untuk berunding kembali.

Troika Eropa (Inggris, Prancis dan Jerman) yang menjadi anggota JCPOA dalam hal ini pada hari Jumat (12/2/2021) merilis statemen bersama kembali menuding Tehran terkait komitmen di kesepakatan nuklir.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif di cuitan Twitternya seraya mengisyaratkan pelanggaran komitmen troika Eropa di JCPOA menulis, "Logika mana yang mengharuskan Iran menghentikan sejumlah langkah korektif yang diambil setelah satu tahun keluarnya AS dari JCPOA ?"

Menlu Iran Mohammad Javad Zarif

Dalam hal ini ada pertanyaan mendasar, akan kemanakah nasib JCPOA yang disahkan oleh Dewan Keamanan PBB dan apakah pihak-pihak yang terlibat di kesepakatan nuklir ini telah mamatuhi komitmennya di mana menyisahkan peluang bagi kesepakatan lain?

Faktanya adalah tuntutan Iran bukan kembalinya AS ke JCPOA, tapi pencabutan sanksi dan pemulihan hak-hak bangsa ini yang dirampas, dan ini adalah kewajiban Amerika Serikat dan Eropa.

Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei di pertemuan terbaru dengan komandan angkatan udara dan unit anti udara negara ini di peringatan baiat homafaran dengan Imam Khomeini pada 19 Bahman 1357 Hs, terkait JCPOA menjelaskan, "Iran akan kembali ke komitmen JCPOAnya ketika Amerika Serikat secara praktis mencabut seluruh sanksi, bukan sekedar di mulut atau di atas kertas, dan pencabutan sanksi ini akan diverifikasi Iran. Ini kebijakan pasti dan tidak dapat diubah Republik Islam Iran serta disetujuai seluruh pejabat dan tidak ada yang dapat mundur dari kebijakan ini."

Jelas bahwa tujuan represi maksimum kepada Iran adalah meraih konsesi sebagai imbalan dari implementasi komitmen JCPOA di mana tidak ada logika yang menerima pemerasan ini dalam bentuk apapun. Di skenario ini, Presiden baru AS Joe Biden ketimbang memenuhi tuntutan JCPOA Iran, memilih meniti jalan keliru pendahulunya. Kini jika jalan tersebut kembali diulang, apa jaminannya jika Amerika dalam empat tahun kedepan tidak akan membatalkan kesepakatan?

Abdul Bari Atwan, pengamat politik mengatakan, "Pada dasarnya apa filosofi JCPOA? Kesepakatan nuklir adalah sebuah kesepakatan yang disetujui pemerintah Barack Obama, yakni ketika Joe Biden menjabat sebagai wakil presiden. Oleh karena itu, Iran mengatakan kepada AS, Anda harus patuh terhadap butir-butir kesepakatan dan saat itu, kalian dapat meminta kami komitmen terhadap kesepakatan ini. Dalam situasi seperti itu, apa gunanya mengatakan bahwa kita harus berkonsultasi dengan sekutu kita, mencari kesepakatan baru, program rudal Iran harus dibongkar, Iran harus berhenti mendukung milisinya di kawasan? "Mereka ingin memotong tangan Iran dari segalanya dan memaksanya untuk menyerah, sama seperti mereka memaksa Saddam untuk menyerah setelah perang Kuwait, atau Muammar Gaddafi dan yang lainnya menyerah."

Faktanya Iran saat merespon sikap AS dan pihak lain di JCPOA yang tidak patuh terhadap komitmennya telah menurunkan sebagian komitmennya di kesepakatan ini yang juga sesuai dengan mekanisme legal di dalamnya. Sementara Amerika Serikat dengan perhitungan kelirunya secara sepihak keluar dari JCPOA dan memulihkan sanksi yang sebelumnya telah dicabut serta menjatuhkan sanksi lain dengan alasan palsu dan tudingan tak berdasar terhadap Iran. Tak hanya itu, Amerika juga menekan negara lain untuk menerapkan sanksi ini. Dengan demikian, solusi paling logis bagi Amerika dan Eropa adalah kembali ke komitmen mereka di JCPOA. (MF)