Apr 11, 2024 20:37 Asia/Jakarta
  • Mengontrol Israel
    Mengontrol Israel

Dalam enam bulan terakhir, kejahatan yang tak terhitung jumlahnya yang dilakukan oleh Zionis, ditambah kelemahan serta kelambanan negara-negara dan organisasi internasional dalam menghadapi kejahatan perang yang dilakukan oleh Israel, sungguh mencengangkan. Sikap pasif dan dukungan terhadap genosida rezim zionis telah menyebabkan Israel lebih berani dan kejam di wilayah pendudukan. Israel, yang landasannya adalah kolonialisme, maka pembubarannya merupakan kebutuhan kemanusiaan dan internasional.

Terlepas dari sekitar 33.500 orang yang gugur syahid, lebih dari 75.000 orang terluka dan 7.000 orang hilang serta penghancuran besar-besaran di Gaza selama enam bulan terakhir, kejahatan Israel pada tanggal 1 April dapat dipelajari dari berbagai sudut pandang dan dapat memecahkan banyak perimbangan perang di Gaza. Pada tanggal tersebut, Israel melanggar Konvensi Jenewa, Konvensi Wina dan Statuta Roma dalam beberapa operasinya.

Pertama, tentara Israel mengumumkan pada pagi hari tanggal 1 April bahwa mereka telah berhasil mengakhiri operasi dua minggunya di Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza dan telah mundur dari sana. Pengepungan dan penyerangan selama dua minggu terhadap Rumah Sakit Al-Shifa menyebabkan kehancuran dan penutupan total kompleks medis ini. Rumah sakit tidak hanya menjadi tempat bagi orang sakit dan terluka untuk menerima perawatan, tapi setelah serangan Israel di Gaza, rumah sakit menjadi tempat perlindungan bagi ribuan pengungsi Palestina yang kehilangan tempat tinggal.

Setelah pasukan Israel mundur, puluhan mayat ditemukan di dalam dan di luar rumah sakit dengan tangan dan kaki terikat serta tanda-tanda penyiksaan atau bagian tubuh yang terpisah akibat ledakan atau tertimpa tank Israel.

Menurut video yang dirilis, para pasien dikurung dan dibiarkan tanpa perawatan dan makanan.

Rumah Sakit Al-Shifa

Serangan militer Zionis Israel terhadap Rumah Sakit Al-Shifa dan warga sipil, termasuk pasien dan staf medis, jurnalis dan pengungsi yang ditempatkan di rumah sakit tersebut, jelas merupakan pelanggaran terhadap berbagai Konvensi Jenewa Keempat (diadopsi pada tahun 1949) di bidang perlindungan warga sipil pada perang, termasuk pasal 18 dan 19 Konvensi dan protokol tambahan yang disetujui pada tahun 1977.

Kedua, beberapa jam kemudian, dilaporkan bahwa dalam serangan rudal rezim Israel terhadap konsulat Iran di Damaskus dan penghancuran gedung, tujuh anggota Korps Garda Revolusi Islam, termasuk Jenderal Mohammad Reza Zahedi, Komandan Pasukan Cabang Suriah dan Lebanon Pasukan Quds dan wakilnya, Mohammad Hadi Haji Rahimi, penasihat senior dan perwira militer Iran di Suriah dan lima perwira yang menemani mereka serta beberapa warga Suriah dan Lebanon gugur syahid.

Serangan ini bukan hanya merupakan contoh nyata penyerangan terhadap wilayah Suriah, selaku negara tuan rumah konsulat Iran, tapi juga merupakan serangan teroris yang dilakukan Zionis Israel terhadap warga Iran di lokasi diplomatik.

Selama enam bulan terakhir, rezim Israel telah menargetkan setidaknya tiga negara, Suriah, Lebanon dan Iran, dalam upaya memperluas cakupan perang melalui aksi terorisnya.

Gedung Konsulat Iran di Suriah

Tindakan Israel tanggal 1 April merupakan pelanggaran terhadap Konvensi Wina. Menurut Pasal 31 Konvensi Wina tentang Hubungan Konsuler tanggal 24 April 1963, “Tempat konsuler mempunyai kekebalan sepanjang diatur dalam pasal ini”.

Kelambanan terhadap langkah-langkah tersebut dapat menyebabkan dampak dan konsekuensi yang semakin besar.

Ketiga, pada malam hari yang sama, tujuh pekerja bantuan dari organisasi Dapur Pusat Dunia, yang pergi untuk mendistribusikan makanan di Jalur Gaza, menjadi korban serangan udara rezim Israel saat kembali. Padahal pergerakan anggota badan amal ini sudah diketahui tentara Israel.

Menurut pendiri badan amal ini, Israel telah menargetkan mereka secara sistematis dan mobil demi mobil.

Seorang pejabat senior bantuan kemanusiaan PBB di Gaza mengatakan, Sejak dimulainya perang antara Israel dan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu, lebih dari 200 pekerja bantuan telah terbunuh di wilayah ini.

Serangan Zionis ke mobil organisasi bantuan kemanusiaan

Tidak ada keraguan bahwa tujuan serangan terhadap organisasi kemanusiaan tersebut adalah untuk mencoba menghentikan tindakan mereka dengan menciptakan teror agar tidak melanjutkan aktivitas mereka dan untuk melanjutkan kebijakan yang mempermalukan rakyat Palestina dan memaksa rakyat Gaza untuk kelaparan sebagai senjata perang.

Tindakan Israel ini merupakan salah satu contoh kejahatan perang berdasarkan Pasal 8 Statuta Roma dan pelanggaran hukum lainnya yang dapat diterapkan dalam konflik bersenjata internasional.

Keempat, pada hari yang sama, Parlemen Zionis Israel menyetujui rancangan baru “Hukum Al Jazeera” yang diajukan oleh Benjamin Netanyahu untuk “segera menutup” jaringan Al Jazeera dan melarang aktivitasnya karena cara mereka meliput perang Gaza. Meskipun undang-undang ini mengusung nama Al Jazeera, undang-undang ini dapat mencakup penyiaran saluran asing mana pun.

Padahal sebelum aksi ini, selain menargetkan dan membunuh dua jurnalis Al Jazeera, salah satu juru kameranya dan 147 jurnalis dan jurnalis lainnya, keluarga beberapa jurnalis juga menjadi martir oleh Israel dalam perang baru-baru ini. Dengan tindakan baru menutup Al Jazeera, Israel akan mencegah publikasi berita dan bukti kejahatan Israel dalam pembersihan etnis dan pembantaian warga Palestina.

Serangan rezim Zionis terhadap para jurnalis

Kelima, dalam beberapa hari terakhir, pemerintahan Biden telah memberikan lampu hijau untuk transfer paket senjata baru senilai dua setengah miliar dolar, termasuk bom dan jet tempur ke Israel. Paket senjata ini mencakup lebih dari 1.800 bom multiguna MK84 seberat 2.000 pon (950 kg) dan 500 bom MK82 seberat 500 pon (225 kg).

Selain itu, menurut berita yang dipublikasikan, pemerintah AS sedang menyelesaikan penjualan paket senjata baru ke Israel dan menekan Kongres untuk menyetujui penjualan 50 jet tempur F-15, 30 rudal udara-ke-udara, dan amunisi lainnya senilai $18 miliar ke Israel.

Dengan penjelasan ini, hanya satu rezim di dunia yang dapat menyebut dirinya sukses di pagi hari setelah mundur dari reruntuhan kompleks rumah sakit besar dan membunuh pasien dan pengungsi selama dua minggu, di sore hari menyerang konsulat negara lain yang memiliki kekebalan diplomatik di negara tetangga dan membunuh beberapa orang berkewarganegaraan Iran, Suriah dan Lebanon, menyerang sebuah organisasi kemanusiaan di malam hari dan menargetkan tujuh orang berkewarganegaraan Palestina, Australia, Polandia, Inggris dan Amerika-Kanada, kemudian mengesahkan undang-undang untuk melarang pengoperasian jaringan televisi, tapi kejahatannya masih ditutup-tutupi dan para pendukungnya mempersenjatainya dengan senjata canggih. Mengapa?(sl)

Tags