Transformasi Asia Barat, 25 Desember 2021
-
Serangan koalisi Arab Saudi ke ibu kota Yaman, Sana\'a.
Perkembangan di Asia Barat dalam beberapa hari terakhir diwarnai oleh berbagai isu di antaranya, Arab Saudi menyerang habis-habisan ibu kota Yaman, dan kunjungan menteri luar negeri Irak ke Iran.
Selain itu, kunjungan Penasihat Dewan Keamanan Nasional AS ke Palestina, dan terakhir tentang upaya pemulihan krisis di Lebanon.
Arab Saudi Serang Habis-Habisan Ibu Kota Yaman
Jet-jet tempur koalisi Arab Saudi melanjutkan serangan ke Sana'a, ibu kota Yaman pada Kamis (23/12/2021) pagi. Seperti dilaporkan televisi Almasirah, jet tempur Saudi menyerang daerah pemukiman al-Sabaeen di Sana'a setidaknya tiga kali pada hari Kamis.
Pasukan agresor juga melancarkan serangan yang secara langsung menargetkan Jembatan al-Sabaeen di Persimpangan al-Misbahi.
Menurut wartawan Almasirah, rumah-rumah warga rusak dan sebagian orang meninggalkan rumahnya akibat pengeboman itu. Rumah Sakit Bersalin dan Anak al-Sabaeen rusak dan terjadi kepanikan di tengah pasien.
Televisi Aljazeera mengutip sumber-sumber lokal, melaporkan bahwa jet tempur koalisi Saudi menargetkan pangkalan keamanan pusat di selatan Sana'a dalam operasi tersebut. Serangan udara koalisi Saudi di berbagai bagian Yaman termasuk Sana'a, telah meningkat dalam beberapa hari terakhir, dan puluhan warga sipil tewas dalam aksi itu.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Yaman menyatakan bahwa jet-jet tempur Arab Saudi telah menyerang dan menghancurkan pusat karantina di Bandara Internasional Sana'a.
"Pengeboman fasilitas vital dan kesehatan Yaman mengindikasikan sikap keras negara-negara agresor untuk menghancurkan infrastruktur dan melumpuhkan lembaga-lembaga pemerintah, termasuk Bandara Sana'a," kata pernyataan Kemenkes Yaman seperti dikutip laman al-Maalomah, Rabu (22/12/2021).
Pernyataan itu mencatat bahwa Pusat Karantina Bandara Sana'a digunakan untuk menerima dan menyediakan layanan kesehatan untuk kasus-kasus seperti, para staf lembaga dan organisasi internasional yang tiba melalui bandara.
Kemenkes menganggap PBB bertanggung jawab atas situasi yang menyedihkan di Yaman. "Dengan bersikap diam atas kejahatan dan agresi di Yaman, PBB telah mendorong mereka untuk mengintensifkan serangannya. PBB harus melaksanakan tugasnya untuk menghentikan serangan dan mencabut embargo ekonomi," imbuh Kemenkes Yaman.

Kunjungan Menteri Luar Negeri Irak ke Iran
Menteri Luar Negeri Irak dalam lawatannya ke Iran mengatakan, Baghdad memainkan peran penting dalam dialog Iran dan Arab Saudi. Fuad Hussein, Kamis (23/12/2021) di Tehran menuturkan, "Saya berharap putaran ke-5 dialog Iran dan Arab Saudi dapat digelar, ditambah dengan dialog Iran dengan negara-negara tetangga lain."
Dalam jumpa pers bersama dengan Menlu Iran Hossein Amir Abdollahian, Fuad Hussein menjelaskan, "Dalam kunjungan saya ke Iran, saya melakukan banyak pertemuan dengan pejabat Tehran, dan membicarakan berbagai masalah."
Ia menambahkan, "Pada pertemuan hari ini, kami membahas perluasan hubungan Iran dan Irak, di bidang ekonomi, perdagangan dan pengembangan sejumlah program terkait hubungan bilateral dua negara." Menlu Irak menegaskan, "Pertemuan hari ini merupakan peluang bagi negosiasi di bidang hubungan regional dan keamanan."
Kunjungan Penasihat Keamanan Nasional AS ke Palestina
Presiden Otorita Palestina, Mahmoud Abbas pada Rabu (22/12/2021) menerima kunjungan Jake Sullivan, Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat di Ramallah. Sullivan berdiskusi dengan Abbas setelah terlebih dahulu bertemu dengan para pejabat Israel.
Sullivan hari Selasa (21/12/2021) berkunjung ke Palestina pendudukan dan bertemu dengan pejabat rezim Zionis, termasuk Perdana Menteri Naftali Bennett. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Sullivan dari satu sisi mendengar pandangan pejabat Israel terkait konflik dengan Palestina dan dari sisi lain, sepertinya ia membawa pesan dari Zionis kepada Presiden Otorita Ramallah.
Mahmoud Abbas selama pertemuan dengan Sullivan mengatakan, "Ekonomi Palestina mengalami resesi karena tekanan." Sepertinya Abbas dalam pertemuan itu, meminta pengucuran kembali bantuan AS ke Palestina sehingga ia mampu menyelesaikan sebagian dari kesulitan finansial pemerintah yang dipimpinnya itu.
Mahmoud Abbas juga menekankan bahwa rezim Zionis harus mengakhiri pendudukan di wilayah Palestina dan menghentikan perluasan pemukiman. "Tel Aviv harus menghormati Masjid al-Aqsa dan mengakhiri pengusiran warga Palestina di Quds timur, karena langkah seperti ini bertentangan dengan hukum," tegasnya.

Presiden Lebanon: Pemulihan Krisis Butuh Waktu Tujuh Tahun
Presiden Lebanon, Michel Aoun memprediksi negaranya membutuhkan waktu sekitar enam hingga tujuh tahun untuk keluar dari krisis saat ini. Presiden Lebanon, Michel Aoun di akun Twitternya, Jumat (24/12/2021) menulis, "Upaya kami untuk mengatasi pencurian, korupsi dan berbagai masalah lain yang memicu masalah krisis memerlukan waktu perubahan ke arah perbaikan sekitar enam hingga tujuh tahun,".
"Lebanon juga menghadapi tekanan dari beberapa negara Arab di kawasan Teluk Persia dalam beberapa bulan terakhir," ujarnya.
Ketegangan baru-baru ini antara Lebanon dan negara-negara Teluk, terutama Arab Saudi, dimulai ketika Menteri Informasi Lebanon yang mengundurkan diri, George Kordahi menyerukan diakhirinya perang melawan Yaman dalam sebuah wawancara televisi sebelum pengangkatannya sebagai menteri.
Menyusul pernyataan ini, Arab Saudi, Bahrain, dan Uni Emirat Arab memanggil duta besarnya masing-masing ari Lebanon. Kemudian disusul Kuwait memanggil duta besarnya dari Lebanon dan memberi kesempatan 48 jam kepada duta besar Lebanon untuk meninggalkan negaranya. Gelombang tekanan ini menyebabkan George Kordahi mengundurkan diri dari jabatan yang baru dipegangnya itu.

Di sisi lain, menyusul tekanan dari pejabat Bahrain terhadap pemerintah Beirut, Menteri Dalam Negeri Lebanon memerintahkan pengusiran anggota partai Al-Wefaq Bahrain dari negaranya. Alasan tindakan ini dipicu pertemuan para anggota partai Al-Wefaq di Beirut yang mengkritik rezim Al-Khalifa.
Sementara itu, Mufti Syiah Lebanon mengatakan bahwa Amerika Serikat mengalami delusi, karena mengira rakyat Lebanon akan meninggalkan perlawanan akibat masalah ekonomi yang dideritanya.
Sheikh Abdul Amir Qabalan, Mufti Syiah Imamiyah Lebanon dalam khutbah salat Jumat (24/12/2021) mengatakan, "AS sedang berusaha untuk menjauhkan orang-orang, terutama Syiah dari perlawanan dengan menjatuhkan sanksi pada Lebanon."
"Semua masalah di Lebanon dipengaruhi intervensi Amerika Serikat, termasuk sanksi terbaru mereka terhadap Lebanon. Dengan tujuan memukul Lebanon, Amerika Serikat telah menerapkan kebijakan sanksi dan blokade terhadap negara yang memicu munculnya krisis ekonomi," tegasnya. (RM)