Transformasi Timur Tengah, 12 Februari 2019
-
Pasukan Khusus Amerika Serikat.
Transformasi di Timur Tengah pekan lalu diwarnai oleh sejumlah isu penting di antaranya: Iran Tolak Intervensi Amerika Serikat di Timur Tengah, Presiden Lebanon Umumkan Susunan Kabinet Baru, Koalisi Pimpinan Arab Saudi di Yaman Terancam Bubar, dan Otorita Ramallah: Konferensi Polandia, Sebuah Konspirasi AS.
Irak Tolak Intervensi Amerika di Timur Tengah
Perdana Menteri Irak, Adil Abdul-Mahdi pada hari Selasa (5/2/2019) mengatakan, pemerintah Irak tidak akan mengizinkan wilayahnya dipergunakan oleh negara manapun untuk menyerang negara lain.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump dalam wawancara dengan televisi CBS mengatakan pihaknya tidak berniat untuk menarik pasukan AS dari Irak, dan akan melanjutkan kehadirannya di Irak demi mengawasi Iran.
Statemen Trump memicu reaksi dari para pejabat tinggi Baghdad. Presiden Irak, Bahram Salih menilai statemen Trump bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Irak, dan melanggar kedaulatan nasional negara Arab ini.
"Kunjungan ke pangkalan militer AS di Ain Al Asad menunjukkan Trump tidak menghormati bangsa Irak, dan menginjak-injak UUD negara ini, dan kini kembali melakukan aksi provokasi," tutur anggota dewan ketua parlemen Irak, Hassan Karim Al-Ka'bi. Dia juga menyerukan supaya seluruh elemen Irak bergerak untuk menekan AS agar mengakhiri kehadiran pasukannya di negara Arab ini.
Sementara itu, Marja Taklid Muslim Syiah Irak, Ayatullah Ali Sistani mengatakan Irak tidak boleh menjadi pangkalan untuk menyerang negara lain. Ayatullah Sistani, Rabu (6/2/2019) dalam pertemuan dengan Utusan Khusus Sekjen PBB untuk Misi Bantuan Irak (UNAMI), Jeanine Antoinette Hennis-Plasschaert menuturkan, Irak ingin menjalin hubungan yang baik, seimbang dan berlandaskan kepentingan bersama serta terhindar dari intervensi atau pelanggaran kedaulatan dan independensi, dengan seluruh negara tetangga dan pemerintahan lain.
Ayatullah Sistani menegaskan, Irak tidak boleh menjadi pangkalan untuk menyerang atau merugikan negara lain.
Fraksi Negara Hukum di Parlemen Irak menyatakan bahwa anggota parlemen akan melakukan voting RUU penolakan pasukan asing di Irak dalam waktu dekat. Seperti dilaporkan situs Sumaria News, Irak, juru bicara Fraksi Negara Hukum, Bahauddin Al Nouri pada hari Kamis (7/2/2019) menambahkan Irak tidak membutuhkan kehadiran pasukan asing.
"RUU penolakan pasukan asing di Irak akan diputuskan dalam pemungutan suara pada periode baru parlemen," tambahnya. Baghdad dan Washington, jelas Al Nouri, memiliki kesepakatan tentang penarikan pasukan Amerika dan jika ini dilaksanakan, mereka harus ditarik dari Irak.
Menurutnya, banyak fraksi di parlemen Irak menentang berlanjutnya kehadiran pasukan asing dan kami berharap parlemen akan mengambil sebuah sikap yang tegas. "Kami tidak membutuhkan kehadiran pasukan asing, karena pasukan Irak punya kemampuan untuk menciptakan keamanan dan mereka terbukti mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik," ungkap Al Nouri.

Presiden Lebanon Umumkan Susunan Kabinet Baru
Lebanon mengumumkan pembentukan pemerintah persatuan nasional yang baru, dan mengakhiri kebuntuan sembilan bulan di kancah politik negara itu. Kabinet baru diumumkan pekan lalu dalam sebuah konferensi pers di Istana Presiden Lebanon di Beirut, setelah faksi-faksi politik berhasil mengakhiri perbedaan mereka terkait susunan anggota kabinet.
Pemerintahan baru – dipimpin oleh Perdana Menteri Saad Hariri – mencakup 30 menteri dari sebagian besar faksi politik Lebanon. Mereka telah melakukan penjajakan politik setelah negara itu mengadakan pemilu parlemen pada Mei 2018.
Menurut pernyataan Presiden Lebanon, Menteri Keuangan Ali Hassan Khalil dari partai pimpinan Nabih Berri, dan Menteri Luar Negeri Gebran Bassil dari Gerakan Patriotik Bebas pimpinan Presiden Michel Aoun, telah mempertahankan posisi mereka di kabinet baru.
Sementara itu, Gerakan Hizbullah Lebanon memilih Jamil Jabak sebagai menteri kesehatan yang baru, meskipun faktanya ia bukan anggota gerakan tersebut.
Berbicara setelah pengumuman kabinet, PM Hariri menyuarakan kekhawatiran tentang tantangan ekonomi dan keuangan Lebanon, dan mengatakan waktu untuk menangani masalah dengan "obat penghilang rasa sakit" sudah berakhir. "Rakyat Lebanon hidup dalam keprihatinan tentang situasi ekonomi. Pekerjaan pemerintah tidak bisa ditunda lagi," tegasnya.
Hariri mengatakan Lebanon harus segera memulai investasi untuk menyelesaikan masalah ekonomi dan sosial. "Reformasi dan kerja sama di antara faksi-faksi politik adalah kunci untuk menyelesaikan masalah ekonomi," tambahnya.
Anggota Dewan Pusat Hizbullah Lebanon menekankan, "Kehadiran menteri-menteri Hizbullah di pemerintahan baru menunjukkan penurunan pengaruh dan peran Amerika Serikat di Lebanon."
Sheikh Nabil Qawuk, anggota Dewan Pusat Hizbullah Lebanon yang hadir di sebuah acara di selatan negara ini mengatakan, "AS sangat menolak kehadiran Hizbullah di pemerintah Lebanon yang baru dan akses ke kementerian kesehatan, tetapi warga Lebanon mengatakan "tidak" kepada Washington."
Sheikh Qawuk menilai arti lain dari penolakan total Lebanon terhadap langkah-langkah arogan Amerika adalah memperkokoh kekuatan politik Hizbullah di Lebanon.

Koalisi Pimpinan Arab Saudi di Yaman Terancam Bubar
Pemerintah Maroko menghentikan partisipasinya dalam perang Arab Saudi di Yaman, dan memanggil pulang duta besarnya dari Riyadh di tengah ketegangan hubungan kedua negara.
Seorang pejabat pemerintah Maroko mengatakan pada hari Kamis (7/2/2019) bahwa Rabat tidak lagi mengambil bagian dalam intervensi militer atau mengikuti pertemuan menteri koalisi. Demikian dilaporkan Press TV.
Maroko belum memberikan rincian tentang partisipasinya dalam perang Yaman yang telah menewaskan ribuan warga sipil sejak 2015 lalu, tetapi beberapa laporan menyebutkan negara itu mengirim enam jet tempur dan 1.500 tentara untuk membantu Saudi.
Tahun lalu, Maroko berjanji akan menarik jet tempurnya dari perang Yaman dengan alasan untuk peningkatan kemampuan militer di dalam negeri. Menteri Luar Negeri Maroko Nasser Bourita mengatakan kepada televisi Al Jazeera bulan lalu bahwa keterlibatan Maroko di Yaman telah "berubah."
Sebelumnya, Malaysia juga meninggalkan koalisi Arab Saudi di tengah kemarahan dunia atas jatuhnya korban sipil Yaman dalam jumlah banyak.
Otorita Ramallah: Konferensi Polandia, Sebuah Konspirasi AS
Pemerintah Palestina mengecam konferensi tentang keamanan Timur Tengah yang akan dilaksanakan di ibukota Polandia, Warsawa pada 13-14 Februari mendatang.
Kementerian Luar Negeri Palestina dalam sebuah pernyataan, Kamis (7/2/2019) menyebut konferensi Polandia sebagai konspirasi Amerika Serikat. "Washington ingin mendorong para peserta agar mengadopsi pandangan AS tentang isu Palestina," tambahnya seperti dikutip Press TV.
Departemen Luar Negeri AS sebelum ini mengumumkan bahwa sebuah pertemuan internasional untuk membahas keamanan Timur Tengah akan berlangsung di Warsawa pada 13-14 Februari.
Otorita Ramallah Palestina yang dipimpin Presiden Mahmoud Abbas, tidak diundang ke pertemuan tersebut. Pernyataan itu menegaskan bahwa pemerintah Palestina akan mengabaikan hasil-hasil konferensi Warsawa.
Hubungan antara AS dan Otorita Ramallah mengalami penurunan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada akhir 2017, setelah Washington mengakui al-Quds sebagai "ibukota" rezim Zionis Israel. (RM)