Mengapa Kabinet Rezim Zionis di Ambang Tumbang ?
https://parstoday.ir/id/news/west_asia-i119510
Mansour Abbas yang memimpin aliansi bersama Arab dari koalisi yang berkuasa menetapkan syarat bagi Naftali Bennett untuk tidak keluar dari kabinet rezim Zionis saat ini.
(last modified 2025-07-30T06:25:16+00:00 )
Apr 21, 2022 14:02 Asia/Jakarta

Mansour Abbas yang memimpin aliansi bersama Arab dari koalisi yang berkuasa menetapkan syarat bagi Naftali Bennett untuk tidak keluar dari kabinet rezim Zionis saat ini.

Umur kabinet koalisi Naftali Bennett dan Yair Lapid belum mencapai satu tahun. Kabinet rapuh Bennett terbentuk pada Juni 2021 yang terdiri dari delapan partai heterogen dari sayap tengah, kiri, kanan, Arab dan Yahudi. Pembentukan ini dilakukan setelah empat pemilu mengalami kegagal, dan Benjamin Netanyahu mengundurkan diri sebagai perdana menteri Israel setelah 12 tahun menjabat.

Dengan mundurnya Netanyahu sebagai perdana menteri, dia mengambil alih kepemimpinan kabinet oposisi, dan mengetahui keadaan kabinet yang rapuh.

Mundurnya Idit Silman dari koalisi kabinet pada 6 April lalu menghidupkan kembali percikan harapan bagi oposisi untuk menggulingkan kabinet koalisi saat ini.

Kabinet  Bennett dan Lapid dibentuk dengan selisih hanya satu suara dari rivalnya. Dengan demikian, pengunduran diri Silman menyebabkan kabinet kehilangan dukungan mayoritas parlemen, dan perolehan 60-60 kursi dibagi rata antara koalisi yang berkuasa dan oposisi.

 

Naftali Bennett dan Yair Lapid

 

Pengunduran diri Idit Silman disambut oleh Netanyahu. Terkait hal ini, Netanyahu dan para pendukungnya menggelar aksi unjuk rasa menentang kabinet Bennett dan meramalkan kabinet rezim Zionis akan segera tumbang. Dua pekan setelah pengunduran diri Idit Silman, aliansi bersama Arab, yang merupakan anggota koalisi yang berkuasa, mulai membisikkan pemisahan diri dari kabinet.

Kubu ini memiliki beberapa syarat untuk tetap berada dalam koalisi yang berkuasa, termasuk mempertahankan status quo, terutama di Masjid Al-Aqsa, dan melarang orang Yahudi untuk berada di kompleks Masjid Al Aqsa, mempercepat pengakuan desa-desa mayoritas Arab, dan mengumumkan perang melawan kejahatan dan kekerasan terhadap komunitas Arab. Poin pentingnya adalah tentang dua alasan yang berbeda dan kontradiktif mengenai keluarnya Idit Silman dari kabinet dan aliansi bersama Arab untuk tetap berada dalam koalisi.

 

 

Dalam sebuah analisis, think tank Amerika, Stratfor menulis bahwa Idit Silman mengungkapkan sebagian alasannya untuk mengundurkan diri karena merasa kabinet Bennett tidak cukup menekankan identitas Yahudi dibandingkan dengan partai Likud pimpinan Netanyahu.

Idit Silman ingin kabinet Bennett lebih memperhatikan unsur Yahudi di wilayah pendudukan. Sementara itu, aliansi bersama Arab justru  menyerukan pengurangan kekerasan dan kejahatan terhadap orang Arab di wilayah pendudukan, serta pengurangan fokus pada faktor Yahudi di kabinet. Dua alasan yang berlawanan ini menunjukkan kontradiksi kabinet koalisi Bennett dan Lapid.

Tampaknya, persyaratan yang ditetapkan oleh aliansi bersama Arab mengenai eskalasi tingkat kekerasan kabinet Bennett dalam beberapa bulan terakhir terhadap warga Palestina dan Arab yang tinggal di wilayah pendudukan. Menyusul eskalasi kekerasan, kubu yang memegang empat kursi di Knesset ini mengancam akan mengundurkan diri secara massal dari kabinet.

Jika mereka meninggalkan kabinet rezim Zionis, jumlah anggota yang mendukung pemerintah Naftali Bennett akan mencapai 56 dari 120, dan itu akan menyebabkan situasi yang lebih sulit dan tidak akan lagi dapat mengesahkan undang-undang apa pun secara resmi, dan kabinet koalisi akan tumbang sebelum waktunya.(PH)