Aliansi Kelompok-Kelompok Perlawanan, Mimpi Buruk bagi Agresor
Salah satu kekhususan Hari Quds Internasional pada tahun ini, yang menunjukkan perkembangan dan perubahan strategis baru adalah pidato Pemimpin Gerakan Jihad Islam Palestina Khalid al-Battash dan pidato Kepala Biro Politik Gerakan Muqawama Islam Palestina (Hamas) Ismail Haniyeh pada akhir Pawai Hari Quds di Sanaa, ibu kota Yaman.
Pencentus Revolusi Islam Imam Khomeini ra menetapkan Jumat terakhir pada bulan suci Ramadan sebagai "Hari Quds Internasional". Seruan dukungan untuk perjuangan Palestina ini setiap tahun semakin menggema di dunia, terutama di negara-negara Poros Muqawama (perlawanan) termasuk di Yaman.
Sama seperti rezim Zionis Israel yang berusaha memanfaatkan agresi militer Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) ke Yaman dan membuka hubungan baru dengan negara-negara ini dan sekutu mereka tanpa menyelesaikan masalah Palestina, kelompok-kelompok perlawanan Palestina juga telah mendekat ke kelompok perlawanan Yaman yang dipimpin oleh Ansarullah dan membentuk koalisi baru untuk melawan pemerintah-pemerintan agresor.
Dengan kata lain, ketika negara-negara agresor semakin dekat satu sama lain, maka kelompok-kelompok pembela dan antipenjajahan juga membentuk satu barisan tunggal untuk melawan negara-negara agresor itu.
Bukti menunjukkan bahwa rezim Zionis dan mafianya di Barat dan Amerika Serikat memainkan peran kunci dalam menghasut dan mendorong penguasa baru dan muda Arab Saudi dan UEA: Mohammad bin Salman dan Muhammad bin Zayed, untuk agresi militer ke Yaman, dan bahkan metode perang dan pendudukan kedua negara ini di Yaman, termasuk penerapan kebijakan "bumi hangus", sebagian besar meniru dan disesuaikan dengan metode militer rezim Zionis Israel di Palestina.
Sama seperti rezim Zionis yang telah menduduki sebagian besar wilayah Palestina dan tidak berniat untuk melepaskanya, Arab Saudi dan UEA juga memasuki Yaman dengan tujuan untuk menjaga negara di bawah pendudukan dan dominasi mereka selamanya.
Dan sekarang, karena perlawanan dari Yaman dan pengorbanan Ansarullah, mereka belum mampu menduduki seluruh Yaman, tetapi mereka masih berusaha untuk mempertahankan wilayah pendudukan di selatan dan pelabuhan-pelabuhan strategis Yaman, bahkan jika mereka terpaksa membagi wilayah Yaman.
Babak baru gencatan senjata oleh koalisi pasukan agresor pimpinan Arab Saudi dan UEA tampaknya disertai dengan pengejaran tujuan dan niat tersebut. Namun, aliansi strategis yang dibangun antara kelompok-kelompok perlawanan Yaman dan Palestina dapat menggagalkan semua rencana negara-negara agresor.
Karena sebelum aliansi strategis semacam itu didirikan antara kedua belah pihak, masing-masing dari mereka sendiri saja telah mampu mencapai keunggulan strategis atas pihak-pihak yang menduduki (agresor dan penjajah).
Kelompok-kelompok perlawanan Palestina telah mencapai tingkat kekuatan tertentu yang mampu mencegah rezim Zionis melakukan gresi luas ke Jalur Gaza dan mencegah serangan dan pelecehan yang luas di al-Quds dan Masjid al-Aqsa.
Sampai saat ini, rezim Zionis telah melancarkan serangan besar-besaran ke Gaza dengan dalih apa pun, tetapi setelah perang dan operasi Pedang al-Quds, dan kelompok-kelompok Palestina berhasil menambah jangkauan rudalnya ke kedalaman Tel Aviv dalam Operasi Pedang Quds, rezim tersebut pasti akan mempertimbangkan kembali serangan dan kinerja sebelumnya.
Setelah warga Palestina mampu melakukan empat operasi di dalam apa yang disebut wilayah pendudukan Israel tahun 1948, rezim Zionis kembali tidak dapat melakukan operasi pembalasan skala besar seperti di masa lalu disebabkan semakin kuatnya kelompok-kelompok perlawanan Palestina.
Hal itu juga terjadi di Yaman, pasukan perlawanan Yaman yang dipimpin oleh Ansarullah telah mampu membidik tujuan strategis militer dan ekonomi pemerintah agresor jauh di wilayah UEA dan Arab Saudi dalam menghadapi dan membalas serangan udara pasukan koalisi agresor, blokade dan pemberlakuan tekanan ekonomi dan militer yang parah.
Melihat perkembangan tersebut, Arab Saudi dan UEA tampaknya terpaksa mempertimbangkan perilaku mereka. Dalam hal ini, UEA mengubah pengaturan militernya, dan Arab Saudi, setelah berbulan-bulan menentang persyaratan Ansarullah dalam menetapkan gencatan senjata, kini terpaksa menerimanya.
Mereka juga terpaksa membuka jalan untuk kapal-kapal yang membawa bahan bakar dan bahan makanan ke pelabuhan al-Hudaydah, Yaman.
Dengan potensi seperti yang terlihat di kedua sisi kelompok perlawanan Palestina dan Yaman, maka ketika aliansi strategis didirikan antara kedua belah pihak, maka kekuatan pencegah mereka pasti akan meningkat pesat dan mereka dapat datang untuk membantu satu sama lain bila diperlukan.
Aliasin kelompok-kelompok perlawanan akan menjadi mimpi buruk bagi pemerintah-pemerintah agresor kecuali mereka terpaksa memperbarui kebijakannya sebelum terlambat. (RA)