Mencermati keluarnya Partai Noam dari Aliansi Sayap Kanan Israel
(last modified Tue, 30 Aug 2022 03:25:28 GMT )
Aug 30, 2022 10:25 Asia/Jakarta

Partai sayap kanan ekstrim rezim Zionis, Noam keluar dari aliansi politik dan menyatakan akan berpartisipasi di pemilu mendatang secara independen.

Rencananya pemilu dini parlemen rezim Zionis (Knesset) akan digelar bulan November mendatang. Pemilu mendatang merupakan pemilu kelima berturut-turut di rezim ini selama tiga tahun lalu. Empat pemilu sebelumnya, juga pemilu dini yang gagal membawa rezim ilegal ini keluar dari kebuntuan politik. Pemilu Maret tahun lalu dimenangkan Partai Likud, tapi Benjamin Netanyahu gagal membentuk kabinet, sementara Naftali Bennett dan Yair Lapid menggalang koalisi dan berhasil membentuk pemerintahan serta menyingkirkan Netanyahu dari tampuk kekuasaan setelah 12 tahun berkuasa. Meski demikian, kabinet koalisi Bennett-Lapid hanya bertahan satu tahun.

Seiring dengan keruntuhan kabinet koalisi, rencananya akan digelar pemilu baru parlemen bulan November mendatang. Partai sayap kanan masih memiliki peluang terbesar untuk menang di pemilu ini dan membentuk kabinet baru, tapi di tubuh sayap kanan, seperti tahun-tahun sebelumnya tidak ada konsensus dan semakin hari friksi dan perpecahan di antara mereka semakin nyata.

Menurut laporan Jerusalem Post, Avi Maoz, kepala faksi garis keras di parlemen Zionis Minggu malam mengumumkan bahwa partainya, Noam akan berpartisipasi secara independen dalam pemilu mendatang, yang dijadwalkan akan diadakan musim gugur tahun ini. Meski bobot partai baru ini di pentas politik Israel belum jelas, tapi ini menunjukkan proses perpecahan yang terus meningkat di antara partai sayap kanan.

Selama beberapa pemilu sebelumnya, juga perpecahan di tubuh kubu sayap kanan menjadi faktor utama kebuntuan politik di bumi Palestina pendudukan. Kabinet koalisi Bennett dan Lapid melalui konsensus sejumlah arus sayap kanan dengan kubu sayap kiri, sekular dan Arab terbentuk dan dalam waktu singkat runtuh. Kini menjelang pemilu baru yang dimaksudkan untuk mengeluarkan rezim Zionis dari kebuntuan politik, friksi di antara kubu sayap kanan semakin terkuak.

Data menunjukkan bahwa sayap kanan terdiri dari 70 persen dari total populasi Yahudi Israel, tapi tidak ada kesepakatan di antara mereka untuk membentuk kabinet. Di pemilu mendatang, sebagian sayap kanan menindaklanjuti kembalinya Netanyahu ke tampuk kekuasaan, dan sebagian lainnya masih menentangnya. Upaya Netanyahu untuk kembali ke kekuasaan terjadi ketika Netanyahu sendiri justru menjadi faktor perpecahan di kamp sayap kanan, karena sebagian partai sayap kanan meyakini Netanyahu dengan kekuasaan panjangnya selain akan berubah menjadi diktator, juga menyalahgunakan sewenang-wenang kekuasannya.

Seiring dengan berlanjutnya kebuntuan politik dan kejatuhan berulang kabinet, sejumlah pengamat Israel mulai mempertanyakan metode penyelenggaraan pemilu dan juga metode yang diambil untuk membentuk kabinet. Amnon Abramovich, analis kanal 12 Televisi Israel meyakini dengan metode pemilu saat ini, Israel secara praktis dan selangkah demi selangkah bergerak ke arah kehancuran.

Sejumlah analis juga menyebutkan bahwa pemilu kelima juga tidak akan membuahkan hasil dan kabinet baru akan cepat runtuh, dan harus digelar pemilu keenam, dan ini berarti pengulangan lingkaran setan dan menghambur-hamburkan sumber ekonomi.

Poin penting di sini adalah berbagai pemilu dini dan keruntuhan kabinet telah membuat masyarakat Zionis kebingungan dan berantakan. Meski demikian, perpecahan di tubuh sayap kanan menunjukkan bahwa pada dasarnya tidak dapat diharapkan kebuntuan politik di rezim Zionis Israel akan berakhir dengan penyelenggaraan pemilu baru. (MF)

 

Tags