Ufuk Kelam Kabinet Netanyahu
(last modified Thu, 22 Dec 2022 15:03:33 GMT )
Des 22, 2022 22:03 Asia/Jakarta
  • Benjamin Netanyahu
    Benjamin Netanyahu

Rezim Zionis setelah kemenangan Partai Likud dan aliansinya di pemilu terbaru disibukkan dengan isu pembentukan kabinet baru pimpinan Benjamin Netanyahu.

Meski ada peluang dan potensi kabinet baru pimpinan Benjamin Netanyahu akan diajukan ke parlemen untuk mosi percaya, mengingat kemenangan partai sayap kanan di pemilu Knesset dan juga kesepakatan yang diraih Netanyahu dengan para pemimpin partai koalisi ini terkait pembagian kekuasaan dan pos menteri, tapi ini bukan berarti tantangan dan krisis internal rezim Zionis berakhir.

Dan selain kabinet baru ini diprediksi rapuh seperti kabinet sebelumnya, bahkan menurut mayoritas pengamat, tantangan baru juga muncul bagi rezim ini, khususnya rezim ini juga menghadapi krisis struktural yang melampaui kendala pemerintah dan kabinet.

Salah satu masalah kabinet baru Netanyahu adalah menghadapi krisis kepercayaan yang semakin besar, yang berdimensi luas. Terlepas dari kenyataan bahwa dengan kemenangan partai sayap kanan dan fasis dan masuknya mereka ke dalam kabinet baru, kepercayaan publik dunia terhadap rezim Zionis telah hilang, tetapi mitra koalisi Netanyahu juga tidak mempercayainya, oleh karena itu, sebelum pembentukan pemerintahan, mereka menuntut keputusan yang mencegah pengingkaran janji atau pengkhianatan Netanyahu kepada mereka. Masalah ini berakar pada kinerja Netanyahu di masa lalu, yang selalu memandang sekutu politiknya sebagai alat dan mengorbankan mereka demi kepentingannya sendiri pada kesempatan itu, sementara ia masih menghadapi berbagai kasus korupsi, yang niscaya akan menjadi subjek yang cocok untuk rivalnya dan akan menjadi agenda kerja mereka.

Image Caption

Setiap sekutu Netanyahu membutuhkan undang-undang khusus untuk berada di kabinet. Menambah wewenang Menteri Keamanan Dalam Negeri di kepolisian adalah salah satu undang-undang yang harus disetujui Knesset sebelum upacara pengambilan sumpah. Ini dilakukan Netanyahu untuk menarik Itamar Ben-Gvir, pemimpin partai agama "Otzma Yehudit".

Undang-undang lain yang harus disahkan di Knesset adalah amandemen undang-undang yang memungkinkan Bezalel Yoel Smotrich sebagai Menteri Keuangan menunjuk seorang kolonel yang bertanggung jawab atas urusan pemukiman Zionis di Tepi Barat di Kementerian Peperangan. Undang-undang ini juga akan memberikan syarat bagi Aryeh Deri, pemimpin partai agama Shas, untuk menduduki jabatan Kementerian Dalam Negeri dan Kesehatan, meski memiliki vonis pidana. Ketakutan akan pengkhianatan Netanyahu membuat mereka memaksa Netanyahu untuk memilih pembicara Knesset sementara dari partai Likud untuk memastikan persetujuan undang-undang yang mereka inginkan bahkan sebelum pembentukan kabinet baru.

Mungkin isu terpenting yang menggambarkan sejauh mana masalah saat ini adalah tuduhan terhadap Netanyahu oleh Avigdor Lieberman, menteri keuangan pemerintah Zionis. Dia menuduh Netanyahu membagi Israel menjadi dua bangsa atau beberapa bangsa dan menekankan bahwa Netanyahu mengorbankan kepentingan Israel untuk kepentingannya sendiri. Dalam hal ini, Tamir Pardo, mantan kepala Mossad, mengatakan, meskipun banyak pembicaraan tentang ancaman besar terhadap Israel; Tapi ancaman terbesar bagi kami orang Israel adalah melalui penghancuran diri dalam beberapa tahun terakhir. Kita harus bekerja untuk menghentikan bencana ini sebelum mencapai titik tidak dapat kembali lagi karena Israel runtuh dengan sendirinya.

Setelah pemilu di Palestina pendudukan dan upaya untuk membentuk kabinet sayap kanan, prediksi ini semakin menguatkan bahwa selain memperburuk situasi di bidang politik dan diplomasi yang memprihatinkan, bidang ekonomi dan investasi juga akan terpengaruh. Menurut para ahli, kekuasaan fasis sayap kanan di Israel akan mengurangi insentif dan meningkatkan larinya para pemikir dan migrasi elit ke negara-negara Eropa dan Amerika Utara, dan banyak perusahaan ekonomi dan manufaktur di dunia akan meninggalkan wilayah pendudukan.

Menurut studi yang dirilis tahun 2018 dengan tema migrasi terbalik Yahudi, jumlah mereka yang meninggalkan Palestina pendudukan selama dua dekade terakhir mencapai satu setengah juta orang. Berdasarkan studi Israel di tahun 2020, sekitar 16 ribu Yahudi meninggalkan wilayah pendudukan karena rudal muqawama menjadi ancaman bagi kehidupan mereka. Kecenderungan pemukim Zionis meninggalkan wilayah pendudukan bersamaan dengan tidak adanya minat Yahudi dunia untuk bermigrasi ke wilayah pendudukan.

Jumlah migrasi tahunan ke tanah pendudukan dari 100.000 migran di tahun 90-an abad lalu menjadi 14.000 migran saat ini. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa salah satu hasil pembentukan kabinet sayap kanan dan fasis di Palestina yang diduduki adalah percepatan proses migrasi balik dari wilayah pendudukan, selain penguatan dan semakin intensifnya muqawama Palestina dan gerakan intifada dalam menanggapi rencana ofensif dan agresif partai dan kelompok ekstremis yang bergabung dengan kabinet baru Netanyahu. (MF)