Mantan Perdana Menteri Rezim Zionis, mengatakan era Benjamin Netanyahu, sudah berakhir, dan para demonstran harus mengepung gedung Parlemen Israel, Knesset.
Protes berkelanjutan di Wilayah Pendudukan untuk pembebasan tawanan Zionis telah berubah menjadi krisis dan mimpi buruk yang tiada akhir bagi Perdana Menteri Rezim Zionis Benjamin Netanyahu dan kabinetnya.
Untuk pertama kalinya sejak dimulainya perang di Gaza, parlemen rezim Zionis (Knesset) melakukan pemungutan suara Senin malam mengenai mosi kepercayaan terhadap kabinet Netanyahu.
Sebagai kelanjutan dari krisis politik di Tel Aviv, Partai Buruh Rezim Zionis menyerahkan rencana pemakzulan kabinet Perdana Menteri Benjamin Netanyahu kepada Parlemen Israel (Knesset).
Ketegangan politik di antara pejabat-pejabat rezim Zionis Israel memasuki babak baru setelah adanya putusan Mahkamah Agung (MA) rezim ilegal ini, yang menolak dan membatalkan Rancangan Undang-Undang (RUU) reformasi peradilan yang diusulkan oleh kabinet Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Ketua faksi oposisi kabinet rezim Zionis menuntut pemecatan Benjamin Netanyahu dari jabatan perdana menteri Israel.
Menteri Keamanan Internal Rezim Zionis, mengatakan Israel tidak boleh memberikan kompensasi apa pun kepada Arab Saudi untuk mencapai kesepakatan damai.
Berdasarkan hasil survei terbaru, 75% warga Zionis tidak puas dengan kinerja Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan kabinetnya.
Ketua Knesset (Parlemen rezim Zionis) memperingatkan kondisi Israel yang bergerak menuju jurang keruntuhan, dan mengatakan, "Kita sekarang berada di persimpangan jalan berbahaya yang mungkin membawa kita ke jurang kehancuran,".
Hasil jajak pendapat terbaru menunjukkan bahwa 88 persen warga Israel meyakini bahwa kabinet Netanyahu merusak kehidupan mereka.