Tekad Iran dan Irak Adili Pelaku Teror Komandan Muqawama
(last modified Sat, 07 Jan 2023 04:34:32 GMT )
Jan 07, 2023 11:34 Asia/Jakarta

Ketua Dewan Kehakiman Tertinggi Irak, Faiq Zeidan mengatakan, pengadilan Irak merilis surat penangkapan Donald Trump, mantan presiden AS yang mengakui kejahatan meneror para komandan muqawama.

Pada 3 Januari 2020, Letjen Syahid Qassem Soleimani, Komandan Pasukan Qods IRGC, dan Syahid Abu Mahdi Al Muhandis, Wakil Komandan Hashd Al Shaabi, beserta delapan kawan seperjuangan mereka, gugur dalam serangan udara pasukan Amerika Serikat di Bandara Baghdad. Donald Trump menyatakan bahwa dirinya menginstruksikan serangan keji dan pengecut ini.

Setelah tiga tahun dari kejahatan ini, Mahkamah Agung Irak menyatakan merilis surat penangkapan terhadap Donald Trump. Sementara itu, untuk kondisi saat ini tidak begitu penting apakah pemerintah Irak mampu melaksanakan keputusan ini atau tidak, atau apakah pemerintah Amerika akan mengiringi Irak dalam kasus ini atau tidak. Surat keputusan ini memiliki nilai urgen dari beberapa sisi.

Donald Trump

Aspek penting pertama adalah kriminalitas Donald Trump dikonfirmasi oleh keputusan ini. Otoritas peradilan tertinggi Irak mengangkat masalah seperti itu. Dalam sebuah upacara untuk memperingati tiga tahun pembunuhan Syahid Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis yang diadakan di Baghdad, Faiq Zeidan, kepala Dewan Yudisial Tertinggi Irak, mengatakan bahwa tragedi kesyahidan para komandan kemenangan adalah kejahatan pengecut yang tidak memiliki dasar hukum.

Aspek lain dari pentingnya putusan tersebut adalah menegaskan bahwa Amerika Serikat, yang mengklaim memerangi terorisme adalah salah satu pendukung utama terorisme, karena perintah untuk membunuh dua komandan yang berperan penting dalam perang melawan terorisme di Suriah dan Irak dikeluarkan oleh presiden Amerika Serikat saat itu.

Poin penting lainnya adalah bahwa keluarnya keputusan ini membuktikan bahwa sistem peradilan Irak, tanpa terpengaruh tekanan asing dan tanpa takut tekanan Amerika, telah mengakui Donald Trump sebagai penjahat dan mengeluarkan surat perintah penangkapannya. Sehubungan dengan hal tersebut, Ketua Dewan Peradilan Tertinggi Irak mengatakan bahwa tanggung jawab peradilan Irak dalam menghukum para pelaku pembunuhan panglima kemenangan itu berkali-kali lipat, dan lembaga ini tidak akan segan-segan mengambil tindakan hukum terhadap siapapun yang terbukti terlibat dalam kejahatan ini.

Masalah penting lainnya adalah bahwa putusan semacam itu dikeluarkan atas kerja sama otoritas yudisial Iran dan Irak. Padahal, penyidikan terhadap pelaku pembunuhan para komandan perlawanan dilakukan oleh sistem peradilan Iran dan Irak. Kazem Gharibabadi, wakil urusan internasional Kehakiman dan sekretaris markas besar hak asasi manusia Iran, baru-baru ini menyatakan bahwa 94 orang Amerika, termasuk Trump, dituduh membunuh Syaid Soleimani dan rekan-rekan mereka, dan mengumumkan kerja sama sistem peradilan Iran dan Irak untuk menangani kejahatan ini dan berkata, "Komite gabungan antara badan peradilan kedua negara dibentuk tahun lalu. Tiga putaran pertemuan komite ini diadakan di Baghdad dan Tehran. Dalam kerangka komite bersama ini, diadakan pertukaran informasi dan dokumen yang sangat baik antara kedua lembaga peradilan, dan dokumen serta informasi ini membantu rekan-rekan yudisial kami untuk menyelesaikan penyelidikan mereka."

Kerja sama ini mengindikasikan bahwa kedua negara serius menindaklanjuti secara hukum pelaku kejahatan teror terhadap para komandan muqawama dan diharapkan dalam waktu dekat akan dirilis hukum dan keputusan lain bagi para pelaku. (MF)