Transformasi Asia Barat, 14 Januari 2023
Dinamika di negara-negara Asia Barat pekanl lalu diwarnai sejumlah isu penting di antaranya; Operasi Kontra-Intelijen Pejuang Palestina di Tubuh Militer Israel.
Selain itu, masih ada isu lainnya seperti; Kekerasan Al Saud Berlanjut, 35 Aktivis Perempuan Saudi Dipenjara, UEA Protes Politisasi Kasus Senjata Kimia di Suriah, Ansarullah: Kami Tidak Punya Pilihan Selain Balas Arab Saudi dan UEA, Hadi Al Ameri: Ekonomi Irak Tak Mandiri karena AS, Menteri Zionis Bersikeras Serbu Masjid Al Aqsa Lagi, Ini Syarat Presiden Suriah jika Pejabat Turki Ingin Bertemu,Menlu Lebanon: Kami Hadapi Tekanan Asing saat Manfaatkan Bantuan Iran.
Operasi Kontra-Intelijen Pejuang Palestina di Tubuh Militer Israel
Untuk pertama kalinya operasi kontra-intelijen pejuang Palestina, terhadap Dinas Intelijen dan Keamanan Internal Rezim Zionis, Shin Bet, terungkap.
Dikutip stasiun televisi Al Jazeera, Jumat (6/1/2023) malam, seorang pejuang Palestina menyamar sebagai mata-mata Israel, dan berhasil menipu aparat keamanan Rezim Zionis, serta mengumpulkan informasi berharga untuk kelompok perlawanan Palestina.
Mata-mata yang anggota Brigade Al Quds, sayap militer Jihad Islam, dan diberi nama samaran Tentara 106 itu, setelah berbulan-bulan berkomunikasi secara rahasia dengan para perwira intelijen Israel, akhirnya bisa bertemu mereka di perbatasan dan mendapatkan pelatihan.
Pejuang Palestina itu kemudian dibawa ke dalam sebuah kendaraan mirip minibus di perbatasan Jalur Gaza, lalu diminta mengenakan seragam militer dan pergi bersama petugas intelijen Israel.
Setelah meninggalkan Jalur Gaza, Tentara 106 bertemu dengan seorang perwira intelijen Rezim Zionis bernama Adam, dengan nama samaran Abu Khaled, dan diajari metode spionase olehnya untuk memata-matai Brigade Al Quds.
Di tengah ketatnya penjagaan keamanan militer Israel, pejuang Palestina itu berhasil mengelabui petugas Rezim Zionis, dan mengambil gambar seorang perwira senior intelijen Israel di sebuah restoran di kota Al Quds.
Bukan saja berhasil mengungkap identitas asli perwira intelijen Israel tersebut, pejuang Palestina ini bahkan berhasil menggagalkan upaya teror Israel, terhadap salah satu komandan Brigade Al Quds, lalu kembali dengan selamat ke Jalur Gaza.
Kekerasan Al Saud Berlanjut, 35 Aktivis Perempuan Saudi Dipenjara
Arab Saudi melanjutkan kekerasannya terhadap perempuan di negara ini. 35 aktivis perempuan Arab Saudi dijatuhi hukuman 11 tahun penjara.
Arab Saudi adalah salah satu negara yang memiliki catatan paling hitam di bidang hak-hak perempuan. Menurut indeks wanita, perdamaian dan keamanan 2019, Arab Saudi menempati peringkat terbawah di dunia.
Menurut indeks ini, meskipun tingkat pendidikan perempuan meningkat cepat dan akses ke perawatan kesehatan meningkat, namun partisipasi perempuan di pasar tenaga kerja masih sangat rendah.
Dalam beberapa tahun terakhir, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammad bin Salman mengambil beberapa langkah di bidang perempuan, namun langkah tersebut kebanyakan bersifat instrumental.
Reformasi tersebut mencakup hak untuk mengemudi, hak untuk menghadiri konser dan stadion, dan hak untuk bepergian sendiri. Hak-hak seperti ini telah diberikan kepada perempuan di negara-negara lain selama beberapa dekade lalu.
Mohammed bin Salman telah membuat banyak keributan untuk reformasi ini, tetapi langkah ini hanyalah kulit terluar dari reformasi, dan kekerasan terhadap perempuan terus berlanjut secara terstruktur dan terarah.
Rezim Al Saud telah mengintensifkan keputusan-keputusan hukuman kejam terhadap para aktivis perempuan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk pemenjaraan dalam jangka waktu yang lama.
Kepala Pemantauan dan Komunikasi ALQST untuk Organisasi Hak Asasi Manusia yang berbasis di London, Lina Alhathloul, mengatakan, sistem penindasan masih berlanjut di Arab Saudi.
"Perkembangan hak-hak perempuan dalam beberapa tahun terakhir dengan apa yang para perempuan Arab Saudi inginkan masih jauh. Kami ingin hidup tanpa rasa takut di Arab Saudi dan dapat menuntut hak-hak kami," kata Lina.
Pernyatan Lina tersebut menunjukkan bahwa perempuan di Arab Saudi masih hidup dalam lingkungan yang penuh ketakutan dan kecemasan. Sistem dan struktur Arab Saudi juga keras terhadap perempuan.
Meskipun Mohammed bin Salman melakukan reformasi untuk para wanita Arab Saudi, namun represi politik telah membuktikan kebohongan dan penipuan Putra Mahkota Arab Saudi yang hanya berusaha untuk lebih dekat dengan masyarakat Barat itu.
Tindakan keras terhadap para pembela hak perempuan terkemuka di Arab Saudi meluas pada 2018 ketika mereka menyerukan diakhirinya sistem perwalian laki-laki. Dengan kata lain, meski perempuan Arab Saudi diberi kebebasan terbatas dan mendasar, namun para pembela hak perempuan terus ditekan.
Tidak ada statistik pasti tentang wanita yang ditangkap karena mengungkapkan pendapatnya, tetapi menurut beberapa laporan, setidaknya 100 wanita dipenjara karena tuduhan ini.
Terlepas dari klaim bahwa ada perubahan status perempuan Arab Saudi, namun faktanya hak politik perempuan di negara ini belum diberikan. Organisasi Hak Asasi Manusia Arab Saudi-Eropa juga menolak klaim rezim Al Saud tentang perubahan perlakuan terhadap perempuan dan peningkatan status hukum mereka serta klaim perlindungan kebebasan. Organisasi ini menegaskan bahwa klaim tersebut bertentangan dengan dokumen dan fakta di lapangan.
Anehnya, meski memiliki catatan hitam di bidang HAM, khususnya masalah hak-hak perempuan, Arab Saudi mengklaim mendukung hak-hak perempuan di negara-negara lain, termasuk di Republik Islam Iran. Padahal perempuan di Republik Islam Iran telah lam memiliki dan menikmati hak sosial dan politik tingkat tertinggi.
UEA Protes Politisasi Kasus Senjata Kimia di Suriah
Wakil tetap Uni Emirat Arab di PBB, memprotes berlanjutnya upaya politisasi kasus senjata kimia Suriah, di Dewan Keamanan PBB.
Lana Zaki Nusseibeh, Sabtu (7/1/2023) meminta seluruh pihak untuk mematuhi aturan dasar Organisasi Pelarangan Senjata Kimia, OPCW termasuk bersepakat untuk mencegah politisasi.
Dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB yang membahas kasus senjata kimia di Suriah, Wakil tetap UEA menuturkan, "UEA berulangkali mengecam penggunaan senjata kimia di mana pun, kapan pun, oleh negara mana pun, dan dalam kondisi apa pun, pasalnya penggunaan senjata semacam ini merupakan pelanggaran tegas terhadap isi konvensi-konvensi senjata kimia dan hukum internasional."
Wakil tetap UEA di PBB juga mneyinggung kemajuan signifikan kasus senjata kimia di Suriah, dan meminta seluruh pihak untuk melakukan perundingan yang konstruktif.
Sampai saat ini pemerintah Suriah sudah berulangkali membantah penggunaan senjata kimia yang dituduhkan Barat, dan menyebutnya sebagai tuduhan yang tidak nyata.
Skenario untuk merekayasa penggunaan senjata kimia oleh pemerintah Suriah, merupakan konspirasi negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat guna "menyerang" Damaskus.
Ansarullah: Kami Tidak Punya Pilihan Selain Balas Arab Saudi dan UEA
Koalisi agresor yang dipimpin Arab Saudi bersama Uni Emirat Arab dan Amerika Serikat meningkatkan tekanan blokade terhadap Yaman, yang memicu tanggapan dari Ansarullah.
Setelah enam bulan gencatan senjata di Yaman dan lebih dari dua bulan negosiasi dengan koalisi Saudi untuk kesepakatan baru guna mencabut blokade bandara dan pelabuhan serta membayar gaji pegawai negara, ternyata hasil negosiasi tersebut mengecewakan pihak Yaman. Sebab koalisi Saudi mengabaikan ketentuan gencatan senjata dengan tipu muslihat.
Situs berita Ansarullah dalam sebuah laporan hari Minggu (8/1/2023) mengumumkan bahwa rakyat Yaman tidak akan membiarkan blokade diperpanjang dan negara-negara agresor akan menerima balasan atas tindakannya terhadap rakyat Yaman.
Tujuan gencatan senjata untuk koalisi Saudi hanyalah agar Ansarallah tidak akan melakukan operasi militer baru jauh di dalam Arab Saudi.
Pada saat yang sama, blokade yang diberlakukan oleh koalisi Saudi di darat, laut dan udara Yaman telah menyebabkan bencana bagi rakyat Yaman..
Mehdi Al-Mashat, Kepala Dewan Tinggi Politik Yaman mengatakan, bangsa Yaman tidak punya pilihan selain melanjutkan operasi jauh ke dalam wilayah Arab Saudi dan UEA.
Arab Saudi, dengan dukungan Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, dan beberapa negara lainnya melancarkan agresi militer terhadap Yaman sejak Maret 2015 dan memblokade negara tersebut melalui darat, laut, dan udara.
Hadi Al Ameri: Ekonomi Irak Tak Mandiri karena AS
Ketua Aliansi Fatah di Parlemen Irak menganggap kenaikan nilai tukar dolar di Irak, karena ekonomi negara ini tidak mandiri, dan tergantung pada Amerika Serikat.
Hadi Al Ameri, Selasa (10/1/2023) malam mengatakan, "Dolar adalah senjata Amerika Serikat untuk menekan bangsa-bangsa dunia supaya terus kelaparan."
Dalam pertemuan dengan Duta Besar Prancis untuk Irak, Eric Chevalier, Hadi Al Ameri menjelaskan, "Karena cadangan dolar Bank Sentral Irak disimpan di Federal Reserve AS, maka Irak tidak punya kemandirian ekonomi. Semua orang tahu bagaimana AS menggunakan dolar sebagai senjata untuk membuat bangsa-bangsa dunia terus kelaparan."
Ia menambahkan, "Perusahaan-perusahaan Prancis harus menanamkan investasi di Irak, dan ikut serta dalam merealisasikan proyek-proyek besar pelayanan dan strategis, sehingga turut memajukan infrastruktur Irak."
Pejabat Irak ini menegaskan, "Investasi merupakan mekanisme nyata untuk mengatasi masalah pengangguran, dan dapat membuka lapangan pekerjaan."
Di sisi lain Dubes Prancis untuk Irak, mengaku pemerintah Paris mendukung Irak, dalam mewujudkan keamanan dan stabilitas, dan perusahaan-perusahaan Prancis, juga menyambut peningkatan aktivitas di negara ini.
Menteri Zionis Bersikeras Serbu Masjid Al Aqsa Lagi
Menteri Keamanan Internal Rezim Zionis yang terkenal ekstrem, bersikeras untuk kembali melakukan pelecehan terhadap kesucian Masjid Al Aqsa.
Itamar Ben Gvir, Kamis (12/1/2023) seperti dikutip Pusat Informasi Palestina mengatakan, "Tujuan dari memasuki Masjid Al Aqsa adalah membuktikan bahwa kami tidak takut pada ancaman Hamas, dan langkah ini harus kembali dilakukan."
Seminggu yang lalu Ben Gvir di minggu pertamanya bekerja sebagai Menteri Keamanan Internal Rezim Zionis, bersama sekelompok Zionis, didukung aparat keamanan, memasuki Masjid Al Aqsa, dan melecehkan masjid ini.
Salah satu anggota Parlemen Rezim Zionis, Knesset merespon pelecehan Ben Gvir terhadap Masjid Al Aqsa, dan menegaskan bahwa Ben Gvir karena takut pada Hamas, seperti maling memasuki Masjid Al Aqsa di malam hari.
Masjid Al Aqsa dikenal sebagai simbol asli identitas Islam dan Palestina, dan Rezim Zionis berusaha menghancurkannya, akan tetapi perlawanan rakyat Palestina, selalu menggagalkan upaya ini.
Ini Syarat Presiden Suriah jika Pejabat Turki Ingin Bertemu
Presiden Suriah Bashar al-Assad mengatakan, persyaratan untuk keefektifan pertemuan dengan pejabat Turki adalah diakhirinya pendudukan dan dukungan kepada terorisme.
Hal itu disampaikan Assad dalam pertemuan dengan Alexander Lavrentyev, Utusan Khusus Presiden Rusia pada hari Kamis (12/1/2023) ketika keduanya membahas situasi regional dan internasional.
Menurut kantor berita resmi Suriah, SANA, Assad dan Lavrentyev juga membahas hubungan strategis antara Rusia dan Suriah dan mekanisme peningkatan hubungan kedua negara dalam pertemuan tersebut.
"Perang politik dan media adalah perang paling parah saat ini dan masalah ini membutuhkan kejelasan dan stabilitas yang lebih besar dalam posisi politik. Oleh karena itu, Suriah mendukung operasi militer khusus Rusia di Donbass," kata Assad.
Presiden Suriah menegaskan, agar bermanfaat dan mencapai hasilnya, pertemuan-pertemuan ini harus didasarkan pada koordinasi dan perencanaan sebelumnya antara Suriah dan Rusia untuk mencapai tujuan dan hasil konkret yang diinginkan Suriah dari pertemuan tersebut. Oleh karena itu, pertemuan ini harus didasarkan pada prinsip nasional pemerintah dan rakyat Suriah berdasarkan diakhirinya pendudukan dan penghentian dukungan kepada terorisme.
Sementara itu, Utusan Khusus Presiden Vladimir Putin menekankan bahwa Moskow menghargai posisi konstruktif Damaksus sejak dimulainya operasi militer Rusia di Ukraina, dan banyak negara di dunia yang percaya pada kemenangan Rusia.
Lavrentyev menuturkan, meskipun ada tekanan dari Amerika Serikat dan sekutunya, namun mereka gagal untuk mengisolasi Rusia dan Suriah, dan perubahan cepat di dunia harus dimanfaatkan.
Pejabat Rusia ini menilai pertemuan para menteri pertahanan Rusia, Turki dan Suriah sebagai pertemuan yang positif. Lavrentyev mengatakan, Rusia yakin bahwa hal ini penting untuk melanjutkan pertemuan semacam itu dan menaikkannya ke tingkat menteri luar negeri.
Turki hingga sekarang masih mendukung kelompok-kelompok teroris yang bercokol di Suriah dan menduduki sejumlah wilayah negara Arab ini.
Menlu Lebanon: Kami Hadapi Tekanan Asing saat Manfaatkan Bantuan Iran
Menteri Luar Negeri Lebanon, Abdallah Bou Habib seraya menjelaskan bahwa Beirut menekankan stabilitas Iran mengatakan bahwa negara ini menghadapi tekanan asing untuk memanfaatkan bantuan Iran.
Menurut laporan FNA, Abdallah Bou Habib Jumat (13/1/2023) saat jumpa pers bersama Menlu Iran Hossein Amir-Abdollahian di Beirut seraya menjaskan bahwa Lebanon menginginkan stabilitas di Iran dan menolak intervensi asing di urusan internal Tehran, mengatakan, upaya baru untuk memanfaatkan bantuan Iran tengah berlangsung, tapi ada kendala dan tekanan dari pihak asing.
Ia juga menyinggung bahwa pandangan Iran dan Lebanon terkait kabinet Tel Aviv sama dan menjelaskan, "Kami mengecam aksi menteri keamanan dalam negeri Israel memasuki kompleks Masjid al-Aqsa, dan kami meminta komunitas internasional memikul tanggung jawabnya mencegah berlanjutnya aksi pelanggaran Israel ke Masjid al-Aqsa."
Menteri luar negeri Iran yang tiba di Beirut kemarin atas undangan resmi sejawatnya dari Lebanon untuk bertemu dengan pejabat tinggi negara ini, hari Jumat bertemu dan berunding dengan Abdallah Bou Habib.
Ini merupakan kunjungan ketiga Amir-Abdollahian ke Lebanon sejak menjabat sebagai menteri luar negeri Iran.