Transformasi Asia Barat, 4 Maret 2023
Dinamika di negara-negara Asia Barat pekan lalu diwarnai sejumlah isu penting, di antaranya; Organisasi HAM Bongkar Kejahatan Baru MBS.
Masih ada perkembangan dari negara-negara Asia Barat lainnya seperti;
- PM Yaman: Pengusiran Israel dari KTT Afrika Bentuk Perlawanan
- Economist: Saudi Berdamai dengan Negara yang Ingin Digulingkannya
- Ketua Parlemen Negara-Negara Arab Temui Presiden Suriah
- Hamas: Pertemuan Aqaba Lampu Hijau Peningkatan Kejahatan Zionis
- Hizbullah Sampaikan Solusi Krisis Lebanon
- UEA Berterimakasih pada Presiden dan Rakyat Rusia
- Pembangkangan Berlanjut, 180 Perwira Militer Zionis Mundur
- Takut Bersitegang dengan Iran, UEA Batalkan Lawatan PM Israel
- Pejabat Qatar: Tak Ada Satu pun Negara yang Ingin Perang dengan Iran
Organisasi HAM Bongkar Kejahatan Baru MBS
Organisasi hak asasi manusia internasional, DAWN merilis kasus baru tentang aksi penyiksaan sadis yang melibatkan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammad bin Salman (MBS) sebagi pihak yang memberi instruksinya.
Pada bulan November 2017, pejabat keamanan Arab Saudi menangkap lusinan pangeran, pejabat senior dan pengusaha yang merupakan operasi terbesar dan paling kontroversial dalam pemerintahan kontemporer negara ini.
Organisasi Hak Asasi Manusia Internasional, Dawn dalam sebuah laporan hari Sabtu (25/2/2023) mengungkapkan bahwa Menteri Arab Saudi, Mohammed bin Abdul Malik al-Sheikh menjadi pihak yang bertangggung jawab atas kasus penangkapan para pangeran dan pejabat Saudi yang dilakukan di bawah komando Putera Mahkota Mohammed bin Salman.
Menurut laporan ini, Al-Sheikh secara pribadi mengawasi penyiksaan terhadap setidaknya lima tahanan dan secara ilegal menyita aset pengusaha terkemuka Saudi dan mantan pejabat pemerintah dalam aksi penangkapan di Hotel Ritz Carlton.
Menurut Salem Al-Mazini, salah satu tahanan dari Hotel Ritz Carlton, Al-Sheikh adalah salah satu orang yang berpartisipasi langsung dalam penyiksaan tersebut.
Al-Mazini juga mengungkapkan bahwa sepuluh petugas dan individu yang terlibat dalam aksi penyiksaan ini adalah mereka yang terlibat dalam aksi pembunuhan Khashoggi.
Mohammed Al-Sheikh adalah penasihat dekat Mohammed bin Salman, yang ditunjuk sebagai kepala Organisasi Kekayaan Intelektual Saudi pada tahun 2008. Dia juga menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri, anggota Dewan Menteri dan anggota Dewan Urusan Ekonomi dan Pembangunan Arab Saudi.
PM Yaman: Pengusiran Israel dari KTT Afrika Bentuk Perlawanan
Perdana Menteri Penyelamatan Nasional Yaman menilai pengusiran delegasi rezim Zionis dari pertemuan puncak Uni Afrika adalah bentuk perlawanan terhadap Israel, dan penolakan terhadap normalisasinya.
Delegasi Israel baru-baru ini dikeluarkan dari KTT Uni Afrika ke-36 yang berlangsung di Adis Ababa, ibu kota Ethiopia.
Perdana Menteri Penyelamatan Nasional Yaman, Abdulaziz bin Habbour dalam sebuah wawancara eksklusif dengan reporter Iranpress di Sanaa hari Sabtu (25/2/2023) menyatakan bahwa poros perlawanan yang membentang dari Tehran, Baghdad, Damaskus, Beirut, Palestina dan Sanaa menjadi arus yang kuat dan bersatu.
Perdana Menteri Pemerintah Penyelamatan Nasional Yaman menekankan bahwa fokus perlawanan menolak dan mengutuk segala jenis normalisasi hubungan dengan rezim Zionis.
Pengusiran delegasi Israel dari KTT Uni Afrika di Ethiopia telah disambut oleh negara-negara pendukung Palestina.
Economist: Saudi Berdamai dengan Negara yang Ingin Digulingkannya
Surat kabar Inggris mengabarkan perubahan kebijakan regional Arab Saudi, dan mengatakan bahwa Riyadh berusaha melakukan rekonsiliasi dengan pemerintah Suriah dan Ansarullah Yaman, yang berusaha digulingkannya.
Economist, Kamis (23/2/2023) menulis, "Saudi mengubah strateginya dari permusuhan dengan negara-negara kawasan, dan berusaha menggulingkan pemerintahan mereka seperti di Suriah dan Yaman, menjadi strategi rekonsiliasi."
Koran Inggris tersebut menambahkan, "Diplomat-diplomat sangat jarang sekali mengakui kekalahan, akan tetapi hal ini dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Saudi pada 18 Februari lalu, dalam Konferensi Keamanan Munich."
Menlu Saudi Faisal bin Farhan dalam Konferensi Keamanan Munich mengatakan, "Upaya untuk mengucilkan Presiden Suriah Bashar Al Assad, sudah hampir berakhir. Terdapat sebuah konsensus bahwa kondisi ini tidak bisa lagi diteruskan."
Menurut Economist, Saudi mengeluarkan biaya puluhan miliar dolar untuk menggulingkan pemerintah Assad di Suriah, dan Ansarullah di Yaman, dan kemungkinan Riyadh mengakui kekalahan upaya ini.
Economist menyebut Saudi sebagai salah satu negara pertama yang mendukung pemberontakan melawan Assad di Suriah, dan sejak tahun 2013 mengirim senjata dan uang untuk pemberontak di Suriah.
Di sisi lain, kata Economist, Saudi juga mengeluarkan dana puluhan miliar dolar untuk perang di Yaman, dan Riyadh setiap minggu diperkirakan menghabiskan uang sebesar satu miliar dolar untuk perang di Yaman.
Akan tetapi, imbuhnya, saat ini Saudi sedang berunding guna mencapai kesepakatan yang memberi kesempatan baginya untuk keluar dari Yaman.
Kesepakatan yang tidak memastikan Ansarullah terguling dari kekuasaan di Yaman, atau menyebabkan perang berakhir, tapi kesepakatan yang membuat Saudi yakin tidak ada lagi pengiriman drone, dan rudal dari Yaman.
Ketua Parlemen Negara-Negara Arab Temui Presiden Suriah
Ketua Parlemen sejumlah negara Arab, memasuki Damaskus, dan bertemu dengan Presiden Suriah, hal ini tidak pernah terjadi sejak 12 tahun lalu.
Kantor Kepresidenan Suriah, Minggu (26/2/2023) mengumumkan, Ketua Parlemen Irak, Uni Emirat Arab, Yordania, Palestina, Libya, Mesir, dan Ketua Delegasi Oman dan Lebanon, hari ini bertemu dengan Presiden Bashar Al Assad di Damaskus.
Sejumlah Ketua Parlemen negara-negara Arab yang sejak sehari sebelumnya tiba di Damaskus, untuk menghadiri pertemuan Uni Antar-Parlemen Arab, menekankan dukungan atas Suriah, dan perlawanan negara ini.
Sebelumnya Ketua Parlemen Irak, meminta negara-negara Arab untuk mengambil keputusan akhir terkait kembalinya Suriah ke dalam komunitas negara-negara Arab.
"Keputusan akhir terkait kembalinya Suriah ke komunitas negara-negara Arab dapat membuka kesempatan bagi Damaskus untuk memainkan peran signifikan di tengah negara-negara Arab, kawasan dan dunia," katanya.
Hamas: Pertemuan Aqaba Lampu Hijau Peningkatan Kejahatan Zionis
Juru bicara gerakan perlawanan Islam Palestina, Hamas menekankan bahwa pertemuan keamanan Aqaba memberikan lampu hijau bagi rezim Zionis untuk meningkatkan kejahatannya terhadap Palestina.
Pertemuan Aqaba diadakan di Yordania pada hari Minggu dengan kehadiran pejabat Israel, Amerika Serikat, Mesir, Otoritas ramallah dan negara tuan rumah.
Kelompok perlawanan Palestina memandang pertemuan Aqaba digelar bukan untuk kepentingan bangsa Palestina, tetapi demi melayani kepentingan rezim Zionis.
Menurut saluran TV Al-Mayadeen, Abdul Latif Al Qanou, Juru Bicara Hamas hari Senin (27/2/2023) mengatakan, "Pertemuan Aqaba memberi Israel lampu hijau untuk melakukan lebih banyak kejahatan."
"Pasukan keamanan Nablus harus bergabung dengan bangsa kita dalam menghadapi Zionis," ujar Al Qanou.
Ia menilai perimbangan kekuatan yang diciptakan oleh Saif al-Quds masih berlaku dan rakyat Palestina bersatu menghadapi rezim Zionis.
"Karena peristiwa yang terjadi di Hawara, Jalur Gaza juga dalam kondisi siaga untuk intifada baru," tegasnya.
Juru bicara Hamas juga menekankan, "Kami tidak akan membiarkan rezim Zionis dan Nazi fasis ini melakukan kejahatan terhadap warga Palestina di bidang apa pun yang diinginkannya. Oleh karena itu, satu-satunya pilihan bangsa Palestina adalah perlawanan, dan perlawanan adalah senjata sah bangsa Palestina,".
Pada Rabu pagi, dengan dalih menangkap beberapa warga Palestina, rezim Zionis menyerbu kota Nablus di Tepi Barat dan bentrok dengan warga Palestina, yang mengakibatkan 11 warga Palestina gugur dan 102 lainnya luka-luka.
Hizbullah Sampaikan Solusi Krisis Lebanon
Wakil Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon memandang pemilihan presiden baru sebagai jalan keluar dari krisis di negara ini.
Para anggota parlemen Lebanon telah mencoba berkali-kali untuk memilih pengganti Michel Aoun setelah masa jabatan enam tahunnya sebagai presiden berakhir. Tetapi mereka selalu gagal yang menimbulkan kekhawatiran tentang intensifikasi krisis politik di Lebanon.
Menurut saluran berita Al Manar pada hari Rabu (1/3/2023), Sheikh Naim Qassem, Wakil Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon mengatakan bahwa satu-satunya cara untuk menyelamatkan Lebanon adalah dengan memilih seorang presiden baru sehingga langkah lain dapat diambil untuk membentuk pemerintahan yang dapat melaksanakan program penyelamatan nasional.
Wakil Sekretaris Jenderal Hizbullah menunjukkan bahwa Lebanon memiliki kemampuan untuk berdiri dan memperbaiki situasi.
Ia juga menyinggung keinginan beberapa orang yang berpandangan negatif dan berpaling dari pemahaman tentang pemilihan presiden.
"Dersikeras pada posisi demikian meski tidak membuahkan hasil, akan menghambat pemilihan presiden dan menunda proses tersebut," ujar Sheikh Qassem
Ia juga menekankan tidak ada gunanya mengharapkan pihak asing, dan tidak ada cara lain kecuali dialog dan mengurangi kondisi serta mengutamakan kepentingan rakyat daripada kepentingan pribadi.
UEA Berterimakasih pada Presiden dan Rakyat Rusia
Duta Besar Uni Emirat Arab untuk Rusia, mengatakan bahwa Abu Dhabi berkomitmen pada kemitraan di semua bidang dengan Rusia, dan ia berterimakasih pada Presiden dan rakyat negara itu.
Mohammad Ahmed Al Jaber, Kamis (2/3/2023) mengapresiasi, dan mengaku percaya bahwa hubungan bilateral UEA dan Rusia, dapat ditingkatkan lebih dari sebelumnya.
Ia menambahkan, "Dengan tulus saya sampaikan terimakasih kepada Presiden Rusia Vladimir Putin yang menghargai kerja-kerja diplomasi, sebuah kehormatan besar bagi saya, saya benar-benar berterimakasih pada pemerintah dan rakyat Rusia, karena dukungan totalnya. Saya bangga karena memiliki lencana persahabatan sebagai hasil kerja bersama rekan-rekan saya, dan Rusia dalam memperkuat hubungan bersahabat dua negara."
Pada hari Senin lalu, Presiden Rusia menganugerahkan lencana persahabatan kepada Dubes UEA, karena peran aktifnya dalam memperkuat hubungan bilateral dua negara.
Di sisi lain, surat kabar Financial Times mengabarkan tekanan negara-negara Barat terhadap UEA dan menulis, "Negara-negara Barat sedang memaksa UEA untuk menyetop ekspor beberapa komoditas elektronik ke Rusia, karena menurut mereka barang-barang itu dapat digunakan dalam industri militer, dan karena itu pula baru-baru ini pejabat Amerika Serikat, Uni Eropa dan Inggris berkunjung ke UEA."
Pada saat yang sama, Financial Times mengabarkan bahwa UEA juga menunjukkan minat yang sangat besar untuk mengimpor produk-produk minyak dari Rusia.
Pembangkangan Berlanjut, 180 Perwira Militer Zionis Mundur
Fenomena pembangkangan di tubuh Militer Rezim Zionis sebagai protes atas kebijakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, terus berlanjut, kali ini 180 perwira Pasukan Cadangan Angkatan Udara mengumumkan mundur dari militer.
Dikutip situs Al Arabi Al Jadeed dari stasiun televisi Israel, KAN, Kamis (2/3/2023) 180 perwira Unit Kewaspadaan Angkatan Udara Rezim Zionis dalam suratnya untuk komandan mereka mengaku tidak akan melanjutkan tugas kemiliteran untuk memprotes undang-undang reformasi peradilan.
Para perwira militer Rezim Zionis itu menyerahkan surat pengunduran diri mereka ke Menteri Perang Israel, Yoav Gallant, dan Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Israel, Mayjen Herzi Halevi.
Sehari sebelumnya terjadi bentrokan keras di Tel Aviv antara aparat keamanan dengan para demonstran yang memprotes kebijakan Benjamin Netanyahu, dan untuk pertama kalinya setelah delapan minggu, unjuk rasa berujung kerusuhan.
Minggu lalu, 100 perwira dari Unit Operasi Khusus, Dinas Intelijen Militer Rezim Zionis, Aman, dalam suratnya mengumumkan, jika program yang digagas Netanyahu disahkan secara penuh, maka mereka akan keluar dari kemiliteran.
Selain itu, ratusan perwira, dan tentara Unit Spionase Siber (Unit 8200) Rezim Zionis, mengumumkan protes atas Netanyahu, dan menolak melanjutkan tugas mereka.
Menurut situs Arab48 fenomena ini secara mendasar akan memberikan pengaruh negatif pada kemampuan Militer Rezim Zionis dalam melaksanakan tugas, sementara 70 persen kemampuan perang Rezim Zionis ada di pundak pasukan cadangan.
Takut Bersitegang dengan Iran, UEA Batalkan Lawatan PM Israel
Uni Emirat Arab telah membatalkan atau menunda sedikitnya lima kali lawatan Perdana Menteri Rezim Zionis ke negara itu, sejak tahun 2020, karena takut bersitegang dengan Iran.
Situs berita Amerika Serikat, Axios, Kamis (2/3/2023) mengungkap alasan sebenarnya mengapa PM Rezim Zionis, Benjamin Netanyahu tidak melakukan kunjungan ke UEA pada bulan Januari 2023.
Tiga pejabat Israel yang dikutip Axios mengatakan, terakhir kali pada bulan Januari 2023, lawatan Netanyahu ke UEA dibatalkan, dan Kantor PM Israel menyebut alasannya karena masalah logistik.
Menurut sumber Axios, rencananya lawatan Netanyahu ke UEA akan dilakukan setelah penandatanganan "Kesepakatan Ibrahim" untuk menormalisasi hubungan Rezim Zionis-UEA.
Pihak UEA ingin lawatan PM Israel ke negaranya dipusatkan pada masalah hubungan bilateral, dan Kesepakatan Ibrahim, tapi Abu Dhabi khawatir Netanyahu akan menggunakan kesepakatan pidatonya untuk menyerang Iran.
Pada saat Netanyahu merebut tampuk kekuasaan di Israel, pada November 2022, ia mengatakan lawatan luar negeri pertamanya kemungkinan akan dilakukan ke UEA.
Akhir bulan Desember 2022, Kantor PM Israel menjelaskan terkait lawatan tersebut kepada media, dan menurutnya, kunjungan itu akan dilakukan minggu kedua bulan Januari 2023, namun kemudian dibatalkan.
Pejabat Qatar: Tak Ada Satu pun Negara yang Ingin Perang dengan Iran
Mantan Perdana Menteri Qatar mengatakan, tidak ada satu pun negara yang ingin terlibat peperangan dengan Republik Islam Iran.
Sheikh Hamad bin Jassim Al Thani, Jumat (3/3/2023) dalam wawancara dengan Bloomberg menuturkan, "Jika kita memiliki tantangan, dan sepakat bahwa Iran musuh pertama kita, lalu bagaimana menyelesaikan masalah ini ? Apakah kita ingin menyelesaikannya lewat perundingan langsung atau lewat perang ? tapi tidak ada satu pihak pun yang ingin perang, karena opsi ini tidak menguntungkan kita."
Ia menambahkan, "Ketakutan pertama saya bukan Iran. Ketakuan pertama bagi kami ada di kawasan, yaitu bagaimana kita bersikap."
Menurut mantan PM Qatar, perseteruan di antara negara-negara dunia harus diselesaikan dengan metode yang beradab.
"Saya pikir kita bisa mengontrol kegembiraan, kegagalan dan kemarahan kita. Kita bisa katakan bahwa kita memang punya masalah dengan negara tertentu, tapi masalah ini harus dikaji dengan metode yang beradab," katanya.
Sheikh Hamad bin Jassim menegaskan bahwa Qatar yang muncul sebagai mediator kuat di antara pihak-pihak yang berseteru, harus mengambil kendali proses mediasi ini.
"Baiklah, kita punya masalah dengan Iran. Kita duduk dengan mereka, dan membicarakan detail masalah ini lalu mencapai jalan keluar, pasalnya saya percaya di kawan Teluk (Persia), kita harus bekoordinasi dengan Iran, Irak dan negara PGCC lain, kita harus hidup bersama," pungkasnya.