Distribusi Kematian Bukan Makanan di Gaza; Petugas Keamanan AS Menyerang Warga Kelaparan
-
Warga Gaza antre makanan
Pars Today - Genosida di Gaza terus berlanjut, kali ini Zionis juga menggunakan senjata bernama kelaparan untuk melengkapi tragedi ini dengan bantuan bom mereka.
Kelaparan di Gaza telah mencapai puncaknya. Warga menghadapi kekurangan pangan, dan tentu saja anak-anak menjadi korban utama. Pingsan dan jatuh di jalanan Gaza telah menjadi hal yang biasa, dan semua orang mencari makan. Namun ketika warga Palestina mencari makanan, respons yang mereka terima adalah peluru dan pembunuhan.
Kantor Hak Asasi Manusia PBB mengumumkan pada hari Rabu (23/07/2025) bahwa lebih dari seribu warga Palestina telah gugur di tangan pasukan pendudukan sejak Mei lalu saat menerima makanan di Gaza. Sebagian besar di dekat pusat distribusi bantuan Amerika yang didukung oleh rezim Zionis Israel.
Gambaran situasi sulit yang dialami warga Gaza oleh para saksi yang berada di lokasi kejadian merupakan bukti lain dari upaya AS dan Israel untuk memicu genosida di daerah ini.
Dalam hal ini, menurut laporan Pars Today mengutip IRNA, seorang petugas keamanan AS mengakui bahwa tentara AS menargetkan warga Palestina di pusat distribusi bantuan di Gaza.
Pria yang tidak disebutkan namanya itu mengatakan bahwa pasukan keamanan AS menembak warga Palestina di pusat distribusi bantuan untuk memaksa mereka pergi. Dalam wawancara dengan Channel 12 Israel, tentara AS itu mengatakan bahwa para pejabat di pusat-pusat bantuan memperlakukan warga Gaza dengan buruk dan membahayakan mereka.
Tentara AS, yang bertugas di militer AS selama 25 tahun, menambahkan bahwa dirinya telah melihat dengan mata kepalanya sendiri pasukan keamanan AS menyemprotkan merica kepada seorang warga Palestina yang sedang mengumpulkan makanan dari tanah, meskipun warga Palestina tersebut tidak menimbulkan ancaman bagi pasukan keamanan AS.
Petugas keamanan AS itu mencatat bahwa dalam insiden lain, sebuah granat kejut langsung mengenai seorang perempuan Palestina, membuatnya pingsan dan jatuh ke tanah.
Mencari makanan di zona kematian
Sementara itu, Mohammed Al-Siqli, salah satu aktivis Kampanye Membongkar Politik Kelaparan, mengatakan kepada reporter televisi Al-Alam, Di abad ke-21, kita dikejutkan oleh kelaparan yang melanda Gaza. Kelaparan parah telah mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya dan puluhan orang telah kehilangan nyawa akibat kelaparan ini. Rakyat Gaza, termasuk perempuan, lansia, dan anak-anak, berjatuhan di jalanan karena kekurangan makanan, dan terjadi malnutrisi parah di antara anak-anak, perempuan, dan lansia. Anak-anak tidak bisa tidur karena kelaparan, dan lansia serta anak muda sekarat di pasar.
Ia menambahkan, Orang-orang terpaksa pergi ke daerah-daerah di mana militer Zionis ditempatkan untuk mendapatkan makanan, sehingga dalam kondisi terbaik sekalipun, mereka tetap saja mati syahid atau terluka.
Roti dari rumput dan pakan ternak
Tareq Abu Azzoum dari Al Jazeera di Gaza adalah saksi lain yang mengatakan bahwa para ibu menggiling biji-bijian kering, pakan ternak, dan bahkan rumput untuk membuat sesuatu seperti roti bagi anak-anak mereka. Ini adalah kenyataan yang menggambarkan bencana yang sunyi tapi mematikan.
Ia menambahkan bahwa saya telah menyaksikan para ibu menggiling kacang-kacangan dan pakan ternak untuk membuat roti bagi anak-anak mereka. Warga Gaza mengatakan bahwa apa yang terjadi bukan sekadar krisis kemanusiaan, tetapi akibat langsung dari kebijakan militer Israel untuk membuat penduduk di wilayah ini kelaparan massal.
Perburuan di Gaza
Wali Kota Gaza juga mengatakan dalam sebuah wawancara dengan FNA, Pasukan Israel memaksa rakyat Gaza yang kelaparan berjalan berkilo-kilometer untuk mendapatkan makanan, tapi alih-alih makanan, mereka justru mendapatkan peluru Israel. Ini bukan lagi sekadar pengepungan, ini adalah perburuan.
Segenggam "kulit dan tulang"
Dr. Nick Maynard, seorang ahli bedah relawan Inggris di Rumah Sakit Nasser di Khan Yunis, juga mengatakan, Situasi rakyat, terutama anak-anak, di Gaza sangat tidak manusiawi dan memprihatinkan. Anak-anak di daerah ini badannya terlihat jauh kecil dari usia mereka karena kelaparan, bahkan mengatakan bahwa mereka hanya tinggal "kulit dan tulang" pun tidak dapat menggambarkan situasi saat ini dengan tepat.(sl)