Untuk Apa Rantai Belenggu Ini?
-
Imam Sajjad as
Abdul Malik Marwan, Khalifah Bani Umayah memerintahkan agar Ali bin Husein Imam Sajjad as ditangkap dan dibawa ke Syam. Para petugas khalifah membelenggu Imam Sajjad dengan rantai.
Syahab Zuhri salah satu sahabat Imam melihat Imamnya dalam kondisi seperti ini, meminta kepada para petugas untuk berbicara beberapa kata dengan beliau.
Zuhri maju ke depan dalam kondisi air matanya berlinang seraya berkata, “Imamku! Andai saja rantai belenggu ini ada pada badanku dan saya tidak melihat Anda dalam kondisi demikian.”
Imam Sajjad as tersenyum dan berkata, “Hai Zuhri engkau berpikir rantai-rantai ini menyebabkan aku tersiksa?”
Kemudian beliau melepaskan tangan dan kakinya dari rantai belenggu itu dan berkata, “Hai Zuhri setiap kali penderitaan mendatangimu, ingatlah penderitaan akhirat. Sehingga penderitaan itu tampak kecil dan hina di matamu. Tapi sekarang tenanglah, karena aku hanya dua manzil [tempat] saja bersama para petugas ini.”
Tiga hari kemudian, para petugas yang menangkap Imam Sajjad as kembali ke Madinah dalam kondisi ketakutan. Semuanya menanyakan kepada mereka tentang Imam Sajjad. Zuhri berkata kepada mereka, “Bukannya kalian telah membelenggu Ali bin Husein dengan rantai?”
Para petugas ini berkata, “Iya, tapi dia hanya dua tempat bersama kami. Namun kami tidak tahu bagaimana dia melepaskan dirinya dari rantai belenggu dan dia menghilang dari pandangan kami.”
Lelaki Pemanggul Karung
Imam Sajjad as sangat perhatian kepada orang-orang fakir dan miskin. Beliau tidak pernah membuat orang-orang miskin kembali dari rumahnya dengan kekecewaan. Selain itu, setiap malam beliau memanggul karung yang berisi uang dan makanan dan membawanya ke rumah orang-orang yang membutuhkan. Beliau menutupi wajahnya supaya tidak ada orang yang mengenalnya.
Mereka tidak tahu siapakah lelaki penuh kasih sayang yang tidak pernah melupakan mereka ini. Mereka bergembira setiap kali Imam Sajjad as mendatangi mereka dan berkata, “Lelaki pemanggul karung datang!”
Setelah Imam Sajjad as mencapai syahadah, tidak ada lagi seseorang yang mengurusi penderitaan orang-orang miskin ini dan memberikan uang dan makanan. Pada saat itu mereka baru mengetahui siapakah lelaki pemanggul karung itu.
Mengabdi Pada Orang Lain
Imam Sajjad setiap kali bepergian dalam keadaan tidak dikenal. Beliau pergi bersama karavan yang tidak mengenal beliau. Selama dalam safar, beliau selalu ikut berpartisipasi dalam mengerjakan pekerjaan yang ada seperti mengumpulkan ranting, menyiapkan makanan dan merawat hewan-hewan dan makan bersama para anggota karavan.
Dalam salah satu safar, ada seorang lelaki yang mengenal beliau dan berkata kepada yang lainnya, “Tahukah kalian siapakah teman seperjalanan kalian? Kalian yang seharusnya mengabdi kepadanya. Namun dia malah yang membantu kalian seperti seorang pembantu!”
Para anggota karavan mendatangi Imam Sajjad as dan mencium tangan dan wajahnya dan mengeluh, mengapa Imam tidak mengenalkan dirinya. Imam Sajjad as berkata, “Saya berada di antara kalian dengan cara tidak dikenal karena saya khawatir kalian menjadi repot dan tidak mengizinkan saya untuk mengabdi. Saya lebih suka bepergian semacam ini dan lebih nyaman.”
Thawaf Di Ka’bah
Thawus Yamani sedang mengawasi Imam Sajjad as dan memperhatikan gerakannya. Imam Sajjad pelan-pelan melangkah menuju ke arah ka’bah. Sampai tiba di sisi Hujr Ismail. Di sana beliau berdiri mengerjakan salat. Thawus Yamani berusaha agar Imam Sajjad tidak mengetahuinya bahwa dia sedang mendekatinya. Imam bersujud. Thawus penasaran ingin tahu doa apa yang dibaca Imam dalam sujud. Sehingga dia mengingatnya dan mengulanginya dalam salat-salatnya.
Dengan suara yang indah Imam Sajjad as mengatakan, “Ya Allah, hambamu yang hina telah mendatangi pintu rumah-Mu, hamba-Mu yang tak punya jalan keluar telah datang ke pintu rumah-Mu, hamba-Mu yang miskin telah datang ke pintu rumah-Mu, berikan jawaban kepada pemintanya ini.
Thawus Yamani menyimpan doa tersebut dalam ingatannya. Setelah itu, setiap kalian mengalami penderitaan dan kesedihan, dia mengulang-ulang doa ini dan penderitaannya langsung hilang.
Kerabat Yang Paling Baik
Imam Sajjad as dan Zuhri ilmuwan terkenal zaman itu sedang membahas berbagai masalah. Sampai pada pembahasan kesendirian dan jauh dari sanak keluarga karena kematian. Pada saat itu Imam Sajjad berkata, “Hai Zuhri! Bila semua manusia dan makhluk yang ada di bumi mati, maka aku tidak takut sama sekali. karena Quran bersamaku dan memberikan ketenangan padaku.
Zuhri berkata, “Ketika Imam Sajjad as membaca surat Fatihah, begitu sampai pada ayat “Maliki Yaumiddin” beliau mengulang-ulang ayat ini dimana tidak takut sama sekali untuk pingsan atau bahkan meninggal dunia.
Aku Tidak Bisa Mengucapkan Labbaik
Diriwayatkan bahwa ketika Imam Sajjad as siap mengerjakan salat, beliau mengalami kondisi aneh. Ketika berwudhu wajahnya memucat. Ketika beliau ditanya, mengapa wajahnya menjadi pucat? Beliau menjawab, “Tidakkah engkau tahu aku akan hadir di hadapan siapa?”
Begitu juga ketika beliau berdiri mengerjakan salat, badannya gemetaran dan ketika orang-orang menanyakan apa sebabnya, beliau berkata, “Apakah engkau tidak tahu ketika salat aku berada di hadapan siapa?”
Ibnu Ainiyah dalam perjalanan haji bersama Imam Sajjad as. Dia mengatakan, “Ketika Imam Sajjad siap melaksanakan ibadah haji dan sedang berihram, wajahnya menjadi pucat dan benar-benar gemetaran sedemikian rupa sehingga tidak mampu mengucapkan Labbaik.”
Saya bertanya kepada beliau mengapa Anda tidak mengucapkan Labbaik?”
Beliau menjawab, “Aku takut mengatakan Labbaik, dan jawaban yang datang dari Allah, La Labbaik.”
Menurut ucapan Ibnu Ainiyah, “Begitu Imam mengucapkan Labbaik, langsung jatuh.”
Dan dalam perjalanan itu Ibnu Ainiyah sering melihat Imam dalam kondisi seperti ini. (Emi Nur Hayati)
Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Sajjad as