Kondisi Pelaku Salat
(last modified Fri, 24 Mar 2017 09:02:08 GMT )
Mar 24, 2017 16:02 Asia/Jakarta
  • imam sajjad as
    imam sajjad as

Abu Hamzah Tsumali adalah salah seorang pecinta Imam Zainul Abidin [Sajjad] as.

Suatu hari Imam Sajjad as sedang mengerjakan salat. Jubah bagian pundak yang sebelahnya jatuh. Namun Imam as tidak mempedulikannya sampai salatnya selesai. Kemudian beliau merapikannya di atas pundaknya.

Abu Hamzah bertanya kepada Imam, “Wahai Putra Rasulullah Saw! Mengapa ketika salat Anda tidak merapikan jubah di atas pundak Anda?”

Imam Zainul Abidin as berkata, “Hai Abu Hamzah! Ingatlah, bahwa salat yang diterima oleh Allah adalah salat yang dilakukan dengan kehadiran hati. Oleh karena itu, ketika salat perhatian pelaku salat harus tertuju pada salat dan pemilik salat.”

Menyayangi Binatang

Imam Sajjad as sekitar dua puluh kali pergi dari Madinah ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dengan onta yang dimilikinya.

Selama bertahun-tahun sejak onta ini ada di bawah ikhtiarnya, beliau tidak pernah memukulnya, meski hanya sekali saja. Setiap kali ontanya tidak mau berjalan, Imam memukulkan cambuknya ke atas dan onta pun kembali meneruskan perjalanannya. Imam ditanya, “Bagaimana mungkin Anda tidak pernah mencambuk binatang ini meski hanya sekali?”

Imam Sajjad as menjawab, “Bila aku tidak takut pada qisas, maka aku pasti melakukannya. Namun takut pada qisas dan kemarahan Allah-lah yang menghalangiku melakukan hal ini.”

Dikatakan bahwa ketika Imam Sajjad as mencapai syahadah dan beliau dimakamkan, ontanya datang di sisi kuburan pemiliknya dan menempelkan kepala dan lehernya ke atas kuburan Imam dan merintih.

Orang-orang sedih melihat sikap onta ini. Mereka meminta kepada Imam Baqir as, putra dan pengganti Imam Sajjad as untuk mencarikan jalan keluar. Imam Baqir mendekati onta itu dan membelainya seraya berkata, “Cukup! Sudah jangan merintih. Bangkit dan pergilah!”

Onta itu bangkit dan pergi. Namun setelah beberapa saat kemudian dia datang kembali dan merintih lagi. Kali ini Imam Baqir as meminta onta itu agar meninggalkan tempat itu. Namun onta itu tidak mau melakukannya. Imam Baqir as berkata kepada masyarakat, “Biarkanlah dia. Dia sedang melakukan perpisahan dengan orang yang menjadi pemiliknya selama bertahun-tahun dan menyayanginya.”

Onta itu berhari-hari berada di kuburan Imam Sajjad as sampai akhirnya dia mati di sana karena sedih berpisah dengan pemiliknya.

Inilah Tasbih Yang Besar

Karavan haji memperhatikan, kapan Ali bin Husein as berangkat, sehingga mereka bisa berangkat juga bersama beliau. Akhirnya karavan haji pergi juga dan orang-orang Mukmin menuju ke Mekah. Kali ini, Said bin Musayyib lebih perhatian pada tingkah laku Imam Sajjad as daripada yang lainnya. Di setiap tempat peristirahatan, Imam Zainul Abidin [Sajjad] as selalu mengerjakan salat dua rakaat.

Di salah satu tempat peristirahatan, sebagaimana biasanya, Imam menuju ke sebuah sudut dan mengerjakan salat. Said bin Musayyib benar-benar perhatian pada tingkah laku Imam dan dia menikmati salat beliau. Imam Sajjad as telah menyelesaikan salatnya dan bersujud. Tiba-tiba batu, tanah, pohon dan tumbuhan bersama-sama bertasbih dan suasananya menjadi seru. Orang-orang seperjalanan dengan Imam Sajjad as menjadi ketakutan. Mereka tidak bisa mempercayai kejadian ini. Mereka shok dan memandang Imam as. Imam mengangkat kepalanya dari sujud dan berkata, “Inilah tasbih yang besar.”

Pelajaran Tawadhu

Seseorang dengan wajah sedih dan hati yang penuh luka mendatangi Imam Zainul Abidin as dan berkata dengan bahasa keluhan, “Aku merasa sakit hati kepada orang-orang yang aku perlakukan dengan baik, tapi mereka menzalimi aku dan tidak menghargai kebaikan-kebaikanku.”

Imam Sajjad as berkata, “Bila engkau ingin bebas dari masalah ini, pertama jagalah mulutmu dan jangan ceritakan segalanya kepada siapa saja. Setelah itu, anggaplah semua orang muslim sebagai keluargamu sendiri. Yakni orang yang lebih tua darimu anggaplah sebagai ayahmu dan orang yang lebih kecil darimu anggaplah sebagai anakmu dan orang yang sebaya denganmu anggaplah sebagai saudaramu. Dengan demikian, engkau tidak akan sakit hati akan tingkah laku dan ucapan mereka, sebagaimana engkau tidak akan sakit hati dari anggota keluargamu.”

Kemudian beliau melanjutkan, “Setiap kali engkau menganggap dirimu lebih baik dari orang muslim lainnya, karena godaan dan waswas setan, maka bila orang itu lebih tua darimu, katakan pada dirimu, bagaimana mungkin aku lebih baik dari dia, sementara dia lebih tua, tentu saja amal kebaikannya lebih banyak dariku. Bila orang itu lebih kecil darimu, katakan pada dirimu, karena aku lebih tua darinya, tentu aku lebih banyak berdosa daripada dia. Bila usianya sebaya denganmu, maka katakan pada dirimu, aku yakin pada perbuatan dosaku, sementara terkait perbuatan dosanya aku ragu. Untuk itu, dia lebih baik dariku. Karena aku yakin akan perbuatan dosaku, sementara aku tidak tahu akan perbuatan dosanya.

Bila engkau melihat orang lain menghormatimu, anggaplah bahwa dirimu bukan orang yang layak mendapatkan penghormatan ini. Tapi katakan pada dirimu, penghormatan mereka dengan alasan karena menghormati orang lain adalah perbuatan yang baik. Dan setiap kali engkau melihat mereka tidak peduli padamu, katakan pada dirimu, sikap ini alasannya karena dosa dan kesalahan yang aku lakukan terhadap mereka.

Lelaki ini  tidak berbicara apa-apa karena selain dia merasa takjub pada ucapan Imam as, dia juga telah mendapatkan ketenangan. Namun Imam Sajjad mengakhiri ucapannya demikian, “Bila engkau menjaga aturan ini, maka teman-temanmu akan banyak dan musuhmu sedikit. Bila mereka berbuat baik padamu, engkau akan senang, dan bila mereka berbuat buruk terhadapmu, engkau tidak akan sakit hati.” (Emi Nur Hayati)

Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Sajjad as