May 13, 2017 16:20 Asia/Jakarta
  • Imam Jakfar Shadiq as
    Imam Jakfar Shadiq as

Imam Shadiq as pergi seperjalanan bersama sejumlah orang yang membawa banyak barang untuk dijual. Di tengah perjalanan dikabarkan bahwa segerombolan pencuri sedang berkumpul di sebuah tempat untuk merampok karavan. Mendengar kabar ini, orang-orang seperjalanan Imam Shadiq merasa ketakutan dan rasa ketakutan itu tampak di wajah mereka.

Imam Shadiq as berkata, “Apa yang membuat kalian sedih? Mengapa kalian begitu ketakutan.”

Mereka mengatakan, “Kami memiliki modal dan barang dagangan. Kami takut kehilangan. Mungkinkah kami titipkan kepada Anda? Bila para perampok tahu bahwa barang itu milik anda, mungkin mereka tidak akan tamak.”

Imam Shadiq as berkata, “Dari mana kalian tahu, boleh jadi mereka datang untuk merampok barang-barang saya? Dengan demikian, kalian akan kehilangan modal begitu saja.”

Mereka berkata, “Apa yang harus kami lakukan? Bagaimana menurut Anda bila barang-barang ini kami sembunyikan di bawah tanah?”

Imam Shadiq as berkata, “Hal ini malah menyebabkan kerusakan barang itu. Karena boleh jadi mereka tahu dan akan mengambilnya atau ketika kembali, kalian tidak menemukan tempatnya.”

Mereka berkata, “Lalu, apa yang harus dilakukan?”

Imam Shadiq as menjawab, “Serahkan kepada Zat yang menjaga dari setiap kerugian dan musibah. Dia memberikan nilai yang tinggi kepada setiap bagian dari barang itu sehingga nilainya lebih besar dari dunia dan apa yang ada di dalamnya. Dia akan mengembalikan barang-barang itu kepada kalian, di saat kalian benar-benar membutuhkannya.”

Mereka bertanya, “Siapakah dia?

Imam Shadiq as berkata, “Tuhan Semesta Alam”

Mereka bertanya, “Bagaimana caranya menyerahkan kepada Tuhan?”

Imam Shadiq as menjelaskan, “Sedekahkan kepada orang-orang miskin dan yang membutuhkan.”

Mereka berkata, “Di sini tidak ada orang miskin dan membutuhkan sehingga kita sedekahkan kepadanya.”

Imam Shadiq as berkata, “Ambillah keputusan untuk menyedekahkan sepertiga dari harta kalian sehingga Allah akan menjaga sisanya dari kejadian yang kalian khawatirkan.” Mereka pun menjalankan apa yang dianjurkan oleh Imam.

Imam Shadiq as berkata, “Sekarang harta kalian akan terjaga di sisi Allah dan lanjutkan perjalanan kalian.”

Mereka sedikit menempuh perjalanan, kemudian muncullah para perampok itu. Rasa ketakutan telah menyelimuti orang-orang seperjalanan Imam Shadiq as. Beliau berkata, “Kalian takut dengan apa lagi? Padahal kalian berada di bawah lindungan Allah.”

Begitu mata para perampok tertuju kepada Imam Shadiq as, mereka turun dari binatang  tunggangannya dan mencium tangan beliau dan berkata, “Tadi malam kami bermimpi melihat Rasulullah Saw dan beliau memerintahkan kami agar mengenalkan diri kepada Anda pada hari ini. Sekarang kami mengabdi kepada Anda supaya Anda aman dari bahaya para musuh dan perampok.”

Imam Shadiq as berkata, “Kami tidak membutuhkan kalian. Yang menjaga kami dari kalian, juga akan menjaga kami dari bahaya mereka.”

Para musafir telah menyusuri perjalanannya dengan selamat dan mereka telah menyedekahkan sepertiga dari hartanya. Mereka menjual barang dagangannya dengan untung yang banyak. Setiap dirham mendapatkan untung sepuluh kali lipat. Mereka saling berkata, “Betapa bagusnya cara yang diajarkan Imam as kepada kita.”

Imam Shadiq as berkata, “Sekarang kalian sudah paham tentang untung dan berkahnya bertransaksi dengan Allah? Setelah ini, lanjutkanlah cara ini.”

Bersedekah Dari Harta Yang Halal

Imam Shadiq as berkata, “Saya mendengar bahwa ada seorang lelaki Ahli Sunnah wal Jamaah sangat dipuji dan dihormati. Saya ingin melihatnya secara tidak dikenal. Kebetulan saya menemuinya di sebuah tempat. Masyarakat telah mengerubutinya, tapi dia menjauhkan diri dan menutupi wajahnya sampai di hidung. Saya memperhatikannya dan dia pisah dari masyarakat. Pada akhirnya orang-orang yang mengerubutinya meninggalkannya sendirian. Saya membuntutinya dan memperhatikan gerak geriknya. Dia sampai ke sebuah kios roti. Ketika pemilik kios lalai, dia mengambil dua bulatan roti dan pergi dari sana. Ketika bertemu dengan penjual delima, dia mencuri dua buah delima.

Saya merasa takjub, mengapa orang ini mencuri. Di tengah perjalanan akhirnya bertemu dengan orang yang sakit dan dia memberikan dua bulatan roti dan dua buah delima itu kepadanya. Saya membuntutinya sampai keluar kota. Ketika dia mau masuk ke dalam sebuah rumah, saya katakan, “Hamba Allah! Saya mendengar kabar tentang dirimu. Saya ingin melihatmu dari dekat. Tapi saya melihat sesuatu darimu sehingga saya tidak tertarik lagi.”

Dia bertanya, “Apa yang engkau lihat?”

Saya berkata, “Engkau mencuri dua bulatan roti dari tukang roti dan dua buah delima dari penjual delima.” Dia tidak lagi memberikan kesempatan saya untuk berbicara dan bertanya, “Siapakah engkau?” Saya jawab, “Aku adalah seorang dari keluarga Rasulullah Saw.” Dia menanyakan negeri saya, “Saya katakan, Madinah.” Dia berkata, “Mungkin engkau Jakfar bin Muhammad bin Ali bin Husein as.”

Saya jawab, “Iya.”

Dia berkata, “Apa faedahnya keterkaitan ini untukmu? Sementara engkau tidak mendapatkan keuntungan ilmu dari kakekmu?”

Aku tanya, “Dengan alasan apa?”

Dia berkata, “Engkau tidak tahu tentang ayat al-Quran ini bahwa Allah berfirman, “Barang siapa yang berbuat baik, maka dia mendapatkan pahala sepuluh dan barang siapa yang berbuat buruk, maka ia akan mendapatk siksa sesuai dengannya? Aku mencuri dua roti dan dua buah delima. Dengan demikian aku berbuat empat dosa. Tapi karena aku infakkan barang itu dan aku berikan kepada seorang yang sedang sakit. Dengan dalil ayat itu, aku memiliki empat puluh kebaikan. Ketika empat puluh dikurangi empat, maka aku masih punya tagihan tiga puluh enam kebaikan lainnya.”

Saya berkata, “Celakalah engkau!” Engkau tidak tahu tentang kitab Allah. Engkau tidak mendengar bahwa Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah menerima dari orang-orang yang bertakwa.”

Saya katakan, “Engkau mencuri dua roti dan dua buah delima, engkau telah berdosa empat. Karena engkau memberikannya kepada orang lain tanpa seizin pemiliknya, maka empat dosa lainnya lagi bertambah.” Dia melihat saya dengan jeli. Saya pun lewat di sampingnya dan melanjutkan perjalanan saya. (Emi Nur Hayati)

Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Ja’far Shadiq as

Tags