May 23, 2017 15:12 Asia/Jakarta
  • Imam Shadiq as
    Imam Shadiq as

Ali bin Abi Hamzah mengatakan:

Saya punya teman dan dia bekerja sebagai sekretaris di pemerintahan Bani Umayah. Suatu hari dia berkata kepada saya, mintakan izin kepada Imam Shadiq as sehingga saya bisa menemuinya.

Saya memintakan izin dan pada hari yang ditentukan, dia datang menemui Imam Shadiq as; duduk dan berkata, saya sebagai salah satu anggota di pemerintahan Bani Umayah. Di sana saya berhasil mengumpulkan banyak harta kekayaan. Dalam hal ini saya telah mengabaikan aturan Islam dan dengan tanpa rasa malu saya memungut setiap harta yang tidak halal.

Imam Shadiq as berkata, “Bila dalam mengelolah urusannya, Bani Umayah tidak menemukan orang-orang untuk mengabdi kepadanya, maka hak keluarga Rasulullah Saw tidak akan terinjak-injak.”

Kemudian dia berkata, “Apakah ada jalan keselamatan bagiku?”

Imam Shadiq as berkata, “Bila aku katakan, engkau mau mengamalkannya?”

Dia berkata, “Iya.”

Imam Shadiq as berkata, “Jauhkan darimu semua harta yang engkau dapatkan dari jalan yang haram. Yang engkau ketahui milik siapa, kembalikan kepada pemiliknya. Yang tidak engkau ketahui, sedekahkan kepada orang-orang miskin.  Dengan melakukan hal ini, aku akan menjamin surga yang abadi dan kebahagiaan yang kekal untukmu.”

Setelah teman saya mendengar ucapan Imam Shadiq as, dia diam dalam beberapa saat dan memikirkan ucapan beliau. Akhirnya dia mengambil keputusan dan dengan tegas mengatakan, “Saya akan menjalankan perintah Anda!”

Ali bin Abi Hamzah mengatakan, “Lelaki itu kembali ke Kufah bersama kami dan mengamalkan semua perintah Imam terkait semua harta yang dimilikinya bahkan bajunya sekali pun dan melepaskan semua harta yang dimilikinya. Kami sebagai teman-temannya mengumpulkan uang dan membeli baju untuknya dan sisa uang itu kami berikan kepadanya untuk kebutuhan sehari-harinya.”

Dia telah mengobati penyakit moralnya dengan menjalankan program pengobatan Imam Shadiq as. Dia telah mengendalikan penyakit ketamakannya. Dia telah bebas dari perbudakan harta. Dia telah mencapai keselamatan pikiran dan akhlak. Dia telah bebas dari karakter menginjak-injak hak orang lain.

Setelah kejadian ini, tidak sampai beberapa bulan, dia sakit. Teman-teman sering menjenguknya. Suatu hari saya datang dan dia sedang dalam sekarat. Dalam detik-detik terakhir kehidupannya, dia membuka matanya dan memandang ke arah saya sambil berkata, “Ali bin Abi Hamzah! Imam Shadiq as telah memenuhi janjinya, kemudian dia menutup matanya dan meninggal dunia.”

Ibnu Abi Hamzah mengatakan, “Saya kembali dari Kufah menuju Madinah untuk menemui Imam Shadiq as. Begitu mata beliau tertuju kepada saya, berkata, “Ali bin Abi Hamzah! Demi Allah! Kami telah memenuhi janji yang kami berikan kepada temanmu.”

Saya katakan, “Iya benar. Demi Allah! Dia sendiri ketika sekarat telah menyampaikan masalah ini kepada saya.”

Wakilnya Pezalim

Salah satu budak Imam Shadiq as yang sudah dibebaskan menceritakan, “Waktu itu saya berada di Kufah dan Imam Shadiq as masuk ke Hirah [sebuah kota dekat kota Kufah]. Saya menemui beliau dan berkata, “Mungkinkah Anda temui salah satu pejabat kerajaan sehingga dia memilih saya untuk menjadi wakil di sebagian daerah?”

Imam Shadiq as berkata, “Tidak. Aku tidak akan melakukan hal ini.”

Sang mantan budak berkata, “Saya pamitan kepada Imam Shadiq as dan kembali ke rumah. Saya berpikir, penentangan Imam Shadiq as pasti karena khawatir aku akan menjadi lemah atau akan menginjak-injak hak orang lain. Sekarang aku akan kembali lagi menemui beliau dan dengan sumpah aku akan berjnaji tidak akan berbuat zalim. Saya kembali menemui beliau dan berkata, “Menurut anggapan saya, sebab penentangan Anda adalah Anda khawatir saya akan berbuat zalim. Tapi sekarang saya katakan, aku ceraikan para istriku, dan aku bebaskan semua budak lelaki dan perempuanku, aku berjanji tidak akan berbuat zalim kepada seseorang dan tidak akan menyimpang dari keadilan.”

Imam Shadiq as berkata, “Apa yang engkau katakan?”

Saya mengulangi lagi janji saya.

Pada saat itu Imam Shadiq menghadap ke langit dan berkata, “Bila engkau ingin memegang kebesaran langit itu bagimu lebih mudah, daripada engku berjanji demikian dan mengamalkannya. [sindiran bahwa engkau tidak mungkin tidak berbuat zalim saat bekerja sebagai wakilnya pezalim]  

Taubatnya Pengadu Domba

Imam Shadiq as berkata, “Suatu hari Allah menurunkan wahyu untuk Musa as, “Salah satu sahabatmu mengadu domba kamu. Kenalilah dan jauhilah dia!”

Musa as berkata, “Ya Allah! Aku tidak mengenalinya. Kenalkan kepadaku!”

Diwahyukan kepada Musa, “Aku menilai sikap adu domba buruk baginya, lalu engkau ingin Aku sendiri mengadu domba?”

Musa as berkata, “Lalu bagaimana aku mengenalinya?”

Diwahyukan, “Bagilah sahabat-sahabatmu menjadi sepuluh orang sepuluh orang. Kemudian undilah di antara mereka. Maka undian itu akan jatuh pada kelompok yang di dalamnya ada pengadu domba. Pada akhirnya engkau akan tahu siapa pengadu domba itu.”

Musa as melakukan hal itu. Begitu pengadu domba melihat bahwa undian itu benar dan hampir saja dia akan termalukan, dia bangkit dari tempatnya dan berkata, “Wahai Musa! Orang yang engkau maukan adalah aku. Tapi aku bersumpah demi Allah, aku tidak akan lagi  melakukan hal semacam ini.” (Emi Nur Hayati)

Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Ja’far Shadiq as

Tags