Peringatan PM Irak untuk Otoritas Kurdistan
(last modified Tue, 19 Sep 2017 09:02:18 GMT )
Sep 19, 2017 16:02 Asia/Jakarta

Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi secara resmi menuntut penghentian referendum kemerdekaan Kurdistan pada 25 September 2017 di tengah penentangan kuat pemerintah pusat terhadap rencana pemungutan suara itu.

Al-Abadi pada hari Senin (18/9/2017) mengirim permohonan resmi kepada Mahkamah Agung Irak agar menghentikan referendum wilayah Kurdistan karena tidak konstitusional.

Mahkamah Agung Irak telah memerintahkan penghentian referendum 25 September untuk memeriksa apakah jajak pendapat ini bersifat konstitusional atau tidak.

Permohonan al-Abadi kepada Mahkamah Agung merupakan refleksi dari opini publik dan membawa pesan tertentu kepada para pejabat Kurdistan, Irak. Ini merupakan peringatan kepada otoritas Kurdistan bahwa tindakan ilegal mereka tidak akan pernah diterima oleh sistem pemerintahan Irak, yang mewakili seluruh lapisan masyarakat termasuk etnis Kurdi sendiri.

Jelas bahwa pelaksanaan referendum kemerdekaan Kurdistan Irak tidak memiliki legalitas hukum. Dengan kata lain, para pemimpin Kurdistan sama sekali tidak memiliki dasar hukum untuk mengambil tindakan sepihak yang berpotensi memicu kekerasan di Irak.

Pemerintah Baghdad melalui perangkat-perangkat hukum selalu berusaha untuk mencegah sebuah tindakan yang akan membahayakan kepentingan negara dan masyarakat di wilayah Kurdistan Irak.

Dalam hal ini, al-Abadi secara tegas mengatakan bahwa ia tidak akan menerima hasil referendum ilegal di Kurdistan. Ini adalah sebuah pesan yang jelas kepada para pejabat Kurdistan yang ingin melangkahi Konstitusi Irak dengan berbagai cara.

Konstitusi Irak menekankan persatuan dan kesatuan nasional serta penolakan disintegrasi di negara itu. Dapat dikatakan, langkah sepihak para pejabat Kurdistan bertujuan untuk memenuhi kepentingan kubunya dan mewujudkan kepentingan beberapa kekuatan asing.

Selama beberapa tahun terakhir, sejumlah pejabat Kurdistan Irak berkali-kali ingin menggelar referendum kemerdekaan di wilayah itu, tapi rencana tersebut gagal karena mendapat penentangan luas dari dalam negeri dan dunia internasional.

Dalam situasi seperti ini, otoritas Kurdistan kemungkinan akan mengumumkan penundaan referendum kemerdekaan pada detik-detik terakhir. Para analis politik juga menganggap dialog sebagai cara terbaik untuk keluar dari krisis saat ini ketimbang menggelar referendum.

Namun, dengan memperhatikan sikap keras Masoud Barzani, pemimpin wilayah Kurdistan Irak, maka ada kemungkinan referendum akan tetap digelar di tengah penentangan luas pada tingkat domestik dan internasional.

Langkah ini tidak akan membawa hasil apapun kecuali kian memperumit krisis di kawasan dari segi politik, keamanan, dan ekonomi. Masalah ini akan menjadi bunuh diri politik bagi Barzani, di mana periode konstitusional jabatannya di wilayah Kurdistan telah habis sejak dulu.

Manuver para pemimpin Kurdistan akan membuat perkembangan regional dan Irak secara keseluruhan dalam kondisi yang tidak menentu. Kondisi baru ini akan meningkatkan kekhawatiran publik Irak dan negara-negara kawasan. (RM)

Tags