Yaman; Vietnam bagi Al Saud
Koran The Independent cetakan Inggris merilis sebuah artikel mengisyaratkan kebijakan luar negeri Pangeran Mahkota Arab Saudi Mohammad bin Salman dan kegagalannya mensukseskan kebijakan tersebut. Koran ini menekankan bahwa kebijakan luar negeri Bin Salman penuh dengan kebingungan.
Bethan McKernan, penulis artikel tersebut menyimpulkan bahwa kebijakan luar negeri Mohammad bin Salman hingga kini berkisar antara kebingungan hingga pemicu tragedi, karena mayoritas langkah yang ditempuh Bin Salman untuk mempengaruhi proses dan transformasi di Lebanon dan Qatar menunjukkan hasil sebaliknya.

Artikel yang dimuat Koran The Independent ini menekankan bahwa sama seperti perang yang dikobarkan Arab Saudi di Yaman tidak mengalami kemajuan, perang di Yaman saat ini tak ubahnya Vietnam lain bagi Arab Saudi.
Analisa ini seperti nasib seluruh agresor ke Yaman selama beberapa dekade lalu. Menelusuri sejarah intervensi asing di Yaman, kita akan menyadari bahwa selama dekade 1960, Mesir juga terlibat perang dengan biaya besar di Yaman dan pemerintah Kairo harus membayar harga sangat mahal akibat intervensi militernya ke Yaman.
Lebih dari 10 ribu tentara Mesir tewas selama agresi militer negara ini ke Yaman dan Kairo terlilit hutang akibat kebijakannya tersebut. intervensi militer saat itu, juga disebut sebagai Vietnam bagi Mesir dan media Barat menyebut intervensi ini sebagai kesalahan klasik.
Sementara itu, Arab Saudi saat ini melalui operasi militernya di Yaman berencana unjuk kekuatan atau dengan kata lain membuktikan hegemoninya di kawasan. Namun poin penting di sini adalah petualangan asing di sejarah Yaman sangat sedikit sukses seperti yang diprogram. Oleh karena itu, tak lama kemudian sejarah berulang dan kali ini media mengingatkan bahwa Yaman tak ubahnya Vietnam bagi Arab Saudi.
Penyebutan seperti ini yang mengingatkan terjebaknya Amerika Serikat di perang Vietnam dan termasuk kekalahan besar lainnya bagi mesin perangya serta menunjukkan kegagalan mendalam kebijakan pemerintah agresor di kawasan. Dalam koridor ini, aktivis politik Arab Saudi menilai militer Saudi kalah di perang Yaman. Mujtahid mengatakan, militer Arab Saudi di perang Yaman dari sisi militer, politik dan intelijen mengalami kekalahan dan Gerakan Ansarullah keluar sebagai pemenang.
Arab Saudi dengan seluruh fasilitas militer dan dukungan Amerika tidak memiliki prestasi apapun di perang Yaman, namun petinggi Riyadh menolak mengakuinya karena takut melukai status mereka. Arab Saudi yang menyerbu Yaman sejak Maret 2015 berharap perang ini berlangsung secara singkat dan dengan mengalahkan Ansarullah dan mengembalikan Abd Rabbuh Mansur Hadi ke tampuk kekuasaan, Saudi akan mengakhiri perang tersebut.

Ternyata perang yang dikobarkan Saudi mendapat perlawanan gigih dari rakyat Yaman dan Arab Saudi bertekuk lutut serta Riyadh gagal meraih setiap ambisinya. Seluruh perkembangan saat ini di Yaman menunjukkan bahwa petinggi Arab Saudi terjebak dan berusaha keluar dari kubangan yang mereka buat di Yaman.
Di kondisi seperti ini, jika agresi militer Arab Saudi ke Yaman terus berlanjut, Riyadh dipastikan akan menelan kekalahan paling pahit. Wajar jika seluruh peristiwa yang telah ditorehkan oleh resistensi heroik rakyat Yaman menekankan realita ini bahwa Arab Saudi sejak melancarkan perang proksi di Yaman telah tercatat sebagai pecundang dan terjebak di kubangan yang mereka buat sendiri. (MF)