Tahap Baru Dukungan AS kepada Teroris di Suriah
Kalangan media mengabarkan tahap baru dukungan Amerika Serikat kepada kelompok-kelompok teroris di Suriah di masa pemerintahan Donald Trump. Duta Besar Suriah untuk PBB Bashar al-Ja'fari mengungkap bahwa AS secara luas melatih para teroris di 19 pangkalan di daerah yang didudukinya di Suriah. Menurutnya, selain dilatih perang, para teroris juga dipersenjatai lengkap.
Majalah The American Conservative dalam sebuah artikelnya menyebutkan, meskipun beberapa bulan lalu Trump berjanji untuk menarik pasukan AS dari Suriah dan memulangkan mereka ke negaranya, namun banyak laporan mengungkap bahwa AS dan sekutunya termasuk Inggris, Perancis, rezim Zionis Israel dan Yordania serta sejumlah negara Arab pesisir Teluk Persia masih terus mendukung puluhan kelompok teroris di Suriah, terutama Front al-Nusra dan afiliasinya.
Kaolisi yang disebut-sebut sebagai Koalisi Internasional Anti-Terorisme pimpinan AS pada praktiknya telah berubah menjadi pencipta dan pendukung kelompok-kelompok teroris di kawasan. Tujuan dari koalisi pimpinan AS tersebut di Suriah tidak lain hanya untuk melemahkan negara ini dan menghancurkan penuh infrastrukturnya. Mereka juga menciptakan ketakutan di kalangan rakyat Suriah agar menghentikan perlawanan terhadap teroris.
Militer Suriah dan pasukan relawan negara ini telah mencapai keberhasilan besar dalam menghadapi kelompok-kelompok teroris dukungan Barat. Mereka berhasil merebut berbagai daerah yang diduduki dan membersihkannya dari keberadaan teroris. Gerakan militer dan pasukan relawan Suriah untuk menumpas kelompok-kelompok teroris yang masih bercokol di negara ini telah menimbulkan kekhawatiran terhadap para pendukungnya, terutama AS.
Melihat kemajuan operasi militer Suriah di berbagai wilayah di negara ini, AS dan sekutunya berusaha untuk memperkuat kelompok-kelompok teroris itu dengan cara terus melatih dan mempersenjatai mereka, bahkan Washington berniat menerapkan beragam trik baru untuk melanggengkan kehadirannya di Suriah.
Kehadiran pasukan AS di Suriah tanpa persetujuan dari pemerintah Damaskus sama halnya dengan agresi militer ke negara ini. Kehadiran mereka menunjukkan dengan jelas tentang upaya untuk menggulingkan pemerintah sah Suriah.
Selama beberapa tahun terakhir, AS, Inggris, Perancis, Israel dan sejumlah rezim reaksioner Arab melancarkan konspirasi terhadap Suriah dan bekerja sama untuk menggulingkan pemerintahan Bashar al-Assad, namun hingga sekarang gagal.
Upaya itu gagal meskipun mereka telah secara luas membentuk, mendukung, melatih dan mempersenjatai kelompok-kelompok teroris seperti Daesh (ISIS), Front al-Nusra, Ahrar al-Sham dan berbagai kelompok lainnya.
Meski gagal, AS dan sekutunya tampaknya belum bersedia mundur. Mereka masih berharap akan mampu meruntuhkan pemerintah Suriah dengan melanjutkan dukungan kepada kelompok-kelompok teroris melalui kombinasi dan strategi baru. Babak baru pelatihan dan persenjataan luas terhadap teroris di Suriah adalah bukti dari kelanjutan upaya tersebut.
Seorang penulis dan aktivis sipil dari Washington menilai pemutusan dukungan AS dan Barat kepada kelompok-kelompok teroris di Suriah sebagai penting. Michael Springmann mengatakan, cara penghentian meluasnya terorisme dan Daesh adalah dihentikannya dukungan finansial, senjata dan pelatihan kepada mereka.
Krisis Suriah menunjukkan bahwa krisis ini memiliki akar dari konspirasi asing untuk menghadapkan Suriah kepada terorisme internasional. Hal ini dilakukan mengingat negara ini adalah satu-satunya negara Arab yang tidak bersedia tunduk kepada dikte dan kepentingan AS dan sekutunya.
Krisis Suriah meletus sejak tahun 2011 menyusul masuknya kelompok-kelompok teroris yang memperoleh dukungan finansial dan senjata dari AS, Barat dan sekutunya untuk memerangi pemerintahan sah. Kelanjutan krisis Suriah disebabkan intervensi asing dan terus masuknya para teroris ke negara ini melalui dukungan dan bantuan negara-negara Barat dan sekutunya, terutama AS. (RA)