Transformasi Asia Barat, 19 September 2020
Transformasi Asia Barat sepekan terakhir diwarnai oleh sejumlah isu penting di antaranya mengenai acara penandatanganan kesepakatan antara UEA, Bahrain dan rezim Zionis di Gedung Putih yang memicu gelombang penentangan keras dari berbagai kalangan.
Selain itu, sikap tegas rakyat Palestina dan PLO yang mendukung kelompok perlawanan menentang normalisasi hubungan dengan rezim Zionis, puluhan ribu orang berdemonstrasi di Israel menuntut Netanyahu mundur dan rudal Palestina membombardir sejumlah target di Israel.
UEA, Bahrain dan Rezim Zionis Tandatangani Perjanjian di AS
Prosesi penandatanganan perjanjian kompromi antara Bahrain, UEA dengan rezim Zionis telah berlangsung Selasa (15/9/2020) di Gedung Putih.
Menteri Luar Negeri UEA Abdullah bin Zayed, Menteri Luar Negeri Bahrain Abdul Latif al-Zayani, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden AS, Donald Trump mengklaim perjanjian itu akan membuka jalan bagi diakhirinya konflik dan membawa perdamaian ke kawasan Asia Barat.
Klaim ini muncul di saat banyak analis independen percaya bahwa kesepakatan kompromi dengan rezim Zionis tersebut bukan hanya tidak mengarah pada perdamaian di Timur Tengah, bahkan merupakan contoh dari kesalahan yang tidak bisa dimaafkan.
Ribuan Warga Palestina Berunjuk Rasa Tolak Normalisasi dengan rezim Zionis
Ribuan warga Palestina Jumat (18/9/2020) usai menunaikan shalat Jumat di Masjid al-Aqsa dan berbagai wilayah Tepi Barat menggelar aksi demo mengutuk kesepakatan Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain dengan Israel menormalisasi hubungan.
Sementara itu, tentara Israel menyerang demonstran Palestina dan melukai serta menangkap puluhan orang. Sikap senada juga disampaikan pemerintah Qatar dan Kuwait serta rakyat Bahrain yang mendukung perjuangan Palestina.
PLO:Normalisasi Hubungan dengan rezim Zionis Bukan Langkah Perdamaian
Sekretaris Jenderal Komisi Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Saeb Erekat mengatakan bahwa perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia Barat akan terwujud hanya dengan berakhirnya pendudukan Palestina dari cengkeraman rezim Zionis.
Saeb Erekat hari Sabtu (12/9/2020) menilai langkah Bahrain dan UEA melakukan normalisasi hubungan dengan rezim tidak ada hubungannya dengan perdamaian dan masalah Palestina, sebab negara-negara di kawasan tidak boleh bersatu dengan Israel.
Sebelumnya, Youssef al-Husaynah, anggota biro politik gerakan Jihad Islam Palestina menegaskan bangsa Palestina dan negara-negara Arab harus mendukung gerakan perlawanan melawan rezim Zionis.
Pejabat Palestina ini menekankan bahwa UEA dan Bahrain telah mendeklarasikan pemisahan mereka dari masalah Palestina.
"Dengan dukungan AS, mereka justru berusaha membentuk aliansi bersama Israel untuk menghadapi orang-orang yang mencintai kebebasan dan mencari kemerdekaan di kawasan," tegas pejabat Jihad Islam Palestina.
Iyad Nasr, Juru Bicara Fatah juga mengumumkan bahwa kelompok-kelompok Palestina akan menanggapi tindakan berbahaya yang dilakukan UEA dan Bahrain menormalisasi hubungan dengan rezim Zionis.
Hamas: Kompromi dengan Zionis Bukan Jalan Wujudkan Cita-Cita Palestina !
Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh menyatakan bahwa cita-cita bangsa Palestina tidak akan bisa diwujudkan melalui normalisasi hubungan dengan rezim Zionis.
Haniyeh dalam percakapan telepon dengan Pemimpin Otoritas Ramallah Mahmoud Abbas hari Selasa (15/9/2020) mengatakan bahwa semua kelompok Palestina bersatu dalam satu front menghadapi konspirasi musuh.
Otoritas Palestina juga menyatakan penentangannya terhadap kesepakatan menormalisasi hubungan diplomatik yang dilakukan sejumlah negara Arab dengan rezim Zionis.
Tidak lama setelah pengumuman kesepakatan normalisasi antara rezim Zionis dan UEA pada 13 Agustus, Presiden AS Donald Trump pada 11 September juga mengumumkan normalisasi hubungan antara Bahrain dan rezim Zionis.
Perjanjian tersebut menyulut banjir kecaman dari berbagai kalangan, terutama di dunia Islam dan Palestina.
Bela Palestina, Qatar Tolak Ikuti Jalan UEA dan Bahrain
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Lolwah Al-Khater mengatakan negaranya tidak akan menjalin hubungan diplomatik dengan rezim Zionis sampai masalah Palestina diselesaikan.
"Sikap Qatar mengenai masalah normalisasi hubungan dengan rezim Zionis berpijak pada perjanjian perdamaian yang adil dan komprehensif dengan Palestina, dan berdirinya negara Palestina merdeka di ibu kota Quds," kata Jubir kemenlu Qatar hari Selasa (15/9/2020).
Menurut Al-Khater, normalisasi hubungan dengan Israel tidak bisa menjadi solusi masalah Palestina, sebab langkah ini justru menyebabkan kondisi bangsa Palestina sebagai bangsa yang tidak memiliki kewarganegaraan dan diduduki semakin terjepit.
Kuwait Tolak Normalisasi Hubungan dengan Israel
Ketua parlemen Kuwait kembali menekankan sikap pasti negaranya terkait isu Palestina dan penolakan normalisasi hubungan dengan rezim Zionis Israel.
Menurut laporan pusat informasi Palestina, Marzouq Al-Ghanim Kamis (17/9/2020) saat bertemu dengan Dubes Palestina untuk Kuwait, Rami Tahboub mengatakan, Kuwait mendukung solusi pembentukan dua pemerintah dengan bersandar pada resolusi internasional dan pembentukan negara independen Palestina dengan ibukota Quds.
"Kuwait tidak menghadiri acara penandantanganan kesepakatan normalisasi hubungan Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain dengan Israel di Gedung Putih," papar Marzouq Al-Ghanim.
Al-Wefaq: Rakyat Bahrain Dukung Perjuangan Palestina
Deputi Sekretaris Jenderal Al-Wefaq Bahrain menegaskan dukungan penuh rakyat negaranya terhadap perjuangan bangsa tertindas Palestina.
Televisi Al-Mayadeen melaporkan, Sheikh Hussein al-Daihi hari Selasa (15/9/2020) menyinggung perjanjian tercela normalisasi hubungan diplomatik antara rezim Al Khalifa dan Israel.
"Penguasa UEA dan Bahrain menggunakan dalih perdamaian dengan menargetkan cita-cita bangsa Palestina," ujar Sheikh Al-Daihi.
Sebelumnya, gerakan Al-Wefaq Minggu malam mengumumkan bahwa rezim Al-Khalifa telah memaksa lembaga keagamaan, olahraga dan sipil Bahrain supaya mengeluarkan pernyataan mendukung langkah kompromis dengan Israel.
Puluhan Ribu Orang Berdemonstrasi Tuntut Netanyahu Mundur
Puluhan ribu orang di berbagai wilayah Palestina Pendudukan berunjuk rasa Sabtu malam menuntut pengunduran diri Benjamin Netanyahu dari jabatan perdana menteri rezim Zionis.
Koran Zionis, Yedioth Ahronoth menulis, para pengunjuk rasa yang berkumpul di depan kediaman Netanyahu menuntut pengunduran dirinya.
Selain di tempat tersebut, aksi protes juga berlangsung di 300 tempat di wilayah Palestina Pendudukan.
Gelombang protes menuntut pengunduran diri Netanyahu kian hari semakin meningkat dalam jumlah tersus meningkat mencapai puluhan ribu orang.
Para pengunjuk rasa telah menyerukan pengunduran diri perdana menteri Israel sesegera mungkin, dan mengkritik kinerja kabinetnya yang buruk dalam mengendalikan penyebaran Covid-19.
Mereka juga mempersoalkan kasus korupsi yang melilit Netanyahu dan istrinya.
Netanyahu menghadapi empat kasus korupsi berat.
Kasus korupsi pertama melibatkan perusahaan telekomunikasi rezim Zionis, Bezeq Telecom yang dikenal dengan "skandal 4000".
Kasus korupsi lainnya yang paling berat melilit Netanyahu yang disebut skandal 1000 mengenai penerimaan suap senilai satu juta dolar dari Arnaud Mimran yang dipergunakan untuk membiayai kampanye pemilu perdana menteri rezim Zionis.
Netanyahu juga terlibat kasus suap yang diberikannya kepada pemilik koran Yedioth Ahronoth supaya mendukung kinerjanya selama menjabat yang dikenal dengan skandal 2000.
Selain itu, Netanyahu dijerat kasus korupsi lain "skandal 3.000" berkaitan dengan pembelian tiga kapal selam dari Jerman senilai lebih dari satu miliar dolar.
Rudal Palestina Bombardir Israel
Serangan rudal balasan kelompok perlawanan Palestina ke sejumlah distrik Zionis, menyebabkan beberapa orang terluka.
Situs rezim Zionis Israel, Walla (16/9/2020) melaporkan, Juru bicara pasukan Israel, Israel Defense Forces, IDF, Avichay Adraee, Rabu (16/9) mengumumkan, sebuah rudal yang ditembakan dari Gaza, mengenai sebuah pusat perbelanjaan di distrik Ashdod, dan melukai sedikitnya 13 orang.
Surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth mengabarkan, serangan kelompok perlawanan Palestina ke distrik Ashdod ini menimbulkan kerugian materi yang cukup besar.
Sebelumnya drone Israel pada Selasa (15/9) malam menyerang wilayah Deir Al Balah di pusat Jalur Gaza, dan dibalas dengan beberapa rudal oleh kelompok perlawanan Palestina. (PH)