Mengapa Netanyahu Geram atas Resolusi Dewan HAM PBB ?
https://parstoday.ir/id/news/west_asia-i98070-mengapa_netanyahu_geram_atas_resolusi_dewan_ham_pbb
Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB Kamis (27/5/2021) sore menyetujui dimulainya penyidikan internasional terkait kejahatan rezim Zionis Israel di agresi 12 hari ke Jalur Gaza.
(last modified 2025-12-11T14:42:25+00:00 )
May 29, 2021 18:07 Asia/Jakarta
  • PM Israel Benjamin Netanyahu
    PM Israel Benjamin Netanyahu

Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB Kamis (27/5/2021) sore menyetujui dimulainya penyidikan internasional terkait kejahatan rezim Zionis Israel di agresi 12 hari ke Jalur Gaza.

Di draf resolusi yang diajukan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) ditekankan urgensitas mengkaji secara detail kejahatan yamg ada dan meminta Dewan HAM PBB segera membentuk komisi independen dan internasional terkait Palestina pendudukan mulai dari serangan ke Quds Timur  dan Israel. 

Selain itu, di sidang tersebut, Komisaris Tinggi HAM PBB, Michelle Bachelet di laporannya terkait perang terbaru Israel dengan Gaza menekankan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan pemanfaatan instalasi sipil oleh faksi muqawama Palestina.

Israel dengan penuh kemarahan merespon langkah Dewan HAM PBB dan meminta Kementerian Luar Negeri AS menantang resolusi ini dan tidak bersedia bekerja sama dengan penyidikan dewan ini serta organisasi internasional lainnya. Selain itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu hari Jumat (28/5/2021) menyebut langkah Dewan HAM ini memalukan dan mengklaim bahwa serangan ke Gaza dan pembantaian anak-anak serta wanita Palestina legal dan sah.

Kondisi Gaza usai serangan brutal Israel

Alasan kemarahan rezim ini dan Netanyahu atas langkah Dewan HAM PBB, ada sejumlah poin penting yang patut diperhatikan:

Pertama,Dewan Hak Asasi Manusia adalah badan yang berafiliasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan tindakannya terhadap rezim Zionis dan agresinya terhadap Gaza adalah tindakan internasional minimal dalam menanggapi kejahatan rezim di Jalur Gaza; Pasalnya, dalam serangan rezim Zionis baru-baru ini di Jalur Gaza, lebih dari 254 orang syahid termasuk 66 anak-anak, 39 perempuan dan 17 orang lanjut usia. Oleh karena itu, aksi Dewan HAM ini membuka jalan bagi aksi serupa oleh lembaga internasional lainnya, termasuk Mahkamah Pidana Internasional, dan tentunya negara-negara Islam harus lebih aktif dalam hal ini.

Kedua, aksi Dewan HAM ini merupakan cap persetujuan atas kekalahan rezim Zionis dalam perang Gaza dan merupakan bukti nyata dari keputusasaan dan kekalahan rezim ini terhadap kelompok perlawanan Palestina di Gaza dan akibat dari tindakan  membunuh wanita dan anak-anak. Dengan demikian, resolusi ini sebenarnya merupakan sanggahan dari dua klaim rezim ini: pertama, klaim kemenangan rezim Zionis atas kelompok perlawanan, dan kedua, penargetan sasaran militer milik kelompok perlawanan di Jalur Gaza. Oleh karena itu, rezim Zionis menunjukkan kemarahan besar terhadap setiap tindakan dalam hal ini, dan reaksinya terhadap statemen Menteri Luar Negeri Prancis yang berujung pada pemanggilan duta besar Prancis untuk Tel Aviv, juga dapat dianalisis dan ditafsirkan dalam konteks ini. 

Poin ketiga mengapa Benjamin Netanyahu sangat marah tentang hal ini adalah bukti yang jelas dari delusi kriminal perdana menteri rezim Zionis. Netanyahu sekarang hidup dalam situasi yang sangat sensitif dan kritis di dalam rezim Zionis. Di satu sisi, dia terlibat dalam kasus korupsi dan suap, dan di sisi lain, konsekuensi dari kekalahan ini niscaya akan mempengaruhinya, dan dia akan menghadapi nasib "Ehud Olmert", mantan Perdana Menteri rezim Zionis. Sehubungan dengan hal ini, sekarang di dalam rezim Zionis, media dan beberapa tokohnya secara eksplisit menyatakan bahwa perang ini merupakan kekalahan yang memalukan bagi Israel.

Di antara tokoh tersebut adalah Avigdor Lieberman, mantan menteri peperangan Israel saat mengakui ketidakmampuan militer tak terkalahkan dengan transparan mengatakan, "Jika militer kita tidak mampu mengalahkan Hamas dan sekutunya, lantas bagaimana kondisi kita di perang potensial dengan Iran dan Hizbullah."

Oleh karena itu, kemarahan perdana menteri Israel dan lembaga di bawah pengawasannya seperti Deplu menunjukkan ketakutannya atas masa depan politiknya dan warga Zionis yang tidak akan membiarkannya. (MF)