Biden dan Klaim Perubahan Kebijakan Luar Negeri AS
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden di pidato pertamanya di Majelis Umum PBB berbicara mengenai perubahan pendekatan luar negeri negara ini.
“Saya hari ini berdiri di sini untuk pertama kalinya selama 20 tahun lalu mewakili Amerika Serikat bahwa tidak ada lagi perang,” ungkap Biden. Ia juga berjanji akan meningkatkan kerja sama dengan sekutu Amerika Serikat.
Pidato ini mendapat respon dan sambutan dari sejumlah delegasi peserta di sidang ke-76 Majelis Umum PBB. Meski demikian, mayoritas pidato ini tidak selaras dengan fakta yang ada di sistem internasional.
Misalnya meski kini perang 20 tahun Amerika di Afghanistan berakhir, tapi ini bukan berarti Amerika Serikat telah meninggalkan perang. Saat ini, ribuan tentara Amerika masih ditempatkan di berbagai wilayah dunia, dan sebagian mereka juga terlibat perang. Di Irak, Suriah dan Yaman, serdadu Amerika tengah berperang baik langsung atau tidak serta melalui bantuan logistik dan data intelijen serta mereka menyebabkan banyak manusia terbunuh.
Selain itu, perang yang dikobarkan AS di abad 21 berbeda dengan perang mereka di abad 20. Di abad 20, Amerika memaksakan kekuatannya melalui pengiriman besar-besaran tentaranya ke berbagai penjuru dunia, dan dengan pesawat tempur dan rudalnya, mereka mengkoordinasi perang. Pendekatan ini, membuat Amerika membayar mahal baik secara finansial maupun korban jiwa.
Oleh karena itu, strategi Amerika secara bertahap mengalami perubahan di peralatan perang, sehingga negara ini tidak menumpahkan darah sebesar senjata mereka di abad 20, tapi tetap efisien.
Oleh karena itu, sanksi menjadi acuan lebih besar di kebijakan luar negeri Amerika ketimbang pengiriman tentara.
Kini tidak ada lagi berita mengenai pengiriman puluhan ribu tentara Amerika atau penggunaan berulang pesawat pembom dan rudal destruktif AS di perang. Tapi demikian, sanksi yang dijatuhkan Amerika saat ini mulai berlaku di berbagai negara dan kinerjanya seperti senjata militer AS di abad lalu. Bedanya adalah sanksi lebih sedikit unsur manusiawi yang di luarnya menjadi korban. Dengan kata lain, perang Amerika di abad 21 dapat disebut lebih bersih dan efektif.
Oleh karena itu, setiap hari sanksi semakin luas dimanfaatkan Amerika terhadap berbagai pemerintah dan bangsa dunia. Sanksi ini diam-diam menyeret manusia ke kematian dan dengan biaya murah memaksa sebagian bangsa menyerah.
Kecanduan Amerika menggunakan sanksi sebagai alat perang semakin meningkat, bahkan terhadap sekutunya sendiri, Amerika juga tak segan-segan menggunakan sanksi. Saat ini, banyak warga dan perusahaan milik negara sekutu Amerika yang dicantumkan di list sanksi negara ini. Pemerintah yang sama telah berulang kali menjadi sasaran perang dagang oleh Amerika, sedemikian rupa sehingga, bertentangan dengan klaim Biden di Majelis Umum PBB, Amerika Serikat merebut kesepakatan militer yang menguntungkan dengan Australia dari Paris tanpa berkonsultasi dengan Prancis.
Jurnalis Amerika, Ben Norton mengatakan, Biden berbohong saat mengklaim Amerika untuk pertama kalinya dalam 20 tahun terakhir tidak dalam kondisi perang. Pemerintah Biden membombardir Suriah, Irak dan Somalia serta mendukung pemboman Arab Saudi di Yaman. Amerika dalam bentuk militer menduduki Suriah dan Irak serta mengobarkan perang ekonomi di semua tempat. (MF)