Konflik Inggris dan Uni Eropa Pasca-Brexit
Lebih dari 20 bulan setelah perjanjian Brexit mulai berlaku, perbedaan antara Uni Eropa dan Inggris semakin melebar, karena berbagai masalah, termasuk Irlandia Utara dan imigran.
Dalam hal ini, David Frost, Menteri Penasehat Urusan Brexit menanggapi penentangan Uni Eropa terhadap isi perjanjian Brexit yang disepakati Inggris dan Uni Eropa dalam protokol Irlandia Utara.
Protokol Irlandia Utara, yang ditandatangani oleh Perdana Menteri Inggris pada Oktober 2020, merupakan bagian dari Perjanjian Brexit. Berdasarkan protokol ini, impor barang dan jasa dari UE ke Irlandia Utara tidak boleh dikenakan tarif bea cukai Inggris, dan negara tersebut diharuskan untuk mematuhi aturan perdagangan UE untuk barang dan jasa, yang memberlakukan tarif nol persen pada impor dan ekspor barang maupun jasa.
Inggris sekarang menghadapi kesulitan serius dalam mengirim barang ke Irlandia Utara, yang merupakan bagian dari negara itu, tetapi harus tunduk pada undang-undang perdagangan UE, dan telah berulang kali meminta pembicaraan dengan pihak Eropa untuk membahas masalah tersebut.
Ketika krisis London memburuk, pemerintah Boris Johnson telah meminta Brussels merundingkan kembali ketentuan Protokol Irlandia Utara, yang secara efektif telah membentuk perbatasan pabean antara Inggris dan Irlandia Utara, untuk memungkinkan pergerakan barang bebas antara Inggris dan Republik Irlandia.
Inggris juga mengancam akan mengambil tindakan sepihak berdasarkan Pasal 16 protokol Irlandia, jika 27 negara anggota Uni Eropa tidak menyetujui perubahan yang dapat merampingkan perdagangan dengan Irlandia Utara. Uni Eropa juga telah memperingatkan kemungkinan tindakan balasan London dengan mempertimbangkan semua pilihan.
Pasal 16, atau Protokol Perbatasan Darat dengan Uni Eropa, memungkinkan kedua negara untuk sementara menutup perbatasan dengan Irlandia atau membuat penyeberangan perbatasan, jika terjadi masalah ekonomi, sosial dan lingkungan. Uni Eropa mengancam akan menggunakan Pasal 16, ketika krisis vaksin Corona meningkat.
"London dan Brussels harus menyelesaikan masalah melalui Protokol Irlandia Utara yang telah disepakati sebelumnya," kata Marus Sefkovic, Komisaris Uni Eropa untuk Koordinasi Brexit.
Ancaman untuk mengaktifkan protokol darurat ini mencerminkan kedalaman perbedaan saat ini dan kesalahpahaman yang mendalam antara kedua belah pihak. Pada saat yang sama perselisihan politik antara Inggris dan Uni Eropa mengenai pencari suaka telah meningkat dalam beberapa hari terakhir.
Prancis menyatakan bahwa Inggris belum membayar satu euro pun untuk mencegah para migran menyeberangi Selat Inggris. Gérald Darmanin, Menteri Dalam Negeri Prancis meminta Inggris membayar 54 juta pounds untuk mendukung Paris dalam menangani masuknya imigran ilegal ke Kanal Inggris.
Penjaga Pantai Calais di Prancis telah mengancam akan menarik Penjaga Pantainya jika London menghentikan pendanaan. Namun Inggris mengatakan tidak akan memberikan dana sampai lebih banyak orang tiba di London.
Seiring berjalannya waktu, efek Brexit menjadi lebih jelas, terutama dengan adanya pandemi Covid-19, efek ekonomi negatifnya memperburuk perbedaan antara London dan Brussels mengenai masalah warga Eropa yang tinggal di Inggris dan nelayan kedua negara.
Tampaknya dengan berjalannya waktu dan masalah yang semakin nyata, kontroversi isi Brexit kini kembali menjadi masalah yang kompleks dan serius dalam hubungan antara Inggris dan uni Eropa.(PH)