Mengapa Pemerintah Erdogan Tidak Mencari Solusi Atasi Kemiskinan?
Dengan kenaikan resmi tarif angkutan barang dan penumpang, kenaikan inflasi di Turki telah menjadi masalah baru, terutama di kalangan yang rentan.
Masalah rakyat Turki semakin hari semakin meningkat setelah masalah devaluasi mata uang nasional Turki terhadap mata uang internasional utama, terutama dolar AS. Sesuai dengan kenyataan ini, jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan dan kelaparan meningkat setiap hari.
Menurut statistik terbaru, 16 juta dari 83 juta penduduk Turki berada di bawah garis kemiskinan. Sebelumnya, dengan devaluasi mata uang nasional Turki dan meningkatnya inflasi dalam beberapa bulan terakhir, prediksi krisis yang berkembang dalam ekonomi Turki dan peningkatan jumlah orang yang kelaparan di negara itu menjadi kenyataan.
Sebelumnya, kenaikan harga transportasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, harga pangan yang lebih tinggi, kenaikan inflasi, penurunan lapangan kerja dan peningkatan pengangguran yang signifikan, sewa rumah yang semakin mahal, tagihan listrik dan gas yang berat dan distribusi yang tidak adil sumber daya termasuk kritik utama dan keluhan dari bagian penting dari Masyarakat Turki tentang kinerja pemerintahan Erdogan.
Terlepas dari semua keadaan ini, faktanya tidak boleh diabaikan bahwa sejak 2018, ketika perbedaan antara pemerintah Turki dan Amerika Serikat meningkat dan media-media pemerintah secara terbuka mendukung pemerintah Erdogan, pejabat AS telah memboikot pemerintah Turki dan mereka mengancam kebangkrutan ekonomi Turki, warga negara ini tidak lagi menemukan kedamaian dan kenyamanan.
ُSebenarnya, devaluasi mata uang nasional telah menjadi perhatian besar rakyat Turki sejak krisis ekonomi Turki dimulai. Turki, sementara itu, menghadapi defisit perdagangan 50 miliar dan mengimpor lebih banyak daripada ekspornya.
Dalam keadaan seperti ini, tidak diragukan lagi bahwa menyediakan mata uang untuk membeli bahan baku dan bahan makanan yang dibutuhkan oleh rakyat telah membuat masalah pemerintah Ankara dan warga Turki menjadi lebih sulit.
Dengan kenaikan resmi tarif angkutan barang dan penumpang, kenaikan inflasi di Turki telah menjadi masalah baru, terutama di kalangan yang rentan.
Sejalan dengan meningkatnya kemiskinan dan kelaparan, Vali Ag Baba, anggota parlemen Turki dan wakil pemimpin Partai Republik Rakyat, sehubungan dengan pembayaran upah minimum di Turki mengatakan:
"Perbandingan pembayaran upah minimum di Turki dengan negara-negara Eropa menunjukkan bahwa di benua Eropa, setelah Albania, Turki membayar upah terendah kepada pekerja dan karyawannya."
Padahal, dalam situasi saat ini, munculnya krisis ekonomi menunjukkan bahwa Turki telah mengalami kemerosotan ekonomi dan telah kembali ke tahun-tahun pahit tiga dekade lalu. Rakyat Turki telah kehilangan daya beli mereka, dan pasokan pangan yang dibutuhkan jutaan rumah tangga Turki menjadi lebih sulit dari sebelumnya.
Secara umum dari situasi ekonomi Turki saat ini, harus dikatakan bahwa kenaikan harga pangan yang konstan dan kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari rumah tangga, telah menjadi bagian terpenting dari kekhawatiran masyarakat kelas menengah dan miskin Turki.
Situasi tidak normal ini telah menyebabkan, menurut banyak media Turki, kebakaran sebenarnya bukan di hutan, tetapi di dapur dan meja warga negara ini, yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka dan sebanyak mungkin mereka berusaha, kenaikan dan mahalnya harga-harga naik lebih cepat.
Untuk alasan ini, harus dikatakan bahwa kekhawatiran akan kenaikan harga, pengangguran, dan kenaikan inflasi adalah kekhawatiran jutaan rumah tangga Turki yang pendapatan dan pengeluarannya tidak sejalan.
Dalam keadaan seperti ini, keprihatinan para intelektual dan pakar ekonomi dan setengah dari rakyat Turki, terutama orang miskin, adalah kenyataan bahwa pemerintah Ankara, berbeda dengan di awal kekuasaannya, tidak memiliki rencana untuk menyelesaikan masalah krisis yang melanda negara itu.