AS Tinjauan dari Dalam 11 Desember 2021
Perkembangan Amerika Serikat dalam beberapa hari terakhir diwarnai oleh berbagai isu di antaranya, pelaksanaan konferensi demokrasi di Washington dan rencana AS untuk bertahan di Irak.
Selain itu, mantan Presiden Donald Trump meluapkan kemarahannya pada Netanyahu, pembalasan Cina terhadap keputusan AS yang memboikot Olimpiade Beijing 2022, dan dukungan Senat AS untuk penjualan senjata ke Arab Saudi.
KTT Demokrasi di Amerika Serikat
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Demokrasi dibuka oleh Presiden Amerika Serikat Joe Biden di Washington pada Kamis (9/12/2021). Pertemuan virtual ini mempertemukan para pejabat pemerintah, masyarakat sipil, dan perwakilan sektor swasta dari lebih dari 110 negara. Cina, Rusia, Hungaria, Arab Saudi atau bahkan Turki dan puluhan negara lain, tidak ada dalam daftar peserta.
Biden mengatakan dalam pidatonya bahwa tahun depan, AS berencana mengalokasikan sekitar setengah miliar dolar untuk apa yang disebut "Inisiatif Pembaruan Demokratis."
Dia mengklaim inisiatif ini berfokus pada lima bidang penting untuk tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel, termasuk mendukung kebebasan media, memerangi korupsi, menguatkan para reformator demokrasi, memajukan teknologi untuk demokrasi, serta membela pemilu dan proses politik yang bebas dan adil.
AS menampilkan dirinya sebagai pendukung utama demokrasi di dunia, dan menurut anggapannya, mereka mengajukan sebuah inisiatif untuk mempromosikan demokrasi di dunia, tetapi tidak jelas lembaga internasional mana yang telah mendelegasikan wewenang dan tugas ini kepada Washington?
Selain itu, klaim AS tentang pembelaan hak asasi manusia dan juga sesumbarnya sebagai pemimpin dan negara dengan demokrasi yang paling maju di dunia, patut dipertanyakan. Ini adalah masalah yang bahkan diakui oleh salah satu profesor ilmu politik paling terkemuka di Amerika.
Stephen Walt, seorang profesor Universitas Harvard dan analis Amerika, menuturkan bahwa sayangnya, Amerika Serikat tidak dalam posisi terbaik untuk memimpin upaya ini sekarang. The Economist Intelligence Unit menurunkan status AS ke kategori "demokrasi yang cacat" sebelum mantan Presiden Donald Trump terpilih, dan tidak ada yang terjadi untuk memperbaiki status itu.
Pasukan AS Tetap di Irak, Karena Khawatir Rudal Iran
Kepala Pusat Komando Militer Amerika Serikat di Timur Tengah, CENTCOM mengatakan, AS tetap mempertahankan 2.500 personel militernya di Irak untuk batas waktu tertentu, dan sangat mengkhawatirkan perkembangan rudal balistik, rudal jelajah dan drone bersenjata Iran.
Jenderal Kenneth McKenzie, Kamis (9/12/2021) dalam wawancara dengan Associated Press menegaskan bahwa pasukan AS akan tetap berada di Irak, dan menanti peningkatan serangan terhadap personel militer AS dan Irak, dari milisi bersenjata dukungan Iran yang bersikeras mengusir pasukan AS dari negara itu.
Menurutnya, meski pasukan AS bergerak ke arah peran non-perang di Irak, tapi mereka tetap akan memberikan dukungan udara dan memberikan bantuan militer lain kepada pemerintah Irak dalam melawan ISIS. Kepala CENTCOM mengklaim, milisi bersenjata dukungan Iran ingin mengusir seluruh pasukan asing dari Irak, dan peningkatan eskalasi kekerasan mungkin akan berlanjut pada bulan Desember 2021 ini.
"Kenyataannya mereka ingin seluruh pasukan AS meninggalkan Irak, sementara semua tentara AS tidak ingin keluar dari Irak, sehingga mungkin saja ini akan menimbulkan reaksi seperti yang akan kita saksikan di penghujung bulan Desember nanti," imbuhnya.
McKenzie menandaskan, "Rakyat Irak sampai sekarang menginginkan pasukan AS tetap berada di negaranya, oleh karena itu selama mereka menginginkan kami, kami juga akan menyetujuinya dan tetap berada di sana."
Trump Meluapkan Kemarahannya pada Netanyahu
Mantan Presiden Amerika Serikat mengatakan, meskipun sudah sangat banyak membantu rezim Zionis Israel, tapi karena mantan Perdana Menteri Israel kerap melawan dirinya, maka ia tidak akan pernah memaafkannya.
Surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth, Jumat (10/12/2021) mengunggah sebagian wawancara khusus mantan Presiden AS Donald Trump dengan wartawan situs berita Israel, Walla, Barak Ravid.
Wawancara ini dilakukan Barak Ravid, dalam rangka mengulas buku terbarunya terkait langkah-langkah yang dilakukan mantan Presiden AS semasa menjabat, berjudul "Perdamaian Trump." Dalam wawancara itu, Trump mengatakan, "Tidak ada seorang pun yang seperti saya karena telah berbuat sangat banyak untuk mantan PM Israel Benjamin Netanyahu. Tidak ada seorang pun yang berbuat untuk Israel sebanyak yang saya lakukan. Golan adalah transaksi besar. Saya melakukannya sebelum pemilu, dan saya sangat banyak membantu Netanyahu."
Trump menambahkan, "Sebagian orang mengatakan kepada saya bahwa hadiah ini (Golan) bernilai puluhan milair dolar. Saya melakukannya sebelum pemilu. Pekerjaan ini sangat membantu Netanyahu. Tanpa saya, ia pasti kalah, tapi berkat saya, ia meraih hasil imbang."
Ia melanjutkan, "Saya menyukai Netanyahu, tapi saya juga menyukai kesetiaan. Ia orang pertama yang mengucapkan selamat kepada Joe Biden. Itu kesalahan besar. Sejak saat itu saya tidak pernah berbicara dengannya. Terkutuklah Netanyahu. Saya tidak akan pernah memaafkannya."
Cina Balas Boikot AS terhadap Olimpiade Beijing 2022
Menanggapi boikot Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022, Cina menggambarkan Amerika Serikat sebagai pemimpin genosida.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Zhao Lijian pada Kamis (9/12/2021) mengkritik Amerika Serikat atas boikot diplomatik Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022, dengan menyebut AS sebagai pemimpin genosida karena membunuh orang-orang Indian yang lebih layak tinggal di negaranya sendiri melebihi dari negara lain.
"Genosida Xinjiang adalah kebohongan terbesar Amerika abad ini. Tapi kebenaran telah terungkap untuk waktu yang lama," ujar Jubir kemenlu Cina.
Amerika Serikat secara diplomatis memboikot Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022 dengan dalih pelanggaran hak asasi manusia.
Beberapa negara, termasuk Kanada, Australia dan Inggris, mengikuti keputusan AS. Tapi, Korea Selatan, sekutu Washington di wilayah itu, bukan hanya tidak mengikuti keputusan AS, tetapi juga mempertimbangkan untuk berpartisipasi dalam acara olahraga untuk membantu membawa perdamaian ke kedua Korea.
Senat AS Dukung Penjualan Senjata ke Arab Saudi
Senat Amerika Serikat menolak upaya rekan-rekannya untuk memblokir penjualan senjata senilai 650 juta dolar ke Arab Saudi.
Dalam sebuah voting di Senat pada Selasa (7/12/2021) malam, 67 suara menolak rancangan resolusi yang bertujuan untuk memblokir penjualan senjata ke Saudi, dan 30 suara mendukung rancangan itu. Dikutip dari laman The Hill, para pendukung resolusi mencoba untuk mencegah penjualan senjata AS, yang mencakup 280 rudal udara-ke-udara, karena peran Arab Saudi dalam perang Yaman, termasuk blokade udara dan laut.
Resolusi itu diajukan oleh Senator Rand Paul, Bernie Sanders, dan Mike Lee, untuk mencegah ekspor senjata senilai sekitar 650 juta dolar ke Saudi. Paket senjata ini mencakup hampir 600 peluncur rudal buatan Raytheon dan hampir 300 rudal udara-ke-udara serta suku cadang dan dukungan pemeliharaan.
Agresi Arab Saudi dan sekutunya di Yaman sejak Maret 2015 telah menewaskan dan melukai ratusan ribu warga sipil dan menyebabkan 4 juta orang terlantar. Serangan itu telah menghancurkan lebih dari 85% infrastruktur Yaman dan menciptakan krisis pangan dan obat-obatan. (RM)