Memperingati Serangan 6 Januari ke Gedung Kongres AS
Jaksa Agung sekaligus Menteri Kehakiman AS, Merrick Garland menyatakan, seluruh oknum yang terlibat di serangan ke Gedung Kongres pada 6 Januari 2021 akan dijatuhi hukuman.
Ia menekankan bahwa pada jaksa tetap berkomitmen untuk menuntut semua pelaku serangan ini sesuai dengan hukum dan di semua tingkatan.
Menteri kehakiman Ameirka ini menambahkan bahwa departemen yang dipimpinnya sampai saat ini telah merililis lebih dari lima ribu surat panggilan dan dan meninjau lebih dari 20.000 jam rekaman video, dan pekerjaan sedang berlangsung. Penyelidikan terhadap serangan di gedung Kongres adalah penyelidikan terbesar dalam sejarah Departemen Kehakiman AS. Lebih dari 700 orang telah ditangkap sejauh ini, dan 350 lainnya masih dicari oleh FBI, di mana 250 di antaranya dituduh menyerang petugas polisi. Departemen Kehakiman mendapat tekanan yang meningkat dari beberapa Demokrat untuk lebih fokus pada tindakan ribuan pendukung mantan Presiden Donald Trump dalam menyerang Kongres.
Serangan 6 Januari 2021 terhadap gedung Kongres dilakukan oleh sekelompok pendukung Donald Trump. Serangan itu mengganggu sidang kongres bersama untuk mengonfirmasi hasil pemilihan presiden 2020. Trump, yang kalah dalam pemilihan presiden November 2020 dari saingannya dari Partai Demokrat Joe Biden, dengan klaim terjadi kecurangan, memainkan peran kunci dalam membentuk insiden 6 Januari dengan menghasut para pendukungnya untuk memprotes hasil pemilihan.
Trump, sebagai presiden petahana yang bertugas untuk melindungi sistem politik Amerika, menyebut pemerintahan ini korup dan mempertanyakan sistem pemungutan suara di negaranya. Seraya menekankan terjadinya kecurangan di pilpres, dengan menyeru para pendukungnya dan menghasut mereka untuk melakukan kerusuhan serta menyerang gedung Kongres, secara praktis ia mengorganisir sebuah upaya yang mirip kudeta untuk merusak proses hukum pemilihan Joe Biden.
FBI dan seluruh lembaga pelaksana hukum juga menyebutnya sebagai langkah teroris internal. Trump, mengingat statemennya sebelum terjadinya serangan ke gedung Kongres dan provokasinya kepada para simpatisannya, telah dimakzulkan oleh kubu Demokrat. Tapi upaya pemakzulan ini tidak membuahkan hasil dan Senat pada akhirnya membebaskan Trump. Meski demikian, Departemen Kehakiman Amerika setelah insiden ini secara serius mengejar dan menghakimi para pelaku serangan tersebut.
Menyusul insiden 6 Januari 2021 oleh pendukung ekstrim Donald Trump, masalah terorisme domestik yang kronis dan, tentu saja, berkembang di Amerika Serikat telah mengemuka. Insiden serangan ke Kongres menjadi simbol fenomena yang tidak dapat dipungkiri, yakni adanya friksi yang terus meningkat antara kubu konservatif dan Demokrat di tingkat elit dan dua kutub di tengah masyarakat negara ini. Sampai saat ini juga masih ada perbedaan pendapat antara kubu Demokrat dan Republik terkait faktor terjadinya insiden ini dan siapa yang bersalah dalam hal ini.
Meski demikian, sejumlah kubu Republik terpaksa mengakui peran Donald Trump di bidang ini. Sekaitan dengan ini, Liz Cheney, anggota Komite Investigasi di DPR dari kubu Republik memperingatkan sesama partainya bahwa mereka harus memilih antara Trump dan fakta. Ia mengatakan, "Partai kami harus memilih tetap mendukung Donald Trump atau komitmen terhadap konstitusi; Tapi memilih keduanya tidak mungkin."
Pada saat yang sama, serangan 6 Januari 2020 terhadap Kongres telah membuat para analis memperingatkan bahaya yang sangat nyata dari perang saudara di Amerika Serikat, kemungkinan yang tampaknya tidak terpikirkan beberapa tahun yang lalu.
Barbara Walter, dosen ilmu politik Amerika seraya mengakui bahwa sebuah kesalahan menggambarkan adanya pemerintahan demokratis dengan arti sejati di negaranya, memperingatkan, Amerika Serikat bergerak dengan kecepatan yang menakjubkan menuju ketidakstabilan, perang saudara dan kemungkinan kudeta. Insiden serangan ke gedung Kongres sama halnya dengan dimulainya era pasca-Amerika dan terlupakannya teladan dan nilai-nilai Amerika, khususnya di bidang demokrasi. (MF)