PBB Peringatkan Kondisi Kemanusiaan di Tanduk Afrika
(last modified Thu, 10 Feb 2022 04:57:55 GMT )
Feb 10, 2022 11:57 Asia/Jakarta

Ketika krisis politik dan sosial berlanjut di kawasan Afrika Timur, banyak negara di kawasan itu menghadapi kekeringan yang meluas, sehingga Program Pangan Dunia (WFP) mengumumkan bahwa kekeringan membuat 13 juta orang kelaparan parah di Tanduk Afrika.

Banyak bagian Afrika, khususnya di kawasan Timur, telah lama dilanda kerawanan pangan dan risiko paceklik dan kelaparan. Badan-badan PBB berulang kali menyuarakan keprihatinan tentang kelaparan dan meningkatnya kerawanan pangan bagi penduduk di Afrika Utara dan Timur.

Krisis pangan di Afrika

Menurut berbagai laporan yang telah dipublikasikan, masyarakat di daerah seperti Somalia, Ethiopia dan Kenya menghadapi kekeringan terburuk sejak 1981.

Wokneh Gebeyehu, Sekretaris Eksekutif Otoritas Antarpemerintah tentang Pembangunan (IGAD), dan Chimimba David Phiri, Koordinator Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) Afrika Timur, memperingatkan bahwa kekeringan ekstrem menjadi ancaman bagi pertanian dan padang rumput di Tanduk Afrika.

Baca juga: Parlemen Arab Puji Keputusan Uni Afrika tentang rezim Zionis

Mereka menyatakan, "Saat ini, 26 juta orang di wilayah Tanduk Afrika menghadapi kekurangan pangan yang parah dan diperkirakan dengan berlanjutnya kekeringan parah dan kerawanan pangan pada paruh pertama tahun 2022 di Tanduk Afrika akan semakin meningkat."

Meskipun masalah paceklik, kelaparan dan migrasi yang tidak diinginkan karena konflik internal telah menjadi tantangan terus-menerus bagi negara-negara Afrika, tetapi tantangan tersebut sekarang berada di garis batas dan berbahaya di banyak daerah.

Meningkatnya aktivitas kelompok teroris di Afrika Timur, khususnya Somalia dan mengakibatkan ketidakamanan, curah hujan rendah, hama lahan pertanian, dampak perubahan iklim, ekonomi lemah, populasi tidak terkendali dan pecahnya perang saudara serta bentrokan antara pemerintah dan kelompok separatis adalah di antara alasan intensifikasi kekeringan dan kelaparan di benua itu.

Isu-isu ini, bersama dengan epidemi COVID-19 dan kurangnya akses ke obat-obatan, perawatan dan vaksinasi terhadap COVID-19 di sejumlah besar orang di negara-negara Afrika, telah membuat otoritas dan lembaga internasional semakin memperingatkan tentang situasi wabah ini lebih dari sebelumnya, terkait dengan kondisi masyarakat di daerah-daerah tersebut.

Perdana Menteri Somalia, Mohamed Hussein Roble telah menyatakan keprihatinan atas kemungkinan bencana kemanusiaan jika bantuan mendesak tidak diberikan kepada mereka yang terkena dampak. Ia juga menyerukan rakyat Somalia dan masyarakat internasional untuk membantu mereka yang terkena dampak kekeringan.

Padahal lembaga dan organisasi internasional hanya merasa cukup dengan melaporkan kondisi dan mengumumkan situasi, bahkan belum bekerja sama dalam penyediaan vaksin COVID-19.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hanya 14 negara Afrika, sekitar 10 persen dari populasi mereka, yang telah divaksinasi terhadap virus Corona.

"Jika vaksinasi Corona tertunda di benua itu, dunia akan menghadapi bencana yang berbahaya," kata John Nkengasong, Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika.

Baca juga: Iran Produksi Kit Deteksi Cepat Varian Omicron

Selain itu, kurangnya kondisi aman di beberapa negara ini menyebabkan tidak adanya relawan dari organisasi internasional yang mau dikirim ke sana. Di sisi lain, banyak negara Barat telah mengganggu proses bantuan karena gagal memenuhi kewajiban keuangan mereka kepada organisasi-organisasi internasional.

WHO memperingatkan varian Omicron

Terlepas dari tren kemiskinan, ketidakamanan, kehadiran kelompok teroris dan ketidakstabilan politik yang biasa terjadi di berbagai negara Afrika, epidemi Corona tampaknya telah memasuki era baru sebagai krisis tambahan atas krisis yang biasa terjadi di Benua Afrika.

Konsekuensinya membuat benua ini memasuki babak baru dari krisis yang berujung pada kerawanan pangan dan pengangguran.