Tahap Baru Konfrontasi Inggris dengan Uni Eropa Soal Brexit
Inggris pada hari Senin (13/06/2022) meluncurkan RUU yang akan membatalkan sebagian dari perjanjian Brexit (keluarnya Inggris dari Uni Eropa).
RUU tersebut berusaha untuk menghidupkan kembali wewenang London agar secara sepihak dapat menulis ulang sebagian besar Protokol Irlandia Utara, yang pasca Brexit mempertahankan kawasan itu di pasar tunggal UE dan menetapkan perbatasan pabean dengan bagian lain Inggris. Irlandia Utara adalah bagian dari pulau Irlandia, yang bersama-sama dengan Inggris, Skotlandia dan Wales, membentuk Inggris.
Menteri Luar Negeri Inggris Elizabeth Truss dalam sebuah pernyataan mengatakan, "Ini adalah solusi logis dan praktis untuk masalah yang dihadapi Irlandia Utara. Masalah ini akan melindungi pasar tunggal UE dan memastikan bahwa tidak ada perbatasan yang keras di pulau Irlandia."

Jika disahkan, pemerintah Konservatif akan diizinkan untuk mengabaikan kerangka pengawasan yang disepakati oleh kedua belah pihak pada 2019 dan menggantinya dengan aturan baru tentang kontrol bea cukai, perpajakan, dan arbitrase.
Langkah itu berisiko dimulainya kembali perselisihan Inggris dengan Uni Eropa, dua setengah tahun setelah meninggalkan blok itu.
RUU itu juga menjelaskan soal tuduhan pelanggaran hukum internasional oleh pemerintah Johnson.
Kementerian Luar Negeri Inggris mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa RUU itu "sesuai dengan hukum internasional" dan bertujuan untuk menjaga perjanjian damai 1998 di Irlandia Utara.
RUU tersebut berisi ketentuan yang, jika disepakati dengan Uni Eropa, akan menggantikan protokol sebelumnya.
Langkah baru London untuk meninjau dan merevisi perjanjian Brexit dan hubungan perdagangan dengan Uni Eropa pada periode pasca-Brexit telah mendapat reaksi tajam dari lembaga Eropa dan telah membawa konfrontasi London-Brussel ke tingkat yang baru.
London mengklaim melakukan itu untuk keluar dari berbagai keterbatasan yang diberlakukan oleh perjanjian dengan Uni Eropa tentang pelaksanaan Brexit. Sekalipun demikian, para pejabat Uni Eropa telah menolak berbagai alasan yang dikeluarkan London.
Inggris pada hari Senin (13/06/2022) meluncurkan RUU yang akan membatalkan sebagian dari perjanjian Brexit (keluarnya Inggris dari Uni Eropa).
Maros Sefcovic, Wakil Presiden Komisi Eropa mentweet, "Pendekatan Inggris merusak rasa saling percaya."
Sebelumnya, para pejabat Uni Eropa telah berulang kali meminta pemerintah Konservatif Inggris untuk mematuhi perjanjian internasional, termasuk perjanjian Brexit, dan tidak melanggarnya, jika tidak, konsekuensi dari tindakan tersebut akan ditanggung London.
Protokol Irlandia Utara, yang ditandatangani oleh Perdana Menteri Inggris pada Oktober 2020, adalah bagian dari Perjanjian Brexit, di mana London secara resmi menarik diri dari Uni Eropa pada 31 Januari 2020.
Di bawah protokol ini, ekspor barang dan jasa dari UE ke Irlandia Utara tidak boleh dikenakan tarif bea cukai Inggris, dan London diharuskan mematuhi aturan perdagangan UE untuk barang dan jasa, yang memberlakukan tarif nol persen pada impor dan ekspor barang dan jasa.
Pelaksanaan protokoler tersebut selama ini menghadapi banyak kendala dan permasalahan serta menimbulkan ketidakpuasan masyarakat Irlandia Utara terhadap Brexit. Menariknya, masyarakat di wilayah ini memilih menentang Brexit pada referendum 2016.
"Mayoritas orang di Irlandia Utara, seperti Skotlandia, menentang Brexit dan ingin bergabung dengan Uni Eropa," kata James Curran, analis politik Irlandia.
Pelaksanaan Brexit telah menempatkan Irlandia Utara pada posisi yang istimewa, sehingga di satu sisi berada dalam wilayah politik Inggris dan di sisi lain tunduk pada regulasi ekonomi Uni Eropa.
Situasi kompleks ini menyebabkan banyak gangguan di sektor perdagangan dan ekonomi, seperti kebingungan transfer vaksin Corona dari Uni Eropa ke Inggris.

Seiring berjalannya waktu dan situasi di Irlandia Utara menjadi lebih kritis, tuntutan pemisahan Irlandia Utara dari Inggris meningkat karena mayoritas Katolik separatis, yang menimbulkan kekhawatiran yang berkembang di kalangan Protestan yang menutut persatuan.
Saat ini, upaya London untuk merevisi Protokol Irlandia Utara di bawah Perjanjian Brexit tidak hanya menciptakan ketegangan baru antara London dan Brussel, tetapi tentu saja akan memicu ketidakpuasan saat ini di Irlandia Utara dan situasi yang tidak jelas di kawasan.(sl)