Amerika Tinjauan dari Dalam, 17 Desember 2022
(last modified Sat, 17 Dec 2022 11:00:55 GMT )
Des 17, 2022 18:00 Asia/Jakarta
  • Presiden AS Joe Biden
    Presiden AS Joe Biden

Perkembangan di AS selama sepekan lalu diwarnai sejumlah isu penting seperti, Biden: Kami Tidak akan Kirim Pasukan ke Ukraina.

Selain itu, masih ada isu lain seperti, Mantan Perwira Militer AS: Amerika Pelanggar Terbesar Hak Perempuan, Kongres AS Ingin Keluarkan Rusia dari Dewan Keamanan PBB, Komandan CENTCOM Kunjungi Pakistan, Rencana AS Isi Cadangan Minyak Lagi Setelah Biden Melepas Besar-besaran, Serius Waspadai Beijing, AS sampai Bikin Unit Khusus soal China di Kementerian Luar Negeri.

Biden: Kami Tidak akan Kirim Pasukan ke Ukraina

Presiden Amerika Serikat mengumumkan bahwa negaranya tidak akan mengirim pasukan ke Ukraina, dan hanya peralatan militer saja.

Joe Biden

Sekitar 10 bulan telah berlalu sejak awal perang antara Rusia dan Ukraina meletus, dan Amerika bersama negara-negara Eropa terus mendukung Ukraina yang menyebabkan perang terus berlanjut hingga kini.

Presiden AS Joe Biden pada Senin (13/12/2022) malam waktu setempat menanggapi pertanyaan seorang reporter tentang rencana AS untuk meningkatkan jumlah pasukan militer AS di Ukraina dengan mengatakan, "Kami tidak akan mengirim pasukan ke Ukraina,".

"Sebagaiman sebelumnya, kami hanya akan mengirimkan peralatan militer senilai miliaran dolar," ujar Biden.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Amerika Janet Yellen juga telah mengumumkan bahwa pemerintahan Biden siap untuk melanjutkan bantuan multi-miliar dolarnya ke Ukraina bila diperlukan.

Menurut laporan Bloomberg News, pemerintah AS telah berjanji untuk mengirimkan 38 miliar dolar bantuan militer ke Ukraina dan sejauh ini telah membantu negara ini secara langsung senilai 13 miliar dolar.

Pada hari Minggu, Biden mengkonfirmasi percakapan telepon dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky yang menegaskan dukungan AS untuk Ukraina akan terus berlanjut dan Rusia harus disalahkan atas perang ini.

Mantan Perwira Militer AS: Amerika Pelanggar Terbesar Hak Perempuan

Mantan perwira militer Amerika Serikat dari Batalion Operasi Psikologis ke-11, Komando Operasi Psikologis Urusan Sipil menyebut negaranya sebagai pelanggar hak perempuan terbesar di dunia.

Scott Bennett, Minggu (11/12/2022) dalam wawancara dengan PressTV mengatakan, "Jika PBB ingin menemukan kasus-kasus pelanggaran hak perempuan paling mengejutkan di dunia, maka ia tidak boleh mencarinya di luar AS."

Menurut Scott Bennett, Amerika Serikat memanfaatkan kaum perempuan sebagai alat dalam revolusi-revolusi warna di berbagai belahan dunia.

"Kasus di Iran adalah contoh lain dari operasi pergantian rezim yang diupayakan AS, Israel dan Zionis dengan menyalahgunakan perempuan sebagai arena perang, dan melalui tuduhan-tuduhan yang sepenuhnya tidak berdasar," paparnya.

Mantan perwira militer AS itu menganggap upaya-upaya yang dilakukan Amerika Serikat dan Rezim Zionis terhadap Iran, tidak akan membuahkan hasil.

"PBB memiliki kemampuan untuk menjelaskan masalah ini, dan berusaha supaya dunia dapat menyaksikan hakikat yang sebenarnya," imbuh Bennett.

Ia menegaskan, "Kenyataannya adalah Amerika Serikat, merupakan pelanggar hak perempuan terbesar di dunia."

Kongres AS Ingin Keluarkan Rusia dari Dewan Keamanan PBB

Dua anggota Kongres AS telah meminta Presiden AS Joe Biden untuk mengajukan pencopotan keanggotaan Rusia di Dewan Keamanan dengan dalih perang di Ukraina.

Image Caption

Majalah Foreign Policy  hari Rabu (14/12/2022) melaporkan bahwa Steve Cohen dan Joe Wilson, dua legislator Kongres AS mengklaim bahwa Rusia secara jelas melanggar Piagam PBB.

Kedua anggota Kongres Amerika ini juga mempertanyakan hak Rusia untuk memiliki kursi di Dewan Keamanan dengan dalih mencaplok empat wilayah Ukraina, dan bersiap untuk menyerang kota-kota Ukraina lainnya dan berisiko mengganggu pasokan pangan global.

Badan pengawas keamanan dan HAM di Amerika Serikat yang dikenal dengan Komisi Helsinki Oktober lalu meminta Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken untuk menentang kenaggotaan Rusia di Dewan Keamanan PBB dengan alasan perang di Ukraina dan Rusia dianggap telah melanggar tujuan dan prinsip Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Lembaga ini meminta lembaga pemerintah Amerika untuk mengambil langkah-langkah guna membatasi hak istimewa Rusia di PBB.

Menurut Foreign Policy, Ukraina telah mendukung pencabutan Rusia dari Dewan Keamanan, tetapi para ahli skeptis tentang kemungkinan mewujudkan upaya semacam itu.

Piagam PBB tidak memiliki pasal mengenai kemungkinan pencopotan salah satu anggota tetap Dewan Keamanan PBB.

Penghapusan negara-negara dari Perserikatan Bangsa-Bangsa juga membutuhkan dua pertiga suara anggota Majelis Umum dan persetujuan bulat dari anggota Dewan Keamanan PBB.

Meski rencana yang disampaikan di DPR AS tidak mengikat, tapi tindakan ini menunjukkan upaya Kongres dan pemerintahan Biden untuk meredam pengaruh Rusia.

Komandan CENTCOM Kunjungi Pakistan

Komandan pasukan AS di kawasanTimur Tengah dan Asia Selatan (CENTCOM) mengunjungi Pakistan dan bertemu dengan para komandan militer negara ini untuk membahas sejumlah isu penting, terutama masalah Afghanistan.

Hubungan antara AS dan Pakistan mengalami pasang surut dalam beberapa tahun terakhir dipicu sejumlah masalah, termasuk isu Afghanistan.

Humas Militer Pakistan dalam sebuah pernyataan hari Kamis (15/12/2022) mengatakan bahwa Jenderal Michael E. Kurilla, komandan CENTCOM bersama delegasi militer AS berada di Rawalpindi, dan bertemu dengan komandan baru Pakistan, Sayed Asim Munir hari ini.

Para pihak membahas masalah yang terkait dengan kepentingan bilateral, keamanan dan stabilitas regional, juga kerja sama antara AS dan Pakistan di bidang militer dan keamanan, serta perkembangan terbaru isu Afghanistan.

Sebelumnya, Komandan CENTCOM melakukan perjalanan ke Pakistan sekitar empat bulan lalu.

Pakistan telah berulang kali menentang pemblokiran aset Afghanistan oleh Amerika Serikat, dan mendesak pencairannya untuk membantu mengatasi krisis rakyat Afghanistan yang sedang menderita.

Rencana AS Isi Cadangan Minyak Lagi Setelah Biden Melepas Besar-besaran

Kementerian Energi AS pada Jumat (16/12/2022) mengumumkan rencana pengisian ulang Cadangan Minyak Strategis (SPR).

Pengumuman tersebut disampaikan setelah sebelumnya Presiden AS Joe Biden merilis cadangan minyak dari SPR, sebagaimana dilansir AFP.

Biden merilis minyak dari cadangan AS yang pada awal tahun ini.

Langkah itu diambil Biden untuk menurunkan harga minyak dunia yang sempat menyentuh harga 120 dollar AS per barel imbas invasi Rusia ke Ukraina.

Kementerian Energi AS menyampaikan, pengisian ulang SPR saat ini merupakan waktu yang tepat karena membeli minyak dengan harga yang lebih rendah.

“Kesempatan untuk mendapatkan kesepakatan yang baik bagi pembayar pajak AS dengan membeli kembali minyak dengan harga lebih rendah dari harga rata-rata 96 dollar AS per barel saat dijual, serta untuk memperkuat ketahanan energi,” kata Kementerian Energi AS.

Badan tersebut mengatakan akan membeli hingga tiga juta barel minyak di bawah program percontohan yang dirancang untuk menarik penjual yang dapat mengunci harga.

SPR saat ini menyimpan 382 juta barel minyak mentah, turun sekitar 216 juta barel dari levelnya sebelum September 2021.

Pada Oktober, seorang pejabat AS mengatakan bahwa pemerintah berencana membeli minyak untuk mengisi kembali cadangan setelah harga mencapai sekitar 67 dollar AS hingga 72 dollar AS per barel.

Dibandingkan awal tahun ini, harga minyak dunia pada saat ini lebih murah.

Pada Jumat, harga minyak acuan AS West Texas Intermedia turun 2,4 persen menjadi 74,29 dollar AS per barel.

Kementerian Energi AS mencatat bahwa harga bahan bakar minyak (BBM) telah turun lebih dari 1,80 dollar AS per galon dari puncaknya pada Juni 2022 dan sekarang berada di level termurah sejak September 2021.

Serius Waspadai Beijing, AS sampai Bikin Unit Khusus soal China di Kementerian Luar Negeri

AS akan mengumumkan unit khusus mengenai Beijing bernama “China House” di Kementerian Luar Negeri AS.

Informasi tersebut disampaikan seorang pejabat senior Kementerian Luar Negeri AS kepada Reuters, Kamis (15/12/2022).

Antony Blinken

Pembuatan unit khusus mengenai Beijing tersebut dianggap sebagai reorganisasi internal untuk membantu mempertajam pembuatan kebijakan AS terhadap China, saingan global AS yang paling berpengaruh saat ini.

Rivalitas antara kedua negara di tataran global makin merncung ketika AS pada Kamis memperluas tindakan kerasnya terhadap industri chip China.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Mei mengumumkan mengenai pembentukan “China House”.

Kala itu, Blinken menyebutnya sebagai tim terpadu di seluruh kementerian yang akan mengoordinasikan dan menerapkan kebijakan AS untuk berbagai masalah dan wilayah.

“Skala dan ruang lingkup tantangan yang ditimbulkan oleh Republik Rakyat China akan menguji diplomasi Amerika seperti yang belum pernah kita lihat sebelumnya,” kata Blinken pada Mei.

Diplomat tertinggi AS itu menyampaikan, China menciptakan tantangan jangka panjang paling serius bagi tatanan internasional.

Di Kementerian Luar Negeri AS, “China House” memiliki nama resmi Kantor Koordinasi China.

Unit khusus ini akan menggantikan China Desk di Biro Urusan Asia Timur dan Pasifik Kementerian Luar Negeri AS dan akan mempekerjakan sekitar 60 hingga 70 personel.

 

 

Tags