Feb 15, 2023 11:30 Asia/Jakarta

Pemerintah Myanmar mengumumkan keputusannya untuk mempersenjatai warga yang setia kepada pemerintah, termasuk karyawan dan pensiunan militer.

Jenderal Zaw Min Tun, Juru Bicara Militer Myanmar mengatakan perlu mengeluarkan izin membawa senjata bagi sebagian orang karena mereka ingin berperang melawan kelompok anti-militer dan anti-pemerintah.

Fakta bahwa pejabat militer Myanmar membedakan antara militer dan pemerintah dianggap sebagai langkah menyimpang ke arah pengabaian opini publik.

Tentara Myanmar menghadapi protes rakyat

Karena berdasarkan kudeta baru-baru ini, pemerintah di Myanmar dianggap sebagai pemerintahan militer dan semua keputusan dibuat oleh para komandan militer.

Sementara itu, keputusan penguasa militer Myanmar untuk mempersenjatai pendukung sipil pemerintah patut diperhatikan dan menggugah pemikiran dalam beberapa hal:

Pertama, pemerintah militer Myanmar berupaya membentuk milisi dan menghadapi rakyat Myanmar.

Mempertimbangkan peningkatan protes publik di Myanmar hingga kelanjutan kekuasaan militer, penting untuk menciptakan bentuk represi baru terhadap pengunjuk rasa.

Ali Alaei, seorang ahli urusan internasional, mengatakan:

"Pemerintah militer Myanmar tidak berusaha mengurai masalah rakyat, melainkan mencoba mengikat simpul sebanyak mungkin. Oleh karena itu, pemerintah militer Myanmar berusaha meningkatkan tingkat ancaman publik dengan merekrut tentara bayaran agar penentang kekuasaan militer tidak dapat melawan pemerintah militer."

Kedua, yang melatarbelakangi keputusan pemerintah militer Myanmar untuk mempersenjatai warga sipil di negeri ini adalah apa yang disebut tingkat dukungan publik terhadap kekuasaan militer di Myanmar.

Ketiga adalah meningkatnya ancaman terhadap Muslim Rohingya dari kelompok bersenjata baru.

Pemerintah Myanmar mengumumkan keputusannya untuk mempersenjatai warga yang setia kepada pemerintah, termasuk karyawan dan pensiunan militer.

Tampaknya perlawanan beberapa kelompok terhadap kejahatan yang dilakukan oleh militer Myanmar yang berkuasa terhadap rakyat negara ini, terutama Muslim Rohingya, telah memotivasi militer Myanmar untuk membuat kelompok bersenjata yang pasti tingkat kekerasannya juga menjadi lebih tinggi.

Bahram Zahedi, pakar urusan internasional, mengatakan:

"Beberapa korban kekerasan pemerintah militer Myanmar baru-baru ini adalah Muslim Rohingya, lebih dari satu juta di antaranya hidup sebagai pengungsi di negara tetangga, termasuk Bangladesh. Oleh karena itu, alih-alih menyelesaikan krisis, pemerintah militer Myanmar malah mencoba menyulut krisis baru dengan membentuk milisi."

Bagaimanapun, menurut dokumen yang diterbitkan oleh Kementerian Dalam Negeri Myanmar, kabinet negara pada bulan Desember setuju untuk mengeluarkan izin membawa senjata untuk beberapa individu dan tentara juga mendukungnya.

Oleh karena itu, dalam penilaian umum, dapat dikatakan bahwa pemerintah militer Myanmar mungkin menghadapi tantangan dalam merekrut pasukan dan menekan oposisi, dan bermaksud untuk membuat kelompok proksi demi menekan lawannya dengan merekrut pensiunan militer dan pengangguran.

Sementara itu, krisis politik dan keamanan Myanmar akan selesai ketika masalah Muslim Rohingya diselesaikan secara mendasar dan urusan politik diserahkan kepada rakyat dan partai berdasarkan surat suara.

Sementara kinerja pemerintahan militer Myanmar sedemikian rupa sehingga tidak ada cakrawala yang jelas untuk menyelesaikan tantangan dan masalah tersebut.

Rumah warga Muslim Rohingya yang dibakar

Oleh karena itu, masyarakat Myanmar, khususnya Muslim Rohingya, akan menyaksikan eskalasi permusuhan yang dilakukan oleh militer.

Pasalnya, para penguasa militer Myanmar tidak memberikan tanda-tanda akan diselenggarakannya pemilihan umum dan penyerahan kekuasaan kepada warga sipil.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa penguasa militer berusaha memperkuat posisinya dan memilih jalan ini dengan menekan oposisi.(sl)

Tags