Amerika Tinjauan dari Dalam, 13 Mei 2023
Perkembangan di Amerika selama sepekan lalu diwarnai sejumlah isu penting seperti; Kandidat Presiden AS: CIA Terlibat Pembunuhan John F. Kennedy.
Selain itu, masih ada isu lain seperti;
- Washington Post: AS Kalah di Sudan
- Pejabat Bank Sentral AS Khawatirkan Krisis Perbankan Memburuk
- Bloomberg: Kembalinya Suriah ke Liga Arab, Indikasi Menurunnya Pengaruh AS
- Biden Perpanjang Kondisi Darurat terhadap Suriah
- Warga Amerika Khawatirkan Keamanan Simpanannya di Bank
- Menlu AS: Kami akan Terus Bantu Tentara Ukraina dengan Segenap Kekuatan !
- Amerika Ancam Jatuhkan Sanksi terhadap Tetangga Rusia
Kandidat Presiden AS: CIA Terlibat Pembunuhan John F. Kennedy
Kandidat presiden Amerika Serikat, dari Partai Demokrat, untuk pemilu presiden tahun 2024, meyakini bahwa CIA terlibat dalam teror John F. Kennedy, Presiden AS ke-35.
Robert F. Kennedy, Minggu (7/5/2023) saat ditanya apakah ia percaya CIA terlibat dalam pembunuhan pamannya John F. Kennedy mengatakan, "Tidak diragukan, CIA terlibat dalam pembunuhan itu dan menutup-nutupinya selama 60 tahun".
Ia menambahkan, "Dinas Intelijen Amerika Serikat, CIA, sampai saat ini tidak mempublikasikan dokumen-dokumen yang seharusnya dipublikasikan secara hukum."
Kennedy melanjutkan, "Reaksi pertama ayah saya, Robert F. Kennedy, ketika mendengar saudaranya tewas dibunuh mengatakan, CIA pasti terlibat."
Kandidat capres dari Partai Demokrat itu mengungkapkan bahwa ayahnya tidak lama setelah teror yang dilakukan terhadap Presiden AS ke-35 yang merupakan saudaranya itu mengontak CIA, dan bertanya apakah orang-orang CIA terlibat dalam teror ini.
Robert F. Kennedy Jr juga mengakui bahwa ketika ayahnya mencalonkan diri menjadi Presiden AS, ia bermaksud untuk membubarkan CIA, dan mengorganisir kembali organisasi itu.
Washington Post: AS Kalah di Sudan
Surat kabar Amerika Serikat, menilai pemerintah Gedung Putih, gagal mengevakuasi warganya dari Sudan, yang sedang dilanda perang, dan kebijakan Washington di negara Afrika itu gagal.
Washington Post, Minggu (7/5/2023) dalam laporan yang ditulis Josh Rogin menulis, "AS tidak menganggap penting apa yang dikatakannya, dan bukti dari klaim ini adalah kegagalan kebijakan-kebijakan Gedung Putih di Sudan."
Seperti diberitakan Rai Al Youm sebelumnya, strategi AS yang tidak jelas terkait Sudan, sebulan lalu dan upaya tidak maksimal untuk menyelamatkan warganya di Sudan, menunjukkan, meski pemerintah AS berhasil mengosongkan Kedubesnya di Khartoum, tapi gagal menyelamatkan warga sipilnya di Sudan, padahal negara-negara lain mampu melakukannya.
James Risch, anggota Partai Republik, dan anggota Komisi Hubungan Luar Negeri Senat AS, memprotes ketidakmampuan pemerintah AS, dalam memberikan peringatan terjadinya konflik bersenjata di Khartoum.
Menurutnya, ketidakmampuan ini menjadi alasan kuat dari kegagalan kebijakan-kebijakan Amerika Serikat, di Timur Tengah, dan Afrika Utara.
"Biden berbicara soal sebuah permainan besar tentang demokrasi, tapi realitasnya ia bahkan tidak berupaya sedikit pun untuk membantu negara-negara yang sedang berusaha melakukan transisi menuju demokratisasi. Kenyataannya, strategi pemerintah AS, sepenuhnya kontradiksi dengan pernyataan Biden, bahwa tidak ada lagi negara yang kalah. Buktinya adalah kekalahan kebijakan AS, di Sudan," kata Washington Post.
Pejabat Bank Sentral AS Khawatirkan Krisis Perbankan Memburuk
Mantan kepala cabang bank sentral AS menyampaikan keprihatinan tentang krisis perbankan negaranya yang memburuk.
Robert Kaplan dan Dennis Lockhart, mantan kepala cabang Federal Reserve hari Sabtu (6/5/2023) mengkhawatirkan krisis perbankan yang melanda tahun ini yang dampaknya akan mempengaruhi bank-bank lain di seluruh AS.
Kekhawatiran akan krisis perbankan Amerika tetap tinggi bahkan setelah pengambilalihan First Republic Bank oleh JPMorgan Bank dengan campur tangan pemerintah negara ini.
Runtuhnya beberapa bank secara tiba-tiba dan berturut-turut telah menyebabkan ketidakstabilan prospek keuangan Amerika Serikat, dan mempertanyakan stabilitas sistem perbankan negara ini secara keseluruhan.
Para ahli mengatakan penyebab krisis perbankan Amerika dipicu kenaikan inflasi dan upaya Federal Reserve AS untuk menghadapinya dan menaikkan suku bunga.
Pakar Amerika mengatakan bahwa jika plafon utang tidak dicabut pada musim panas, maka Amerika tidak akan mampu membayar kewajiban finansialnya, dan ini akan menyebabkan runtuhnya perekonomian Amerika.
Bloomberg: Kembalinya Suriah ke Liga Arab, Indikasi Menurunnya Pengaruh AS
Bloomberg menulis, keputusan Liga Arab mengabaikan pertimbangan Washington dan mengembalikan Suriah ke organisasi ini adalah indikasi menurunnya pengaruh AS di kawasan.
Negara-negara anggota Liga Arab Minggu (7/5/2023) mengumumkan kesepakatan mereka terkait rencana kembalinya Suriah ke organisasi ini.
Liga Arab pada November 2011 menangguhkan keanggotaan Damaskus dan menjatuhkan sanksi politik dan ekonomi terhadap negara ini.
Seperti dilaporkan Bloomberg Senin (8/5/2023), sekutu Amerika sangat berminat membentuk jalur politiknya dan hubungan strategis kuat dengan lawan Washington.
Departemen Luar Negeri AS menyatakan, Washington mengetahui bahwa mitra-mitranya ingin menjalin kontak langsung dengan presiden Suriah untuk memberikan lebih banyak tekanan untuk menyelesaikan krisis di negara ini.
Bloomberg menambahkan, apa yang terjadi adalah kembalinya Suriah ke Liga Arab dan ini kemenangan bagi Presiden Suriah Bashar al-Assad, dan negara itu membutuhkan bantuan dari kawasan untuk memulihkan hubungan diplomatik, yang pada akhirnya akan membantu membangun kembali dirinya sendiri, yang telah terkoyak oleh perang dan jutaan orang mengungsi.
Sekaitan dengan ini Abdel Bari Atwan, redaktur Rai al-Youm dalam artikelnya seraya mengisyaratkan kembalinya Suriah ke Liga Arab menekankan bahwa kembalinya ini merupakan kekalahan besar bagi Amerika Serikat dan mengindikasikan penurunan pengaruh Washington di kawasan Asia Barat.
Seraya merujuk pada kembalinya Suriah ke Liga Arab sebuah kemenangan bagi rakyat dan pemimpin Suriah, Abdel Bari Atwanmenambahkan, ini sebuah kekalahan besar bagi Amerika Serikat yang menentang keras kembalinya Suriah dan memprovokasi sejumlah sekutunya mencegah hal ini dengan berbagai cara, tapi tidak ada negara Arab yang menuruti Amerika, dan hal ini menunjukkan penurunan pengaruh Washington di kawasan Timur Tengah.
Biden Perpanjang Kondisi Darurat terhadap Suriah
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden terus melanjutkan pendekatan intervensionisnya di urusan berbagai negara dan kini memperpanjang kondisi darurat nasional terhadap Suriah.
Perpanjangan kondisi darurat nasional AS terhadap Suriah diambil ketika Liga Arab pekan ini menyepakati kembalinya Damaskus ke organisasi ini.
Menurut laporan IRNA, Gedung Putih Selasa (9/5/2023) mengumumkan bahwa Joe Biden memperpanjang kondisi darurat nasional terkait Suriah untuk satu tahun lagi.
Gedung Putih dalam statemennya seraya mengulang tudingan palsu mengklaim bahwa ancaman ini karena langkah pemerintah Suriah mendukung terorisme, berlanjutnya pendudukan Lebanon, menindaklanjuti program rudal dan senjata pemusnah massal, serta melemahkan upaya Amerika dan internasional untuk menciptakan stabilitas dan rekonstruksi di Irak.
Sekaitan dengan ini, Vedant Patel, deputi jubir Kemenlu AS saat merespon kembalinya Suriah ke Liga Arab, seraya mengungkapkan ketidakpuasannya atas transformasi kawasan, mengklaim bahwa Damaskus tidak layak kembali ke Liga Arab.
Kembalinya Suriah ke Liga Arab sebuah langkah dan gerakan bersama negara-negara Arab untuk menormalisasi hubungan dengan Damaskus setelah kekalahan proyek bersama Koalisi Barat-Arab pimpinan AS untuk menggulingkan pemerintah sah Suriah dan Bashar al-Assad.
Warga Amerika Khawatirkan Keamanan Simpanannya di Bank
Hampir separuh dari orang Amerika mengkhawatirkan keamanan simpanan mereka di bank negara ini.
Runtuhnya tiga bank besar Amerika hanya berselang dua bulan telah mempertanyakan stabilitas sistem perbankan negara ini secara keseluruhan.
Menurut survei Gallup Institute terbaru yang dilakukan pada bulan April di seluruh Amerika Serikat dan melibatkan setidaknya 1.000 orang, dan dirilis hari Selasa (9/5/2023), sebanyak 48 persen responden khawatir, dan hampir 20 persen sangat khawatir tentang keamanan uang mereka di bank-bank Amerika.
Analis Gallup percaya bahwa tingkat kekhawatiran masyarakat Amerika saat ini sama dengan keprihatinan mereka selama krisis keuangan 2008.
Runtuhnya Silicon Valley dan Signature Bank dan bank cryptocurrency Silvergate mengguncang kepercayaan publik Amerika terhadap bank-bank negaranya dan mendorong nasabah mentransfer miliaran dolar ke lembaga keuangan yang lebih besar. Salah satu dampak terburuk aksi ini, simpanan nasabah di First Republic Bank turun lebihi $100 miliar dalam tiga bulan pertama tahun ini.
Menlu AS: Kami akan Terus Bantu Tentara Ukraina dengan Segenap Kekuatan !
Menteri Luar Negeri AS menyatakan bahwa Washington dan sekutunya siap untuk melanjutkan dukungannya terhadap Ukraina di medan perang.
Amerika dan sekutu Eropanya mengintensifkan tekanan sanksi terhadap Federasi Rusia dan memasok semua jenis senjata ringan dan berat ke Kyiv yang menyebabkan perang Ukraina terus berkobar hingga kini.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken hari Kamis (11/5/2023) kembali mendukung tentara Ukraina dengan mengatakan,"Washington akan melakukan yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan senjata dan amunisi tentara Ukraina."
Ia mengakui bahwa Amerika Serikat bekerja sama dengan lebih dari 50 negara di seluruh dunia untuk memenuhi kebutuhan Ukraina dalam perang menghadapi pasukan Rusia.
"Kami akan memastikan bahwa apa pun yang dibutuhkan pasukan Ukraina tergantung pada sifat perang, wilayah geografis konflik, dan barang-barang yang dibutuhkan," ujar Blinken.
Menteri Luar Negeri AS juga menyinggung keputusan Inggris untuk melengkapi Ukraina dengan rudal jarak jauh sebagai bagian dari kerja sama dengan Washington untuk memenuhi kebutuhan senjata Ukraina.
Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace dalam pertemuan dengan Majelis Rendah negara ini hari Kamis mengumumkan akan mengirim sistem rudal jak jauh Storm Shadow ke Kyiv demi mendukung pasukan Ukraina menghadapi Rusia.
Amerika Ancam Jatuhkan Sanksi terhadap Tetangga Rusia
Amerika Serikat mengintensiifkan pendekatan intervensionisnya terhadap negara-negara tetangga Rusia dengan mengancam akan menjatuhkan sanksi terhadap Georgia, jika melanjutkan jalur penerbangan ke Rusia.
Pada hari Rabu, 10 Mei, Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani keputusan yang membatalkan larangan penerbangan dan memulihkan perjalanan bebas visa bagi warga negara Georgia.
Menurut RT, Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis (11/5/2023) memperingatkan, jika Tbilisi melanjutkan penerbangan antara Georgia ke Rusia, maka perusahaan negara tersebut akan dikenai sanksi AS.
Pernyataan ini juga berisi peringatan tentang komunikasi apa pun dan peningkatan komunikasi dengan Moskow.
Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS juga mengatakan, "Banyak negara Barat, termasuk Amerika Serikat, melarang pesawat Rusia memasuki wilayah udara mereka.
"Sekarang bukan waktunya untuk meningkatkan interaksi dengan Rusia. Jika maskapai penerbangan Georgia berinteraksi dengan Rusia, mereka akan dikenai sanksi," ujarnya.
Pada 2019, Moskow menangguhkan perjalanan bebas visa dan penerbangan langsung sebagai tanggapan atas protes anti-Rusia di Tbilisi.
Namun, mulai 15 Mei, warga negara Georgia hanya memerlukan visa jika mereka berencana untuk tinggal di Rusia selama lebih dari tiga bulan untuk bekerja atau belajar.
Perdana Menteri Georgia Irakli Garibashvili memuji keputusan Rusia untuk mengizinkan perjalanan bebas visa dan mengakhiri larangan penerbangan langsung antara kedua negara.
Garibashvili sebelumnya mengumumkan bahwa Georgia tidak akan bergabung dengan sanksi keuangan dan ekonomi yang dijatuhkan terhadap Rusia.