Mencermati Eskalasi Tekanan atas Pendukung Palestina di AS
Amerika Serikat sebagai pendukung utama rezim Zionis, bukan hanya memberikan dukungan politik dan militer yang luas kepada rezim ini selama perang Gaza, tapi ternyata pemerintahan Amerika Serikat juga meningkatkan tekanan terhadap pendukung Palestina dan pengkritik kejahatan Zionis.
Para pendukung Palestina, khususnya di universitas-universitas, menghadapi segala macam tekanan dan ancaman, dan terus-menerus menghadapi risiko kehilangan pekerjaan atau dipaksa mengundurkan diri.
Dalam hal ini, Komisi Pendidikan dan Tenaga Kerja Kongres Amerika Serikat pada tanggal 5 Desember mengundang Mary Elizabeth Magill, Presiden Universitas Pennsylvania, Claudine Gay, Presiden Universitas Harvard dan Sally Ann Kornbluth, Presiden Institut Teknologi Massachusetts (MIT) untuk menjawab pertanyaan terkait tindakan mereka terhadap protes atas kejahatan rezim Zionis di Jalur Gaza di halaman kampus.
Aksi ini terjadi setelah Kongres mengeluarkan resolusi yang mengecam tindakan mahasiswa di beberapa universitas Amerika yang menyatakan dukungannya terhadap Jalur Gaza.
Menurut resolusi ini, dukungan terhadap Hamas, Hizbullah dan kelompok perlawanan lainnya dengan dalih dugaan terorisme di institusi pendidikan tinggi Amerika Serikat dikecam.
Sekalipun resolusi tersebut dinyatakan tidak mengikat secara hukum dan hanya sekedar tindakan simbolis, tapi ada upaya interogasi terhadap rektor universitas Amerika menunjukkan kebalikan dari klaim tersebut dan membuktikan bahwa isi resolusi tersebut diterapkan di universitas-universitas Amerika.
Data yang baru-baru ini diterbitkan tentang sensor terhadap mahasiswa di berbagai universitas AS dan berbagai alasan yang telah dipublikasikan merupakan bukti lain kebenaran masalah ini.
Dalam acara dengar pendapat Kongres, Lis Magill, Rektor Universitas Pennsylvania, yang dipanggil ke Kongres AS setelah demonstrasi para pendukung rakyat Palestina yang tertindas di kampus universitas ini dan menolak untuk mengutuk rakyat Palestina, mengundurkan diri dari jabatannya pada hari Senin (11/12) di bawah tekanan dan ancaman.
Mahasiswa Universitas Pennsylvania sebelumnya bereaksi terhadap kejahatan rezim Zionis dan menuntut diakhirinya pembunuhan warga sipil di Jalur Gaza.
Gara-gara menggelar demonstrasi damai di universitas ini, Liz Magill banyak dikritik oleh para aktivis pendukung Israel.
Dalam acara lainnya, empat mahasiswa Universitas Harvard dipanggil ke komite disiplin universitas ini karena mendukung masyarakat Gaza dan berpartisipasi dalam demonstrasi.
Universitas Harvard menggambarkan pengorganisasian demonstrasi pro-Palestina di universitas ini sebagai perilaku yang tidak dapat diterima dan menghambat aktivitas normal mahasiswa.
Mahasiswa yang berpartisipasi dalam protes pro-Palestina di Universitas Harvard bulan lalu diperkirakan akan diberi peringatan.
Amerika Serikat sebagai pendukung utama rezim Zionis, bukan hanya memberikan dukungan politik dan militer yang luas kepada rezim ini selama perang Gaza, tapi ternyata pemerintahan Amerika Serikat juga meningkatkan tekanan terhadap pendukung Palestina dan pengkritik kejahatan Zionis.
Kojo Acheampong dari mahasiswa Universitas Harvard mengatakan, Tindakan disipliner dapat mencakup penangguhan siswa dari studi. Namun, apa yang mereka (otoritas universitas) lakukan tidak menghentikan kami dan tindakan ini tidak akan menghentikan kami dalam aksi solidaritas dengan rakyat Palestina.
Terlepas dari dukungan luas pemerintahan Biden bagi Zionis Israel, di dalam Amerika Serikat, masyarakat dan kaum elit, terutama mahasiswa dan dosen, menentang tindakan kriminal Israel terhadap warga Palestina yang tinggal di Gaza dan menyerukan gencatan senjata segera serta penghentian konflik berdarah yang semakin meningkat.
Sekaitan dengan hal ini, berbagai universitas AS telah menjadi ajang konfrontasi antara pendukung bangsa Palestina dan rezim Zionis, dan dalam beberapa minggu setelah operasi Badai Al-Aqsa pada 7 Oktober dan serangan brutal Zionis di Gaza, universitas tersebut telah menjadi pusat demonstrasi menentang rezim Zionis.
Sikap para dosen universitas yang mendukung warga Palestina dan protes mahasiswa terhadap kejahatan Israel telah meningkatkan tekanan terhadap mereka.
Tekanan kepada akademisi Amerika dengan tuduhan anti-Semitisme telah menyebabkan banyak dari mereka lebih memilih tutup mulut dan bahkan menghindari memberikan pendapat ilmiah tentang konflik yang terjadi.
80% profesor dan mahasiswa studi Timur Tengah di Amerika Serikat mengatakan mereka melakukan sensor mandiri terhadap kejahatan Israel.
Dukungan luas atas Palestina dan kutukan atas kejahatan Zionis di universitas AS di satu sisi, dan tindakan pro-Zionis, khususnya di Kongres dan otoritas universitas untuk mengintimidasi mahasiswa dan dosen, bahkan mengancam akan mengeluarkan mereka, di sisi lain, sekali lagi mempertanyakan isu kebebasan berpendapat di Barat, khususnya di AS.
Barat bereaksi keras terhadap siapa yang mengambil posisi tidak konvensional atau ilegal dalam hal-hal yang sakral dan tidak perlu dipertanyakan lagi dari sudut pandang mereka, dan menerapkan segala macam tekanan dan hukuman terhadap mereka.
Sejujurnya, kebebasan berpendapat di negara-negara Barat, termasuk AS, hanya ada selama garis merah atau apa yang disebut tabu, seperti dukungan total terhadap rezim Zionis atau Holocaust, tidak dipertanyakan.
Ketika ada pertanyaan sekecil apa pun diajukan tentang masalah ini atau mendukung Palestina dan mengutuk kejahatan Israel, maka tindakan paling keras akan diambil terhadap mereka yang melakukan hal itu.(sl)