Skenario Berbahaya NATO, Prioritas Bukan Perdamaian tapi Perang
Jul 11, 2024 19:12 Asia/Jakarta
Parstoday – Kandidat calon presiden Amerika Serikat, Robert F. Kennedy Jr, menganggap prioritas utama Pakta Pertahanan Atlantik Utara, NATO bukan memelihara perdamaian tapi menyulut peperangan.
Negara-negara NATO dalam beberapa hari ini menggelar pertemuan di AS, bertepatan dengan peringatan berdirinya aliansi militer ini yang ke-75. Selama ini NATO dikenal memiliki rekam jejak buruk di bidang keamanan global.
Kejahatan-kejahatan, dan intervensi NATO di Yugoslavia, Serbia, Libya, dan Afghanistan, serta sekarang di Ukraina, tidak bisa ditutupi, dan saat ini cakupan kejahatan tersebut diperluas hingga ke wilayah timur.

Pertemuan NATO tahun ini di Washington, diselenggarakan bersamaan dengan banyak krisis politik, dan militer, mulai dari berlanjutnya perang Ukraina, hingga pemilu presiden AS, dan kemunculan sayap kanan ekstrem di Eropa.
Sekjen NATO, Jens Stoltenberg, menilai perluasan, dan dibukanya pintu untuk negara lain masuk ke aliansi ini adalah pilihan yang pasti, dan keputusan yang tidak mudah, serta dipicu oleh kekhawatiran dan ketakutan untuk berhadapan dengan Rusia.
Stoltenberg, dalam pertemuan tiga hari NATO, di Washington, yang berlangsung hingga 11 Juli, terkait perang Ukraina mengatakan, "Perang ini adalah krisis keamanan terbesar sepanjang generasi manusia. Risiko dan bahaya paling besar adalah ketika Rusia menang atas Ukraina. Selain itu, dukungan NATO atas Ukraina, disertai berbagai risiko dan bahaya potensial, dan tentunya tidak ada pilihan-pilihan aman serta tak berbahaya selama perang."

Di sisi lain, Konstantin Gavrilov, Kepala Delegasi Rusia, dalam perundingan Wina, menegaskan bahwa langkah negara-negara NATO saat ini telah meningkatkan bahaya lain di antara kekuatan-kekuatan nuklir dunia.
Sementara itu Penasihat Keamanan Nasional AS, Jake Sullivan, baru-baru ini mengumumkan bahwa NATO telah mengangkat seorang wakil senior di Kiev, ibu kota Ukraina, untuk mempererat hubungan dengan negara itu.
John Mearsheimer, pakar politik dan hubungan internasional AS, meyakini bahwa perluasan infilrasi NATO, hingga ke perbatasan Rusia, bersumber dari ilusi liberal, dan akar utama terjadinya perang di Ukraina.

Pada saat yang sama, Anatoly Antonov, Duta Besar Rusia, untuk AS, terkait pertemuan NATO di Washington menuturkan, AS dan sekutu-sekutunya di pertemuan NATO, dengan dukungan membabi buta terhadap Ukraina, tengah menjalankan kebijakan memperluas militerisme, dan melanjutkan ketegangan di kawasan.
Ia menambahkan, "Pertemuan NATO di Washington, menegaskan substansi pemaksaan kehendak, dan target-target AS, serta sekutu-sekutunya terhadap seluruh dunia."

NATO akan terus melemparkan tuduhan-tuduhan untuk mempertahankan eksistensi diri apa pun risikonya, terbukti Sekjen NATO, belum lama ini menuduh Cina dan beberapa negara lain mendukung Rusia, dalam perang melawan Ukraina.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Lin Jian, menjawab tuduhan ini dan mengatakan, "Apa yang disebut keamanan oleh NATO, akan mengorbankan keamanan negara-negara lain, dan langkah ini memiliki tingkat bahaya yang sangat tinggi bagi dunia dan kawasan."

Diplomat Cina ini menambahkan, "Cina menentang keras tuduhan-tuduhan tak berdasar dan serangan NATO terhadap negara ini dengan niat untuk menyalahkan pihak lain. Dengan dalih ini, NATO ingin memanfaatkan Cina, sehingga ia bisa memperluas infiltrasinya hingga ke timur wilayah Asia-Pasifik, dan meningkatkan ketegangan-ketegangan regional."
Apa yang bisa dipastikan adalah dukungan senjata NATO terhadap Ukraina, dapat membuat situasi perang di negara itu semakin kompleks, dan dampak-dampak dari langkah ini sudah berulangkali diperingatkan oleh Rusia. (HS)