Penarikan Militer Prancis dari Senegal / Afrika Tak Mau Lagi Mematuhi Penjajah
https://parstoday.ir/id/news/world-i174662-penarikan_militer_prancis_dari_senegal_afrika_tak_mau_lagi_mematuhi_penjajah
Pars Today - Pasukan Prancis terpaksa mundur dan keluar dari Senegal.
(last modified 2025-07-30T06:25:16+00:00 )
Jul 19, 2025 14:12 Asia/Jakarta
  • Warga Senegal
    Warga Senegal

Pars Today - Pasukan Prancis terpaksa mundur dan keluar dari Senegal.

Prancis mulai menyerahkan pangkalan militernya kepada Senegal pada bulan Maret. Penarikan ini mengakhiri 65 tahun kehadiran militer Prancis di Senegal, sebuah langkah yang mengikuti penarikan serupa oleh pasukan Prancis di seluruh benua Afrika dan membuat militer negara itu tidak memiliki pangkalan permanen di Afrika Barat dan Tengah.

Menurut laporan Pars Today mengutip IRNA, Prancis mengakhiri tahun-tahun kehadiran militernya di negara itu pada hari Kamis (17/07/2025) dengan secara resmi menyerahkan pangkalan militer terakhirnya di Senegal. Dengan demikian, sekitar 350 tentara Prancis, yang misi utamanya adalah melaksanakan operasi gabungan dengan tentara Senegal, akan meninggalkan negara Afrika Barat itu setelah proses penarikan selama tiga bulan.

Sebelumnya, negara-negara Afrika termasuk Mali, Niger, dan Burkina Faso telah mengusir pasukan Prancis dan menutup pangkalan mereka.

Dengan mengusir pasukan militer Prancis dari negara-negara Afrika, pemerintah di benua itu berusaha memulai era baru kedaulatan politik berdasarkan kemerdekaan penuh.

Namun, mengapa orang Afrika ingin mengusir Prancis?

Penarikan pasukan militer Prancis dari negara-negara Afrika, terutama dalam beberapa tahun terakhir, dapat dilihat sebagai akibat dari serangkaian faktor politik, ekonomi, dan sosial di tingkat domestik, regional, dan internasional.

Di beberapa negara Afrika, terutama di kawasan pesisir dan Afrika Barat, kehadiran militer Prancis menghadapi pertentangan internal yang kuat dari publik. Banyak orang dan kelompok politik domestik percaya bahwa kehadiran pasukan Prancis bukan hanya tidak membantu memperbaiki situasi keamanan di negara mereka, tetapi dalam banyak kasus justru memperburuk krisis, menyebarkan kekerasan, dan terorisme. Misalnya, di Mali, rakyat negara ini telah berulang kali menyaksikan kesalahan tentara Prancis dan pembunuhan terhadap orang-orang, alih-alih teroris.

Rakyat Afrika, terutama dengan ditemukannya beberapa kuburan massal di dekat pangkalan militer Prancis, semakin menyadari bahwa Prancis lebih mementingkan kepentingannya sendiri di kawasan ini daripada keamanan, stabilitas nyata, atau membantu membangun negara-negara di benua ini. Oleh karena itu secara resmi menuntut penarikan Prancis dari wilayah mereka.

Di sisi lain, memori sejarah bangsa Afrika masih mengingat kejahatan dan penjarahan yang dilakukan Prancis dan negara-negara eksploitatif lainnya, sehingga generasi baru di benua ini enggan untuk tunduk dan mendampingi Prancis.

Di sisi lain, dalam beberapa tahun terakhir, seiring kemajuan dan pertumbuhan sosial, politik, dan budaya di banyak negara Afrika, mereka semakin aktif di kancah internasional dan berupaya memperluas hubungan dengan negara-negara lain di dunia, terutama dengan kekuatan-kekuatan global baru, seperti Rusia, Cina, dan Iran.

Selama dekade terakhir, gerakan dan partai politik baru mulai bermunculan di banyak negara Afrika, dan pemerintahan baru pun berkuasa. Pemilihan umum demokratis telah diselenggarakan di banyak negara, dan banyak negara sedang mempersiapkan diri untuk menyelenggarakan pemilihan umum.

Dengan perubahan politik ini, kemerdekaan politik dan pembentukan hubungan politik baru dengan negara-negara lain telah menjadi prioritas negara-negara Afrika, dan rakyat di benua ini tidak lagi sekadar tunduk pada kehendak dan kebijakan Prancis. Kondisi ini praktis telah mendorong Prancis, terutama dalam beberapa tahun terakhir, untuk mempertimbangkan kembali kebijakannya terhadap Afrika dan menyimpulkan bahwa mereka harus menarik diri dari benua ini.(sl)