Trump dan Kembalinya Amerika ke Perjanjian Abad Pertengahan
https://parstoday.ir/id/news/world-i177540-trump_dan_kembalinya_amerika_ke_perjanjian_abad_pertengahan
Pars Today - Selama masa jabatan kedua Trump, kebijakan luar negeri AS mengalami transformasi fundamental. Perjanjian internasional yang biasanya harus disahkan oleh Kongres diubah menjadi perjanjian personal.
(last modified 2025-09-30T08:43:07+00:00 )
Sep 29, 2025 13:52 Asia/Jakarta
  • Donald Trump dan Raja Charles III
    Donald Trump dan Raja Charles III

Pars Today - Selama masa jabatan kedua Trump, kebijakan luar negeri AS mengalami transformasi fundamental. Perjanjian internasional yang biasanya harus disahkan oleh Kongres diubah menjadi perjanjian personal.

Majalah Amerika, Foreign Policy baru-baru ini menulis dalam sebuah artikel, Selama masa jabatan kedua Trump, proses tradisional berbasis hukum dalam kebijakan luar negeri AS telah ditinggalkan. Perjanjian internasional yang menurut Konstitusi harus disahkan oleh Kongres diubah menjadi perjanjian personal antara presiden dan para pemimpin asing.

Menurut laporan Pars Today, perjanjian-perjanjian ini di permukaan disajikan sebagai pencapaian diplomatik, tetapi dalam praktiknya lebih seperti transaksi individual dan tidak memiliki dasar hukum dan kelembagaan yang kuat. Perubahan semacam ini mengingatkan pada model abad pertengahan di mana perjanjian terikat pada kehendak dan kehidupan raja.

Tradisi politik Amerika menekankan bahwa perjanjian-perjanjian penting harus diratifikasi dengan suara dua pertiga Senat atau mayoritas Kongres sehingga tidak ada presiden yang dapat mengubah nasib negara sendirian. Namun, saat ini, puluhan perjanjian diumumkan tanpa keterlibatan Kongres, dan presiden menjadi satu-satunya aktor kebijakan luar negeri, sebuah situasi yang dicegah oleh para pendiri Amerika Serikat dengan sistem checks and balances.

Masalahnya, perjanjian semacam itu dapat menimbulkan beban keuangan atau komitmen militer, sementara wewenang anggaran dan sebagian besar kekuasaan perang berada di tangan Kongres AS. Perjanjian tanpa suara perwakilan rakyat tidak memiliki legitimasi domestik dan validitasnya dalam hukum internasional juga dipertanyakan. Banyak dari komitmen ini didasarkan pada fondasi yang rapuh.

Aspek lain dari cerita ini adalah kerahasiaan yang meluas. Banyak perjanjian tidak dipublikasikan, dan bahkan anggota Kongres tidak mengetahui detailnya. Situasi ini sangat mirip dengan perjanjian rahasia yang menyebabkan krisis internasional di abad ke-20. Dalam beberapa kasus, para pihak dalam perjanjian tersebut juga menolak klaim Washington, yang telah meningkatkan ketidakpercayaan domestik dan asing.

Contoh-contoh spesifik menunjukkan bahwa masalah ini nyata. Kesepakatan mineral Ukraina dan perjanjian repatriasi migran di El Salvador dan Ghana merupakan contoh rahasia yang telah lama tersimpan.

Dalam kasus-kasus terkait, bahkan Mahkamah Agung pun dihadapkan pada kurangnya bukti dan akhirnya terpaksa mengeluarkan perintah sementara agar pemerintah dapat bertindak. Proses tersebut menunjukkan bahwa kurangnya kejelasan hukum dapat menyebabkan kekacauan yang serius.

Melanjutkan jalan ini berbahaya, karena perjanjian pribadi presiden menggantikan perjanjian formal. Ini berarti bahwa setiap kali terjadi pergantian di Gedung Putih, komitmen luar negeri Amerika juga akan berubah. Situasi seperti ini merupakan tanda ketidakstabilan bagi sekutu dan peluang bagi pesaing Amerika.

Pengalaman sejarah telah menunjukkan bahwa perjanjian hanya akan bertahan selama didukung oleh lembaga legislatif. Jika tidak, perjanjian tersebut lebih seperti perjanjian sementara yang runtuh ketika satu orang berubah pikiran. Para pendiri negara memperingatkan bahwa pemusatan wewenang perjanjian di tangan satu orang akan mengarah pada monarki terpilih.(sl)