Kisah Nayyirah: Air Mata yang Menyalakan Perang
https://parstoday.ir/id/news/world-i180848-kisah_nayyirah_air_mata_yang_menyalakan_perang
Air mata seorang gadis, putri Duta Besar Kuwait, di Kongres Amerika pada tahun 1990 merupakan salah satu contoh paling jelas tentang bagaimana kekuatan media dapat membantu keberhasilan propaganda politik—propaganda kelam yang akhirnya memicu sebuah perang berdarah di Asia Barat.
(last modified 2025-11-22T09:03:01+00:00 )
Nov 22, 2025 15:49 Asia/Jakarta
  • Kisah Nayyirah: Air Mata yang Menyalakan Perang

Air mata seorang gadis, putri Duta Besar Kuwait, di Kongres Amerika pada tahun 1990 merupakan salah satu contoh paling jelas tentang bagaimana kekuatan media dapat membantu keberhasilan propaganda politik—propaganda kelam yang akhirnya memicu sebuah perang berdarah di Asia Barat.

Seorang gadis berusia lima belas tahun, dengan mata yang berlinang dan suara bergetar, berdiri di depan Kongres Amerika. Ia bercerita tentang tentara Irak yang—menurut kesaksiannya—mengeluarkan bayi-bayi dari inkubator dan meletakkannya di lantai dingin hingga mereka meninggal. Gambaran ini, pada Oktober 1990, menggugah hati jutaan warga Amerika dan menjadi salah satu alasan dimulainya operasi “Badai Gurun”.

Namun kenyataannya berbeda. Nayyirah al-Sabah adalah putri Duta Besar Kuwait di Washington. Kesaksiannya—yang disiarkan ke seluruh dunia—ternyata merupakan narasi yang dirancang oleh sebuah perusahaan hubungan masyarakat Amerika.

Kisah ini telah menjadi salah satu contoh paling terkenal dari propaganda modern: seni membentuk opini publik melalui rekayasa narasi. Propaganda tidak selalu berupa kebohongan langsung; sering kali ia memilih sebagian kecil dari kenyataan dan menyembunyikan sisanya, sehingga menghasilkan gambaran yang mendorong masyarakat menuju kesimpulan tertentu. Dalam praktiknya, propaganda biasanya mengandung tiga unsur:

Pengulangan masif – pesan disampaikan berulang-ulang hingga tampak seperti fakta tak terbantahkan.

Eksploitasi emosi – memanfaatkan rasa takut, marah, atau simpati untuk melewati proses berpikir rasional.

Penciptaan dikotomi – membagi dunia menjadi “kami” yang benar dan “mereka” yang jahat.

Jalan Raya Kematian – Kendaraan militer Irak yang hancur setelah serangan pasukan Amerika dan Inggris

Dalam kasus Nayyirah, media besar Amerika seperti NBC dan ABC berubah menjadi alat penyebaran propaganda tersebut. Dengan liputan emosional dan visual dramatis, mereka memperkuat narasi yang pada akhirnya berkontribusi pada kematian lebih dari 3.500 warga sipil Irak. Cerita ini hanyalah salah satu contoh dari propaganda gelap yang kemudian terbukti tidak benar—sebuah pola yang telah berulang berkali-kali dalam sejarah.

Di era informasi saat ini, setiap narasi media yang sangat kuat perlu diuji dengan tiga pertanyaan dasar berikut:

Siapa yang membentuk narasi ini?

Bagian mana dari kenyataan yang sengaja tidak disampaikan?

Siapa yang mendapat keuntungan jika narasi ini dipercaya?

Propaganda, pada hakikatnya, tidak jauh berbeda dari sebuah sulap: keduanya adalah seni mengalihkan perhatian. Penyihir melakukannya dengan gerakan tangan yang cepat; propagandis melakukannya dengan permainan cerdas terhadap fakta-fakta.(PH)