Pertemuan "International Syria Support Group" di New York
(last modified Wed, 21 Sep 2016 10:07:54 GMT )
Sep 21, 2016 17:07 Asia/Jakarta
  • Pertemuan

Pertemuan kelompok yang disebut sebagai Kelompok Internasional Pendukung Suriah (International Syria Support Group) telah digelar di sela-sela Sidang Umum PBB ke-71 di New York. Pertemuan ini berlansung dalam suasana tegang dan alot, dan tidak ditemukan jalan keluarnya.

Pertemuan yang diselenggarakan pasca berakhirnya gencatan senjata selama sepekan di Suriah itu dipimpin oleh John Kerry, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat dan Sergei Lavrov, sejawatnya dari Rusia. Usai pertemuan ini , Kerry kepada wartawan pada Selasa (20/9/2016) dengan singkat mengatakan, "gencatan senjata belum mati."

 

Di sisi lain, Jean-Marc Ayrault, Menlu Perancis mengatakan, pertemuan terkait Suriah di New York berlangsung tegang dan dalam suasana panas. Sementara Staffan de Mistura, Utusan Khusus PBB untuk Suriah juga mengatakan bahwa "gencatan senjata belum mati."

 

Menlu AS dan Rusia –sebagai sponsor kesepakatan 9 September (perjanjian gencatan senjata di seluruh Suriah kecuali wilayah yang diduduki teroris)– telah menggelar pertemuan bilateral sebelum berlangsungnya pertemuan tentang Suriah di New York.

 

Berakhirnya gencatan senjata yang disepakati antara Menlu AS dan Rusia di Suriah dan pelanggaran terhadap perjanjian ini menyelimuti pertemuan Kelompok Internasional Pendukung Suriah di New York. Kerry dan Lavrov  saling menuding atas kegagalan gencatan senjata  tersebut.

 

Menlu AS dalam sebuah pernyataan mengatakan, para peserta pertemuan di New York sepakat bahwa meskipun kekerasan berlanjut, namun kelanjutan gencatan senjata di seluruh wilayah Suriah berdasarkan kesepakatan AS dan Rusia di Jenewa masih tetap diperlukan.

 

Krisis Suriah yang telah memasuki tahun keenam menunjukkan kegagalan upaya masyarakat internasional terutama AS untuk menyelesaikan krisis ini. Kegagalan tersebut disebabkan mereka tidak memiliki kebijakan yang sama dalam memerangi terorisme.

 

Dalam kondisi seperti itu, setiap inisiatif dan bahkan kesepakatan terbaru antara Menlu AS dan Rusia tidak akan mampu mengakhiri krisis Suriah. AS telah melakukan banyak upaya hingga menunjukkan bahwa Washington memiliki keinginan serius untuk menyelesaikan krisis Suriah, namun sayangnya, kenyataan di lapangan justru menunjukkan sebaliknya.

 

Gencatan senjata di Suriah selama tujuh hari merupakan hasil perundingan sekitar 14 jam antara Menlu AS dan Rusia di Jenewa. Kesepakan ini berakhir pada hari Senin, 19 September 2016, namun diumumkan bahwa gencatan senjata ini tidak memenuhi harapan dan keinginan AS dan Rusia. Perjanjian ini justru semakin menegaskan adanya ketidakpercayaan di antara mereka. Sementara itu, medan-medan pertempuran di Suriah juga kembali berkecamuk seperti sebelumnya.

 

Selama berlangsung gencatan senjata, kelompok-kelompok bersenjata tak henti-hentinya menyerang posisi-posisi militer Suriah dan perumahan penduduk sipil di Aleppo. Penyerangan terhadap konvoi bantuan kemanusiaan PBB di dekat Provinsi Aleppo, yang menewaskan 12 orang menunjukkan rumitnya krisis Suriah, di mana serangan ini terjadi akibat pembagian kelompok-kelompok teroris.

 

Meskipun kesepakatan terbaru antara Menlu AS dan Rusia menyebut Front al-Nusra (Jabhat Fath al-Sham) sebagai kelompok teroris, namun pemisahan kelompok-kelompok bersenjata yang berafiliasi dengan Front al-Nusra dari oposisi bersenjata "moderat" bukan pekerjaan yang mudah.

 

Dukungan AS kepada kelompok-kelompok bersenjata yang diklaim Washington sebagai moderat diberikan ketika mereka memiliki tujuan yang sama dengan kelompok-kelompok teroris di Suriah. Penggulingan pemerintah Bashar al-Assad, Presiden Suriah dan pelemahan militer negara Arab anti-Israel ini merupakan tujuan bersama para teroris dan kelompok-kelompok bersenjata "medorat."

 

Serangan militer AS terhadap pasukan Suriah di Aleppo di masa gencatan senjata dan serangan terhadap konvoi bantuan kemanusiaan PBB di dekat Aleppo serta penyalahgunaan kelompok-kelompok bersenjata untuk memperkuat kemampuan perangnya, menunjukkan betapa sulitnya untuk memisahkan para milisi yang aktif di bawah nama kelompok-kelompok oposisi itu.

 

Situasi yang sebenarnya di Suriah menunjukkan bahwa hingga sekarang gencatan senjata sejatinya belum terjadi. Menlu AS di akhir pertemuan di New York dengan nada putus asa mengatakan bahwa "gencatan senjata hingga sekarang belum mati." (RA)

 

Tags