Retorika Netanyahu dan Dukungan AS
Ketika Perdana Menteri rezim Zionis Israel, Benyamin Netanyahu mengancam akan merevisi hubungan Tel Aviv dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Presiden terpilih Amerika, Donald Trump mengklaim bahwa resolusi terbaru Dewan Keamanan PBB mengutuk pembangunan distrik Zionis dan tuntutan untuk menghentikannya akan mempersulit perundingan damai.
Trump di reaksi terbarunya atas peratifikasian resolusi Dewan Keamanan mengecam pembangungan distrik Zionis di bumi Palestina pendudukan mengklaim, represi terhadap Israel di PBB akan mempersulit perundingan antara Israel dan Palestina untuk mencapai perdamaian.
Disebutkan bahwa Dewan Keamanan Jumat malam melalui sebuah langkah tak terduga menyetujui resolusi mengecam distrik Zionis dan tuntutan untuk menghentikannya. Berdasarkan resolusi ini, segala bentuk pembangunan distrik Zionis di bumi Palestina pendudukan merupakan pelanggaran nyata terhadap konvensi internasional yang mengancam serius perdamaian di kawasan dan potensi pembentukan negara independen Palestina.
14 anggota Dewan Keamanan menyetujui resolusi ini dan hanya Amerika yang abstain. Ini untuk pertama kalinya setelah 36 tahun lalu, Amerika tidak menveto resolusi terkait distrik ilegal Zionis. Resolusi ini membangkitkan kemarahan rezim Zionis Israel. Benyamin Netanyahu saat mereaksi langkah dewan ini mengatakan, Tel Aviv dalam tempo satu bulan akan merevisi kerjasamanya dengan PBB termasuk bantuan finansial kepada lembaga-lembaga di bawah organisasi dunia ini serta kehadiran perwakilan PBB di Israel.
Donald Trump hari Jumat tak lama setelah peratifikasian resolusi ini seraya mengisyaratkan waktu pengangkatan resmi dirinya mengatakna, terkait PBB, kondisi akan berbeda mulai 20 Januari.
Sebelumnya Netanyahu setelah menyadari bahwa Barack Obama berbeda dengan presiden Amerika sebelumnya dari dua kubu, tidak akan menveto resolusi PBB anti Israel, langsung menghubungai Trump dan presiden terpilih Amerika ini pun secepatnya merilis statemen dan meminta Obama menveto resolusi tersebut, namun stateman ini tidak menghalangi peratifikasian resolusi di Dewan Keamanan.
Keputusan Barack Obama memberi suara abstain terhadap resolusi ini merupakan cercaan besar terhadap sekutu tradisional Washington di sejarah kontemporer. Di sisi lain, represi masyarakat internasional dan bahkan sekutu Eropa Washington memprotes pembangunan distrik Zionis juga berpengaruh pada suara abstain Amerika.
Sementara itu, pemerintah Barack Obama sejatinya sama seperti pemerintahan terdahulu Amerika yang senantiasa menjadi pendukung rezim Zionis Israel. Bahkan pemerintahan Obama di tahun 2011 menveto draf resolusi Dewan Keamanan yang mengecam berlanjutnya pembangunan distrik Zionis.
Obama melalui suara abstain terhadap resolusi anti distrik Zionis di Dewan Keamanan, khususnya di hari-hari terakhirnya sebagai presiden Amerika ingin menunjukkan citra positif bagi dirinya. Di sisi lain, resolusi dewan kali ini terhitung sangat lunak dan isinya disusun sedemikian rupa sehingga terkesan tidak mengikat sehingga pada akhirnya tidak akan merugikan rezim Zionis Israel.
Selain itu, Israel selama ini tidak pernah komitmen tehradap perjanjian dan hukum internasional. Dengan demikian resolusi kali ini pun pasti tidak akan dijalankan. Tak hanya itu, Trump akan memangku jabatan presiden Amerika secara resmi kurang dari empat pekan mendatang dan memulai tugasnya. Di sisi lain, anggota Kongres Amerika sejak kini telah memberikan janji kepada Netanyahu akan menudukung Tel Aviv.
Namun demikian protes Israel terhadap resolusi Dewan Keamanan dan bahkan ancaman untuk memutus kerjasama dengan PBB, sangat penting dari segi politik, karena Israel kini tengah berada di bawah tekanan masyarakat internasional. Selain itu, berlanjutnya protes yang dibarengi dengan pelanggaran janji serta kejahatan Israel akan berujung pada semakin terkucilnya Israel, karena dalam hal ini Israel yang harus berhati-hati atas represi masyarakat internasional dari pada ketergantungan PBB kepada Tel Aviv. (MF)