Rapor Kinerja Ban Ki-moon
(last modified Sat, 31 Dec 2016 11:03:57 GMT )
Des 31, 2016 18:03 Asia/Jakarta
  • Rapor Kinerja Ban Ki-moon

Dua periode masa jabatan Ban Ki-moon sebagai sekjen PBB berakhir 31 Desember 2016. Sejak satu Januari 2017, António Guterres akan memulai masa tugasnya sebagai sekjen PBB ke-9.

Selama sepuluh tahun menjabat sebagai sekretaris jenderal PBB, organisasi internasional terbesar ini menghadapi berbagai tantangan dan krisis yang menghadang. Tampaknya, Ban Ki-moon tidak menunjukkan kinerja yang memuaskan dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapi dunia.

Pertama, tantangan di tubuh PBB sendiri yang dililit sejumlah masalah, salah satunya yang utama masalah anggaran dan reformasi struktur dewan keamanan. Masalah anggaran menjadi problematika yang terus-menerus dihadapi PBB. Pasalnya, tidak dibayarnya kewajiban finansial sejumlah negara dimanfaatkan oleh segelintir negara lain seperti AS untuk mempengaruhi kebijakan PBB. Akibatnya, PBB tidak lagi berperan sebagai organisasi internasional yang menjalankan tugasnya demi kepentingan seluruh anggota, tapi justru menjadi alat politik negara tertentu demi kepentingannya sendiri.

Selain itu, masalah yang lebih besar adalah tidak sesuainya struktur utama PBB yaitu Dewan Keamanan dengan realitas dan dinamika baru di arena politik dan ekonomi global. Hingga akhir jabatannya, Ban Ki-moon tidak mengambil langkah signifikan untuk mewujudkan tuntutan para pemimpin negara dunia mengenai reformasi struktur dewan keamanan.

Kedua, kinerja Ban Ki-mon dalam mengatasi berbagai masalah internasional menunjukkan rapor yang tidak memuaskan. Rangkaian krisis seperti krisis Suriah, Ukraina, Sudan Selatan, dan perang Yaman menjadi deretan bukti yang memperlihatkan ketidakmampuan Ban Ki-mon meredam krisis tersebut. Ironisnya, Ban Ki-moon yang menjabat sebagai sekjen PBB justru mengambil peran sebagai pemantau, dan tidak mengambil peran signifikan untuk mengatasi krisis internasional.

Pada acara perkenalan sekjen baru PBB, Ban Ki-moon sendiri mengakui bahwa sebagian program organisasi internasional ini gagal. Bahkan menurutnya, tidak ada kegagalan yang lebih buruk dari berlanjutnya krisis Suriah. Pengakuan Ban Ki-moon tersebut menunjukkan PBB tidak berdaya mewujudkan tujuannya dalam piagam organisasi internasional itu.

Dalam perang Yaman, PBB bukan hanya gagal mencegah berlanjutnya serangan udara yang dilancarkan koalisi internasional pimpinan Arab Saudi di Yaman. Bahkan, Ban Ki-mon menganulir laporan sebelumnya yang menyebut Arab Saudi sebagai rezim pembunuh anak-anak Yaman. Sebab Riyadh mengancam akan memutus bantuan finansialnya terhadap PBB.

Kini, dengan dukungan PBB  tersebut, Saudi semakin aroganmelanjutkan agresi militer udara di Yaman yang menyebabkan ribuan orang tewas dan cidera, termasuk anak-anak dan perempuan. Tidak hanya itu infrastruktur publik seperti sekolah dan rumah sakit, layanan air minum dan listrik serta kantor pemerintah juga porak-poranda. Tapi kemudian, dengan begitu mudah, rezim Al Saud berkelit dan berlindung di balik jubah PBB.

Sekitar Agustus lalu, Ban Ki-moon dalam laporan yang disampaikan ke Dewan Keamanan PBB  menjelaskan kejahatan HAM di Yaman. Tapi ia menghapus nama Saudi dari daftar hitam pelanggar hak anak di Yaman, dan cukup hanya menyampaikan kekhawatiran terhadap masalah tersebut. Fenomena ini menunjukkan bias politik yang sangat kental di PBB sebagai penyebab organisasi internasional ini tidak bisa berperan signifikan dalam membela hak bangsa-bangsa tertindas di dunia, seperti Yaman.

  

 

 

Tags