Tuduhan Thaksin Terhadap Junta Militer Thailand
Thaksin Shinawatra, mantan perdana menteri Thailand, di Forum Kebijaksanaan Dunia di New York, menyebut junta militer Thailand sedang berupaya melanggengkan kekuasaannya. Shinawatra di hadapan para wartawan di forum tersebut mengatakan, meski telah menjanjikan pelaksanaan pemilu parlemen 2017, akan tetapi junta militer sedang berusaha agar tetap berkuasa.
Pada bagian lain pernyataannya, Shinawatra menegaskan bahwa junta militer sedang berusaha mengulur waktu untuk mempersempit ruang gerak partai dan kelompok-kelompok politik yang akan berpartisipasi dalam pemilu. Dia menyatakan apriori soal bangkitnya kekuatan partai-partai politik yang menang dalam pemilu jika junta militer tetap berada di medan persaingan.
Thaksin Shinawatra, digulingkan dari jabatannya sebagai Perdana Menteri pada tanggal 19 September 2006, oleh militer.
Tuduhan terhadap Shinawatra adalah investasi senilai delapan juta USD di perusahaan TeleCom Singapura yang menurut juta militer, bertentangan dengan UUSD dan dalam rangka korupsi serta penghambur-hamburan uang negara.
Terlepas dari benar dan tidaknya tuduhan tersebut, Thaksin hingga kini dicintai masyarakat kalangan bawah khususnya para petani yang memiliki lahan kecil atau bahkan yang tidak memiliki lahan pertanian. Dukungan kelompok Baju Merah terhadap Thaksin membuktikan hal ini.
Setelah kudeta 19 September 2006, juta militer Thailand menginstruksikan pelaksanaan pemilu nasional dan lagi-lagi Yingluck Shinawatra, saudara perempuan, Thaksin, memenangi pemilu parlemen.
Pemerintahan Yingluck pun terguling melalui kudeta militer pada 24 Mei 2014 dan kali ini pihak militer menjustifikasi kudeta itu dengan menyatakan bahwa Yingluck sedang menyusun draf grasi untuk saudaranya, Thaksin, kepada parlemen.
Meski draf tersebut tidak disetujui parlemen, akan tetapi cukup menjadi alasan bagi pihak militer untuk mengkudeta pemerintahan Yingluck Shinawatra. Dengan terjadinya kudeta ke-19 tersebut, perhatian opini publik Thailand dan juga kawasan tertuju kepada militer negara itu. Sementara di sisi lain, telah jelas pula bahwa dua kudeta yang terjadi dilakukan dengan dukungan penuh Raja Thailand.
Program keluarga Shinawatra selalu menekankan pada kerakyatan dan kini merebak opini bahwa pada hakikatnya politik dan kebijakan pemerintahan Thaksin dan Yingluck Shinawatra cukup merugikan sistem monarki.
Menurut pandangan netral, dapat dikatakan bahwa militer Thailand merupakan kekuatan utama rezim monarki negara itu. Berlanjutnya transformasi ini tidak diragukan lagi akan memberikan kesempatan bagi militer dan kelompok baju kuning untuk melakukan perubahan sesuai dengan kondisi dan kepentingannya. (IRIB Indonesia/MZ)