Abe Minta Bantuan Rusia dan Cina
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe meminta presiden Rusia dan Cina menekan Pyongyang agar menghentikan uji coba rudalnya.
Abe saat mereaksi uji coba rudal Korea Utara meminta Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Cina Xi Jinping menekan Pyongyang agar bersedia menghentikan uji coba rudalnya demi membantu penyelesaian krisis Semenanjung Korea.
Abe menambahkan, Korea Utara dengan menguji coba rudal ke arah laut Jepang telah melanggar ketentuan internasional.
Sumber militer Korea Selatan menyatakan, Korea Utara Selasa (4/7) pagi menembakkan rudal balistik dari daerah Bang hyon di Provinsi Pyongan utara ke arah laut Jepang.
Ini bukan pertama kalinya Jepang meminta Cina dan Rusia menekan Korea Utara menghentikan uji coba ruda dan nuklirnya. Argumentasi Jepang dan negara lain adalah Cina dan Rusia mampu mendorong Korea Utara menghentikan uji coba rudal dan nuklirnya, karena Pyongyang memiliki kedekatan ideologi dengan Beijing dan Moskow serta keduanya juga memiliki pengaruh besar di Korea Utara.
Di kondisi seperti ini, permintaan perdana menteri Jepang kepada Cina dan Rusia digulirkan ketika beberapa bulan lalu sejumlah langkah Beijing terkait krisis di Semenanjung Korea dikritik serius oleh pejabat Korea Utara. Larangan impor batu bara dari Korea Utara ke Cina yang diterapkan oleh pemerintah Beijing membuat Pyongyang tidak puas. Korea Utara yang lemah dari sisi ekonomi menghadapi kendala serius dengan keputusan pemerintah Cina menghentikan impor batu bara dari Pyongyang.
Sebelumnya Cina dalam koridor sanksi Dewan Keamanan PBB menerapkan pembatasan ekspor ke Pyongyang. Departemen Perdagangan Cina melarang pengiriman segala bentuk teknologi kepada Korea Utara yang digunakan untuk mengembangkan senjata pemusnah massal.
Peralatan pembuatan kamera video dengan kecepatan tinggi, sensor, lensa, peralatan komunikasi, bahan pembuatan kapal selam, produksi senjata kimia termasuk produk yang dilarang untuk diekspor ke Korea Utara oleh Cina.
Akibat pelarangan ekspor dan impor anti Korea Utara oleh Cina yang mendorong Pyongyang seraya mengisyaratkan langkah Beijing memperingatkan bahwa Cina tidak harus menguji kesabaran Korea Utara.
Oleh karena itu, di kondisi seperti ini Korea Utara geram atas langkah Cina terhadap Pyongyang di koridor krisis Semenanjung Korea. Harapan Jepang, Amerika Serikat, Korea Selatan dan sjumlah negara lain kepada Cina untuk menekan Pyongyang muncul dari tidak adanya pemahaman yang benar atas tensi dan dampaknya bagi hubungan Cina-Korea Utara.
Meski Rusia di koridor kebijakan mencegah eskalasi krisis, menuntut dihentikannya uji coba rudal dan nuklir Korea Utara, namun ada interpretasi bahwa peran Moskow dalam mempengaruhi transformasi Semenanjung Korea tidak seperti Cina. Namun mengingat tensi di hubungan Beijing-Pyongyang, mungkin kali ini inisiatif untuk menghidupkan kembali perundingan segienam yang dihentikan tahun 2008 berada di tangan Rusia.
Vasiliy Kashin, pengamat senior di Institut Ilmu Pengetahuan Rusia untuk Timur Jauh mengatakan, Cina lebih banyak memanfaatkan represi ekonominya kepada Korea Utara, namun hubungan perdagangan antara Rusia dan Korut lebih sedikit ketimbang Beijing. Tapi di sisi lain, petinggi Moskow memiliki pengaruh politik terhadap Pyongyang lebih besar ketimbang Cina. Masalahnya adalah Pemimpin Korut, Kim Jong-un tidak percaya sama sekali kepada Cina dan meyakini bahwa Beijing ingin menguasai Korea Utara serta merusak indepensi negara ini. Di sisi lain, pemimpin Korut lebih percaya kepada Rusia. (MF)