Serangan Intensif Barat terhadap Rusia
Sekjen Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Jens Stoltenberg, memperingatkan interferensi Rusia dalam pemilihan umum di beberapa negara asing termasuk dalam krisis Catalonia di Spanyol.
Setelah bertemu dengan Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy di Madrid, Stoltenberg menyoroti krisis Catalonia dan mengatakan bahwa NATO secara serius akan menyikapi langkah Rusia untuk mencampuri urusan negara lain termasuk di Spanyol.
Tuduhan Sekjen NATO – sebagai aliansi terpenting militer Barat yang sedang terlibat konfrontasi militer dengan Rusia di Eropa Timur – mencerminkan upaya terkoordinasi negara-negara Barat untuk mengintensifkan tekanan politik terhadap Rusia menjelang pemilu presiden di negara itu pada Maret 2018.
Amerika Serikat – sebagai kekuatan utama NATO – juga menuduh Rusia melakukan campur tangan langsung dalam pilpres mereka dengan melemahkan salah satu kandidat, Hillary Clinton, dan secara tidak langsung memperkuat kandidat lainnya, Donald Trump lewat serangan cyber dan membocorkan informasi rahasia Hillary dan Partai Demokrat di dunia maya.
Salah satu alasan utama Washington memperketat sanksi terhadap Moskow adalah kasus interferensi dalam pilpres Amerika, dan undang-undang sanksi CAATSA juga disetujui untuk melawan Rusia.
Seorang pengamat politik Rusia, Paul Sharikov percaya bahwa alasan memburuknya hubungan bilateral antara Washington dan Moskow adalah karena isu Rusia telah menjadi subyek pertarungan politik di Negeri Paman Sam.
Rusia juga dituduh mencampuri urusan pemilu presiden Perancis, dan dianggap mendukung lawan Emmanuel Macron yaitu; politisi sayap kanan Marine Le Pen, namun tudingan ini tidak terbukti.
Pada November 2017, pemerintah Spanyol menuding Rusia menggunakan media sosial untuk memromosikan referendum kemerdekaan Catalonia. Seorang pemikir Spanyol juga menulis dalam sebuah laporan bahwa Moskow berusaha memperburuk gejolak terjadi di Catalonia.
Pemerintah Rusia membantah adanya campur tangan dalam urusan internal Spanyol. Namun sekarang tudingan miring itu justru datang dari Sekjen NATO.
Sejalan dengan proyek Russophobia, negara-negara Barat terutama Amerika dan beberapa negara Uni Eropa telah melancarkan perang propaganda dan media untuk melawan pemerintah Moskow dan Presiden Vladimir Putin, dalam beberapa putaran pemilu di Rusia.
Menurut Rajab Safarov, pengamat politik Rusia, persoalan utama AS bukanlah Rusia, melainkan Putin, karena mereka percaya bahwa jika Putin tidak ada, kedua negara dengan mudah bisa bekerjasama. Jadi, Washington meluncurkan berbagai program media dan lainnya untuk menyerang pribadi Putin.
Saat ini, menjelang penyelenggaraan pemilu presiden Rusia pada Maret 2018, Barat dan Amerika mulai meningkatkan aksinya untuk menciptakan ketidakstabilan, memprovokasi massa, dan pada akhirnya mendorong lahirnya revolusi warna di Rusia. (RM)