Dukungan Jepang atas Berlanjutnya Represi Anti Korut
(last modified Tue, 13 Mar 2018 12:45:32 GMT )
Mar 13, 2018 19:45 Asia/Jakarta
  • Menlu Jepang Taro Kono
    Menlu Jepang Taro Kono

Di tengah upaya Korea Selatan untuk menyelesaikan krisis Semenanjung Korea, Menteri Luar Negeri Jepang Taro Kono mengklaim, Tokyo meraih kesepakatan dengan Seoul terkait peningkatan represi anti Pyongyang selama aktivitas nuklir Korea Utara berlanjut.

Taro Kono usai bertemu dengan kepala dinas intelijen Korea Selatan, Suh Hoon di Tokyo mengatakan, "Jika diperlukan, Jepang juga berminat menjamin dana investigasi Badan Energi Atom Internasional (IAEA) terhadap instalasi nuklir Korea Utara senilai tiga miliar euro."

Bendera Jepang

 

Ia menekankan, Jepang memiliki kerja sama dekat dengan Amerika Serikat dan Korea Selatan terkait isu Korea Utara di berbagai bidang termasuk penyelesaian warga Jepang yang disandera Korut. Ketika Jepang melanjutkan represi politik dan ekonomi terhadap Korea Utara, negara ini juga menekankan bahwa transformasi Semenanjung Korea tengah berubah dan dapat menimbulkan dampak negatif bagi kebijakan militeralisme Perdana Menteri Shinzo Abe.

 

Hal ini karena Abe dengan memanfaatkan krisis nuklir dan rudal Korea Utara serta membesar-besarkan isu ini, telah mengambil langkah penting untuk mengubah butir sembilan undang-undang dasar Jepang dengan ambisi negaranya memiliki militer yang kuat. Namun sampai saat ini 51 persen warga Jepang menentang angan-angan Abe tersebut.

 

Politikus muda Jepang termasuk Shinzo Abe meyakini bahwa negara ini selain memiliki kekuatan ekonomi juga harus memiliki militer yang kuat sehingga mampu memberi pengaruh pada transformasi regional dan global. Di sisi lain, Amerika ingin membuat Tokyo terlibat konfrontasi nyata dengan Beijing melalui dukungannya terhadap militeralisme Jepang.

 

Namun mengingat perangai negara penakluk yang dimiliki elit politik Jepang, lebih dari separuh rakyat Jepang yang mencicipi perang besar dan merusak, tidak mendukung amandeman konstitusi dan pendekatan militeralisme negara ini.

 

Corey Wallace, pengamat isu keamanan Jepang di Universitas Freie Jerman mengatakan, "Ini cenderung sebuah perubahan formasi di militer Jepang. Amandemen terhadap pasal 9 konstitusi negara dapat secara simbolis merefleksikan negara yang ingin menyesuaikan diri dengan perubahan keamanan yang melewatinya, namun juga memiliki konsekuensi."

 

Kekhawatiran lain pemerintah Jepang atas penyelesaian politik krisis Semenanjung Korea adalah sikap Pyongyang yang memanfaatkan peluang ini dengan memberikan usulan terkait transformasi regional yang sampai saat ini berhasil menciptakan friksi antara Jepang dan Korea Selatan.

 

Pendekatan Seoul untuk mencapai kesepahaman dengan Pyongyang dapat memicu semakin kuatnya atmosfer persatuan dua Korea. Hal ini tentu saja bukan yang diinginkan oleh pemerintah Tokyo. Sementara itu, menurut pandangan negara-negara kawasan, Jepang dengan melakukan kontrak militer dengan Amerika telah mengubah dirinya menjadi pemicu instabilitas di kawasan.

Krisis Semenanjung Korea

 

Seorang pengamat politik mengatakan, berbagai negara termasuk Jepang selain harus memperhatikan kepentingan keamanannya, juga harus menghormati kekhawatiran keamanan negara lain. Adapun pengembangan kerja sama militer bilateral antara Jepang dan Amerika tidak boleh merugikan kepentingan pihak ketiga dan perdamaian serta stabilitas regional."

 

Bagaimana pun juga Korea Selatan menyadari bahwa berlanjutnya krisis Semenanjung Korea hanya upaya sia-sia yang menciptakan dampak negatif bagi kondisi ekonomi Seoul dan seluruh kawasan.

 

Oleh karena itu, Korea Selatan dengan mengirim delegasi ke negara-negara berpengaruh di krisis Semenanjung Korea, berencana menciptakan konsensus regional guna menyelesaikan krisis secara damai dan berharap Jepang dengan memperhatikan kepentingan jangka panjangnya dan kawasan bersedia membantu kesuksesan proses ini. (MF)

 

 

 

 

Tags