Statemen Akhir KTT G20 ke 13 dan Penekanan Multilateralisme
Dari hari ke hari Amerika Serikat semakin terkucil. Kali ini di KTT ke 13 kelompok G20 AS kembali terkucil total dan para peserta di statemen akhir mereka menekankan reformasi struktur Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), komitmen penuh terhadap Perjanjian Iklim Paris dan dilanjutkannya kebijakan multilateralisme.
KTT G20 digelar di Buenos Aires, Argentina ketika atmosfer sangat tidak nyaman dan banyak friksi terjadi antara para peserta khususnya Amerika serta peserta lain terkait berbagai isu.
Di sisi lain, banyak pengamat sejak pekan lalu mulai memiliki banyak keraguan atas pengaruh pertemuan ini mengingat sikap dan kebijakan unilateralisme Presiden AS Donald Trump. Hal ini karena tujuan utama G20 adalah meningkatkan kerja sama ekonomi dan upaya memperkokoh kebijakan multilateralisme khususnya di tingkat ekonomi global.
Sementara Donald Trump sejak berkuasa di Gedung Putih senantiasa berbicara mengenai kebijakan unilateralisme dan proteksionisme demi menjamin kepentingan Amerika Serikat.
Sikap Trump termasuk pengobaran perang dagang dengan Cina serta berlanjutnya perang ini serta keluarnya Washington dari Kesepakatan Iklim Paris dan pernyataannya yang meremehkan perjanjian ini termasuk hal-hal yang mengancam multilateralisme di dunia kontemporer. Keberlanjutan kebijakan ini serta sikap Trump kini berubah menjadi kekhawatiran global dan kekuatan dunia lainnya seperti Rusia dan Cina.
Presiden Rusia Vladimir Putin terkait hal ini mengatakan, apa yang kita saksikan saat ini adalah dialog terhormat yang bertumpu pada kesetaraan antar negara mulai tergeser oleh persaingan tak bermoral.
Sikap Amerika yang terus melanjutkan kebijakan unilateralisme terjadi di saat kini dunia dan bahkan sekutu Barat Washington menolak pendekatan seperti ini. Friksi tersebut kini mulai merembet banyak isu termasuk perdagangan global dan isu seperti perubahan iklim.
Negara-negara Eropa seraya mendukung reformasi struktur WTO terkait komitmennya memperkokoh lebih besar jaringan keamanan finansial global dengan poros sebuah dana moneter internasional yang kuat, saham dan sumber yang cukup.
Cecilia Malmström, Komisaris Dagang Uni Eropa terkait hal ini mengatakan, "Aksi unilateralisme dalam melanggar hukum WTO tak ubahnya lereng yang licin jika salah langkah maka akan berujung pada hancurnya seluruh sistem yang berasaskan hukum."
Di kondisi seperti ini meski Trump menganggap pendekatan proteksionisme demi keunggulan Amerika dan kepentingan negara ini, namun ketika sekutu Washington menolak mengikutinya, maka hal ini mengindikasikan bahwa berlanjutkan kebijakan tersebut bukan saja memicu eskalasi friksi Gedung Putih dan sekutunya termasuk negara Eropa, tapi juga membuat AS semakin terkucil.
Bahkan petinggi Uni Eropa dalam hal ini menyatakan, AS merupakan satu-satunya negara yang sendiri dalam setiap perundingan berbagai isu. Dalam hal ini, kesepakatan reformasi WTO cenderung menunjukkan penekanan anggota G20 terhadap multilateralisme dan globalisasi perdagangan ketimbang mensukseskan tujuan AS untuk memiliki saham dan kekuatan lebih besar di organisasi dunia ini. (MF)