Amerika Tinjuan dari Dalam, 8 Desember 2018
Dinamika Amerika Serikat pekan ini diwarnai sejumlah isu penting yang terjadi di antaranya mengenai usulan Trump kepada Kongres AS tentang pembangunan dinding pembatas, Demokrat AS Dukung RUU Penghentian Penjualan Senjata ke Saudi, dan ultimatum 60 hari AS kepada Rusia mengenai komitmen terhadap kesepakatan nuklir menengah dan potensi perang dagang antara AS dan Cina yang semakin tajam.
Presiden AS, Donald Trump kembali menyampaikan usulan mengenai pembangunan dinding pembatas wilayah selatan negara ini dengan Meksiko. Ia mengklaim pemerintah AS bisa menghemat anggaran yang besar senilai miliaran dolar jika partai Republik dan Demokrat bersatu menyetujui pembangunan dinding pemisah dengan negara tetangga.
Trump di akun Twitternya bercuit, "Bagaimanapun membiarkan imigran ilegal masuk ke AS tidak akan dilegalkan. Jika diperlukan semua pintu gerbang akan ditutup,".
Pernyataan Trump ini memicu reaksi dari Ketua DPR AS, Nancy Pelosi yang mengkritik gagasan tembok perbatasan, dan menyebutnya "tidak bermoral."
"Kebanyakan dari kita, termasuk saya sendiri, memandang pembangunan dinding pemisah tidak bermoral, tidak efektif, mahal, tapi presiden mengatakan dia telah berjanji untuk membangunnya. Dia juga berjanji bahwa Meksiko akan membayarnya. Bahkan jika mereka melakukannya, itu tetap tidak bermoral," ujar Pelosi.
Jurnalis AS, Colbert King menilai pembangunan dinding pemisah ini sebagai bentuk kebencian Trump terhadap ras kulit berwarna. Menurutnya, keputusan tersebut akan menyulut berlanjutnya penyeberan kebencian di tengah masyarakat AS.
AS Ultimatum Rusia Soal Perjanjian Rudal Menengah
Pemerintahan AS mengumumkan bahwa pihaknya memberi Rusia tenggat waktu 60 hari untuk mematuhi perjanjian rudal menengah (INF) yang telah berusia puluhan tahun, atau Amerika Serikat (AS) akan menarik diri dari perjanjian ituyang berpotensi akan memulai perlombaan senjata.
Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, mengumumkan pada pertemuan NATO Selasa (4/12) bahwa Rusia telah melanggar perjanjian Intermediate-Range Nuclear Forces (INF), sebuah perjanjian kontrol senjata yang ditandatangani oleh Presiden Ronald Reagan dan pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev pada bulan Desember 1987. Perjanjian tersebut melarang AS dan Rusia membangun rudal jelajah darat yang bisa terbang antara 310 dan 3.400 mil.
Kedua negara tersebut menandatangani perjanjian itu untuk meningkatkan hubungan menjelang berakhirnya Perang Dingin. Namun, kedua pihak masih bisa—dan sudah—membangun rudal jelajah yang dapat ditembakkan dari udara atau laut.
Pompeo mengklaim bahwa Rusia telah jelas melanggar perjanjian itu dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2014, pemerintahan Obama menyalahkan Kremlin karena menguji rudal jelajah dan itu merupakan pelanggaran langsung terhadap perjanjian tersebut.
Menyikapi ancaman Washington ini, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, Rabu (4/12) mengatakan, kedutaan besar Amerika di Moskow sudah memberikan informasi tentang penangguhan implementasi Traktat Angkatan Nuklir Jangka Menengah, INF kepada kemenlu Rusia.
Menurut Zakharova, Washington selain menunda implementasi INF juga mengancam akan keluar dari traktat ini jika Rusia tidak melaksanakannya dalam waktu 60 hari.
Ia menambahkan, Amerika menuduh Rusia telah melanggar traktat ini, namun tidak menunjukkan satu buktipun untuk mendukung tuduhannya itu.
Zakharova menegaskan, selain berkomitmen pada INF, Moskow juga menjalankannya secara penuh traktat tersebut dan Amerika memahami dengan baik masalah ini.
Diberi ultimatum oleh Amerika dengan batas waktu 60 hari, Rusia mengaku siap merundingkan INF dan menjaganya, namun jika Amerika keluar dari traktat tersebut, maka Rusia akan melakukan hal yang sama.
Demokrat AS Dukung RUU Penghentian Penjualan Senjata ke Saudi
Pemimpin Demokrat di DPR AS, Nancy Pelosi menyatakan dukungannya dan kubu Demokrat terhadap RUU penghentian penjualan senjata ke Arab Saudi.
"DPR akan mendapat pengarahan dari para pejabat intelijen pekan depan tentang Jamal Khashoggi dan kita akan tahu lebih banyak setelah itu," ujarnya Kamis (6/12/2018).
Dia berharap Direktur CIA Gina Haspel akan mengambil bagian dalam pengarahan intelijen.
"Kubu Demokrat di Kongres mendukung proposal untuk menghentikan penjualan senjata ke Saudi dan tentang situasi kritis di Yaman," ujar Pelosi.
RUU ini diperkenalkan oleh Adam Smith, Jim McGovern dan Tom Lantos dari kubu Demokrat di DPR AS.
Pemerintah AS mendukung kejahatan yang dilakukan Arab Saudi, termasuk serangan ke Yaman dan kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi. Presiden Donald Trump menolak mengambil tindakan apapun terhadap Riyadh.
Sementara itu senator Amerika Serikat dari Partai Republik memperingatkan langkah dan perilaku tidak rasional Putra Mahkota Arab Saudi terhadap Amerika.
Stasiun televisi Al Jazeera (6/12/2018) melaporkan, senator Amerika, Marco Rubio menuturkan, Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman mengetahui pembunuhan wartawan pengkritik Riyadh, Jamal Khashoggi dan terlibat di dalamnya. Marco Rubio menambahkan, upaya Gedung Putih untuk mempertahanan koalisi dengan Saudi adalah langkah yang sia-sia.
Sekelompok senator AS menyampaikan sebuah resolusi yang menegaskan bahwa Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) terlibat dalam pembunuhan kolumnis The Washington Post, Jamal Khashoggi.
Resolusi itu diperkenalkan oleh Senator Lindsey Graham, Dianne Feinstein, Marco Rubio, Ed Markey, Todd Young dan Christopher Coons pada hari Rabu (5/12/2018) atau satu hari setelah Senat mendengar briefing dari Direktur CIA Gina Haspel tentang kasus tersebut.
"Saya percaya bahwa sangat penting bagi kepentingan keamanan nasional AS untuk membuat pernyataan definitif tentang pembunuhan brutal Khashoggi," kata Graham dalam sebuah pernyataan.
"Resolusi ini secara terbuka menyatakan bahwa putra mahkota Saudi bertanggung jawab atas pembunuhan itu," tegasnya.
Resolusi tersebut mendesak pemerintahan Trump dan komunitas internasional untuk menyatakan MBS bertanggung jawab atas kasus pembunuhan Khashoggi.
Sementara itu, Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat dari Republik, Senator Bob Corker mengatakan, komite ini akan melakukan pertemuan pada hari Kamis untuk menyetujui penyusunan sebuah draft sanksi Arab Saudi.
Para senator senior AS sedang berusaha untuk mengakhiri partisipasi Washington dalam perang Arab Saudi di Yaman. Seperti dilaporkan televisi CNN, para senator senior AS pada hari Rabu (5/12/2018) akan melakukan pertemuan untuk mencapai konsensus bipartisan terkait penghentian partisipasi AS dalam perang di Yaman.
Mereka juga berencana menunda penjualan senjata ke Arab Saudi dan menegur Putra Mahkota Mohammed bin Salman.
"Ada konsensus di antara banyak kita bahwa kita ingin menghentikan penjualan senjata dan dukungan untuk perang, bagaimana cara terbaik melakukannya?" kata Senator Republik, Lindsey Graham.
Sementara itu, Senator Demokrat, Chris Murphy mengatakan Menteri Pertahanan James Mattis dan Menteri Luar Negeri Mike Pompoe, telah menyesatkan Senat dalam laporan mereka mengenai pembunuhan Jamal Khashoggi.
"Mereka dalam laporannya menolak berbicara tentang keterkaitan Mohammed bin Salman dengan kasus pembunuhan ini," ujarnya.
Senat AS dalam sebuah voting pada 29 November lalu, telah membuka jalan untuk membahas penghentian dukungan Washington terhadap serangan Saudi di Yaman.
Senator Mike Lee mengatakan, AS tidak boleh terlibat dalam perang berdarah di Yaman, pembunuhan di Yaman terus berlanjut karena dukungan AS. Ditegaskannya, situasi Yaman benar-benar kritis, perang telah menyebabkan puluhan ribu orang tewas dan dukungan AS kepada Saudi telah memperburuk situasi di Yaman.
WTO Peringatan Dampak Berbahaya Perang Dagang AS
Direktur Organisasi Perdagangan Dunia, WTO memperingatkan bahaya perang dagang di dunia yang dilancarkan oleh Presiden Amerika Serikat.
Kantor berita Perancis melaporkan, Direktur WTO, Roberto Azevêdo, Rabu (5/12/2018) mengatakan, dalam perang dagang yang dilancarkan Presiden Amerika, Donald Trump tidak akan ada pemenang.
Direktur WTO menambahkan, klaim Trump bahwa perdagangan global merupakan alasan paling utama hilangnya lapangan pekerjaan di dunia, bukan realitas. Ia menegaskan, pemulihan sistem perdagangan global mungkin dilakukan dan semua dapat memanfaatkan hasil perdagangan dunia.
Masalah ini diperkeruh dengan penangkapan salah satu petinggi Huawei yang menjabat sebagai Chief Financial Officer (CFO), Wanzhou Meng, pada Sabtu, (1/12/2018) minggu lalu. Wanzhou diamankan petugas kepolisian Kanada saat transit di bandara Vancouver, Kanada. Wangzhou ditangkap dengan tuduhan telah melanggar penerapan sanksi ekonomi AS terhadap Iran. Wanita yang juga merupakan anak dari pendiri Huawei, Ren Zhengfei itu akan menghadapi sidang perdananya pada Jumat (6/12/2018). Penangkapan ini terjadi atas permintaan dari Amerika Serikat.
Pemerintah AS memang berulang kali menuduh Huawei sebagai ancaman keamanan nasional, karena teknologinya dapat digunakan untuk mata-mata.
Pada Februari 2018 lalu, FBI dan CIA pun mengimbau warga Amerika Serikat untuk tidak menggunakan peralatan yang dibuat oleh Huawei dan ZTE.