Ketika Guterres Menyebut Sanksi AS terhadap Iran Melanggar Resolusi 2231
Donald Trump, Presiden Amerika Serikat sejak awal mengkritik keras kesepakatan nuklir Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA), dan berulang kali menyebutnya sebagai kesepakatan terburuk bagi Amerika Serikat, dan akhirnya secara sepihak melanggar komitmen Washington pada 8 Mei 2018 dengan mengeluarkan negaranya dari kesepakatan internasional ini dan mengumumkan penentangannya secara jelas terhadap resolusi 2231 Dewan Keamanan PBB dengan mengembalikan sanksi nuklir terhadap Iran.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, pada hari Rabu, 11 Desember, dalam laporan berkala kepada Dewan Keamanan tentang implementasi Resolusi 2231, menyatakan bahwa Amerika Serikat telah melanggar resolusi tersebut dengan memberi sanksi kepada Iran.
Guterres menyesalkan penarikan AS dari kesepakatan nuklir JCPOA, yang menyatakan bahwa menurut Resolusi Dewan Keamanan 2231, semua negara harus dapat berdagang dengan Iran secara bebas. Sekjen PBB dalam laporannya juga menyambut baik komitmen Iran sesuai dengan beragam laporan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) akan sikap Iran yang mengamalkan seluruh komitmen JCPOA-nya

"Iran sejauh ini telah memenuhi kewajibannya di bawah banyak laporan IAEA," tegas Guterres.
Penekanan Sekjen PBB tentang sanksi pemerintah Trump terhadap Iran adalah ilegal menunjukkan bahwa Amerika Serikat dengan tekanan dari segala bidang terhadap lembaga internasional ini dan negara-negara lain, bukan saja tidak mampu mengajak negara-negara lain dalam menerapkan tekanan terhadap Iran, tapi justru menyebut langkah Washington ini pada dasarnya ilegal.
Meskipun telah melakukan banyak konsultasi dengan para pejabat negara-negara anggota kelompok 4 + 1 dan bahkan sekutu Eropa-nya, pemerintah Trump tetap gagal membujuk mereka untuk searah dengan Washington melawan JCPOA dan Iran. Ini menunjukkan bahwa kekuatan internasional, tidak seperti Amerika Serikat, percaya bahwa perjanjian itu bermanfaat dan efektif, sementara Tehran sepenuhnya terikat oleh kewajiban nuklir JCPOA-nya, menurut laporan IAEA.
Meskipun ada banyak pernyataan penolakan, pemerintah Trump terus bersikeras untuk melanjutkan kebijakan tekanan maksimum pada Iran dalam bentuk sanksi. Dalam langkah terbaru, Departemen Keuangan AS mengumumkan dalam sebuah pernyataan Rabu, 11 Desember, mengklaim bahwa mereka telah menjatuhkan sanksi terhadap jaringan yang terlibat dalam transfer senjata dari Iran ke Yaman, dan mengumumkan telah memasukkan satu orang, lima lembaga dan dua kapal yang terkait dengan Iran ke dalam daftar sanksi.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menegaskan pada hari Rabu, 11 Desember, bahwa Washington akan melanjutkan kebijakannya untuk memberikan tekanan maksimum pada Republik Islam Iran. Dalam konferensi pers di Departemen Luar Negeri AS, Pompeo menunjuk ke sanksi baru negara itu terhadap Iran seraya mengklaim bahwa Amerika Serikat telah meningkatkan sanksi dan tekanan pada Republik Islam untuk mencegah tindakan destruktif Iran di kawasan. Mark Esper, Menteri Pertahanan Amerika Serikat pada hari Rabu juga mengutip tujuan utama pemerintah AS menekan Iran untuk memaksa Tehran Tehran ke meja perundingan.
Washington mengatakan bahwa tujuan "kampanye tekanan maksimum" terhadap Iran adalah untuk mencapai kesepakatan baru dengan Tehran yang memuat semua masalah yang diinginkan oleh AS. Pemerintahan Trump telah berulang kali bersikeras bahwa mereka memberlakukan sanksi yang paling belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah untuk memaksa Iran tunduk pada tuntutan ilegal Washington terhadap Iran. Meskipun sanksi mereka tidak berhasil mengubah perilaku Tehran atau menanggapi tuntutan Washington, Amerika Serikat tetap menabuh genderang sanksi dan mengintensifkan tekanan pada Iran.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan, "Saya menyebut namanya terorisme ekonomi karena menargetkan orang-orang biasa," mengacu pada "perang ekonomi" presiden AS."
Terlepas dari tindakan bermusuhan Washington, Iran telah berulang kali bersikeras bahwa mereka tidak akan menyerah pada tekanan AS untuk tunduk pada tuntutan arogannya. Sementara itu, lembaga internasional, termasuk Bank Dunia dan IMF, telah mengatakan dalam laporan baru-baru ini bahwa dampak sanksi terhadap ekonomi Iran telah dihilangkan dan ekonomi Iran dapat kembali normal tahun depan.