Apakah Eropa Siap Hidup di Zona Abu-Abu?
https://parstoday.ir/id/news/world-i177636-apakah_eropa_siap_hidup_di_zona_abu_abu
Pars Today - Kanselir Jerman, yang menyatakan keprihatinannya atas meningkatnya jumlah insiden pesawat tanpa awak di langit Eropa, menggambarkan Benua Eropa berada dalam "zona abu-abu antara perang dan damai".
(last modified 2025-10-01T08:01:49+00:00 )
Okt 01, 2025 18:00 Asia/Jakarta
  • Kanselir Jerman Friedrich Merz
    Kanselir Jerman Friedrich Merz

Pars Today - Kanselir Jerman, yang menyatakan keprihatinannya atas meningkatnya jumlah insiden pesawat tanpa awak di langit Eropa, menggambarkan Benua Eropa berada dalam "zona abu-abu antara perang dan damai".

Menurut laporan Pars Today, Kanselir Jerman Friedrich Merz mengatakan, "Kita tidak sedang berperang, tetapi kita tidak lagi berdamai."

Sebuah kalimat yang mungkin terdengar mengejutkan, tetapi merupakan cerminan nyata dari kondisi Eropa saat ini. Sebuah kondisi di mana tatanan global yang berdasarkan aturan hukum telah memberi jalan kepada logika kekuasaan dan kekerasan.

Apa yang ingin dipaksakan Eropa kepada Iran melalui logika kekerasan, dengan melanggar aturan hukum dan mengaktifkan mekanisme pemicu serta mengembalikan sanksi PBB yang ditangguhkan, dengan cara lain telah menghadapkan Eropa pada kondisi runtuhnya tatanan liberal Barat dan terjerat dalam kubangan Ukraina.

Dari perspektif banyak lembaga pemikir, termasuk Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri (ECFR), pernyataan Merz merupakan pengakuan yang jelas atas kegagalan impian "Eropa yang damai" pasca Perang Dingin. Benua yang dulu menganggap dirinya sebagai model tatanan liberal kini tiba-tiba berada di tengah medan yang aturannya ditentukan oleh aktor eksternal.

Merz memperingatkan bahwa perkembangan ini mengkhawatirkan, merujuk pada penerbangan pesawat tanpa awak tak dikenal di atas Denmark dan negara bagian Schleswig-Holstein. Meskipun tidak bersenjata, pesawat tanpa awak ini dilengkapi dengan teknologi pengawasan dan memiliki lebar sayap hingga delapan meter.

Asumsi yang berlaku adalah bahwa pesawat-pesawat ini berasal dari Rusia. Kanselir Jerman mengakui bahwa menghadapi ancaman semacam itu tidaklah mudah, karena menembak jatuh pesawat tanpa awak tak bersenjata dapat menimbulkan konsekuensi politik dan militer yang tidak diinginkan. Inilah dilema perang hibrida. Musuh memberikan ketidakpastian dan tekanan psikologis terbesar kepada pihak lain dengan biaya paling rendah.

Di arena politik dan ekonomi, Eropa juga menghadapi dua krisis yang terjadi secara bersamaan.

Pertama, perang yang sedang berlangsung di Ukraina, yang tidak menunjukkan kekalahan militer Rusia dan bagaimana ekonomi Kiev yang terus menurun dalam jangka pendek.

Kedua, terdapat perdebatan mengenai apakah akan menggunakan aset Rusia yang dibekukan untuk membiayai Ukraina.

Kanselir Jerman Friedrich Merz telah mengusulkan pinjaman kepada Kiev sekitar 140 miliar euro melalui Euroclear. Rencana ini disambut baik di Brussels dan Washington, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran. Banyak pakar memperingatkan bahwa langkah tersebut dapat melemahkan posisi euro dalam sistem keuangan global dan menciptakan preseden berbahaya bagi penyitaan aset negara. Prancis dan beberapa mitra Eropa lainnya juga bersikap hati-hati.

Di sisi lain, perpecahan internal di negara-negara Eropa semakin membesar. Polandia dan negara-negara Baltik menginginkan respons yang lebih keras terhadap Rusia, sementara beberapa anggota Uni Eropa lainnya mengkhawatirkan konsekuensi ekonomi dan sosial dari kebijakan tersebut. Perpecahan ini merupakan kelemahan yang secara cerdik dieksploitasi Moskow untuk melemahkan kohesi Barat.

Jika digabungkan, faktor-faktor ini menggambarkan masa depan Eropa yang suram. Sebuah benua yang terjerumus dalam perang atrisi yang tak dapat diakhiri maupun dihindari. Dalam hal ini, kata-kata Merz bukan sekadar deskripsi, melainkan peringatan keras. Eropa harus bersiap menghadapi kenyataan di mana serangan pesawat nirawak, serangan siber, tekanan ekonomi, dan ancaman politik akan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

Prospek perang di Ukraina juga suram. Tidak ada tanda-tanda keruntuhan Rusia yang cepat, dan biaya dukungan untuk Ukraina terus meningkat bagi Eropa. Dalam situasi seperti ini, tantangan terpenting bagi para pemimpin Eropa adalah menjaga kohesi internal, mengelola krisis energi dan pangan, serta mencegah erosi kekuatan politik dan ekonomi benua tersebut.

Merz mengungkap krisis Eropa dengan kalimat sederhana, "Benua Eropa telah memasuki era baru. Era di mana perdamaian tidak lagi menjadi jaminan dan perang, meskipun tidak dideklarasikan secara resmi, masih berlangsung dalam berbagai bentuk".

Pertanyaan utamanya sekarang adalah bagaimana Eropa bermaksud untuk bertahan hidup di "zona abu-abu" ini, dengan meningkatkan kemampuan pertahanannya, mendefinisikan ulang aliansi transatlantik, atau menemukan cara untuk mengakhiri perang yang semakin membebani negara-negaranya setiap hari.(sl)