Apa Tujuan Trump Kunjungi Tenggara dan Timur Asia?
https://parstoday.ir/id/news/world-i179028-apa_tujuan_trump_kunjungi_tenggara_dan_timur_asia
Donald Trump, Presiden Amerika Serikat, tiba di Malaysia, Asia Tenggara, untuk kunjungan selama lima hari.
(last modified 2025-11-16T08:17:04+00:00 )
Okt 26, 2025 16:08 Asia/Jakarta
  • Apa Tujuan Trump Kunjungi Tenggara dan Timur Asia?

Donald Trump, Presiden Amerika Serikat, tiba di Malaysia, Asia Tenggara, untuk kunjungan selama lima hari.

Tehran, Pars Today-Trump pada hari Minggu tiba di Malaysia untuk memulai kunjungan pertamanya ke kawasan tengagra dan timur Asia setelah kembali berkuasa.

Kunjungan lima hari ini mencakup Malaysia, Jepang, dan Korea Selatan, dengan puncaknya adalah pertemuan yang sangat dinantikan dengan Presiden Cina Xi Jinping, di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia dalam beberapa tahun terakhir.

Kunjungan Presiden AS ke Asia Timur ini bukan sekadar perjalanan diplomatik tradisional, melainkan simbol dari rivalitas strategis dan ekonomi antara Amerika Serikat dan Cina.

Kunjungan ini bisa menjadi titik balik dalam pengelolaan atau justru eskalasi ketegangan perdagangan, dengan dampak besar terhadap pasar global dan politik kawasan. Bagi para investor, pertemuan-pertemuan yang dijadwalkan dalam perjalanan ini menjadi sinyal perubahan potensial dalam kebijakan tarif dan perdagangan internasional; sementara bagi para pemimpin kawasan, ini bisa menjadi peluang sekaligus ancaman bagi keamanan dan kerja sama ekonomi regional.

Salah satu tujuan utama Trump dalam kunjungan ke Asia Timur adalah mengelola dan meredakan ketegangan akibat perang tarif yang kembali mencuat pada masa jabatan keduanya, yang juga mempengaruhi perekonomian global.

Dalam kunjungan ini, Trump terlebih dahulu mengunjungi Malaysia untuk bertemu dengan Anwar Ibrahim, Perdana Menteri negara tersebut, dan menghadiri jamuan kerja para pemimpin ASEAN. Ia juga akan hadir dalam upacara penandatanganan perjanjian damai antara Kamboja dan Thailand—yang menurut Gedung Putih, keberhasilan perjanjian itu banyak dipengaruhi oleh peran Trump—sebagai upaya untuk menegaskan kembali kekuatan dan pengaruh Amerika di kawasan.

Di Jepang, Trump dijadwalkan bertemu dengan Sanae Takaichi, Perdana Menteri baru Jepang, serta Kaisar Naruhito. Langkah ini tidak hanya memperkuat aliansi strategis tradisional, tetapi juga menunjukkan ambisi Amerika untuk menyeimbangkan kekuatan di kawasan Asia–Pasifik. Selanjutnya di Korea Selatan, Trump akan berpidato dalam pertemuan APEC dengan para pemimpin bisnis. Di saat bersamaan, negosiasi lanjutan dengan Korea Selatan, Jepang, bahkan Tiongkok masih terus berlangsung.

Pertemuan dengan Xi Jinping menjadi fokus utama perjalanan ini dan berpotensi menentukan arah hubungan ekonomi kedua negara. Trump menegaskan bahwa Amerika siap mencapai kesepakatan hanya jika syarat-syaratnya menguntungkan Washington. Meskipun pendekatan ini bisa meningkatkan ketegangan dalam jangka pendek, hal ini juga membuka peluang bagi redefinisi aturan permainan ekonomi global dan negosiasi strategis yang lebih mendalam antara kedua kekuatan besar tersebut.

Dalam kondisi saat ini, hubungan Amerika–Tiongkok lebih kompleks daripada sebelumnya. Dengan pertumbuhan ekonominya yang pesat, Tiongkok kini menjadi pesaing utama AS, sementara Washington berupaya mempertahankan pengaruhnya di pasar Asia. Kebijakan pembatasan teknologi, larangan terhadap perusahaan-perusahaan Tiongkok di pasar AS, serta sanksi terhadap industri strategis Tiongkok membuat kunjungan diplomatik ini menjadi sangat sensitif, dengan dampak yang meluas hingga ke ranah politik regional dan global.

Kunjungan ini juga menjadi simbol kembalinya kebijakan luar negeri AS yang berfokus pada diplomasi langsung dan negosiasi keras dengan kekuatan ekonomi utama dunia. Pertemuan Trump dengan para pemimpin Jepang dan Korea Selatan menegaskan upayanya memperkuat aliansi kawasan untuk menahan laju pengaruh Tiongkok. Namun, setiap langkah keliru atau keputusan yang salah bisa memicu gelombang baru gangguan perdagangan global dan mengancam stabilitas regional.

Sun Chenghao, peneliti di Pusat Keamanan dan Strategi Internasional Universitas Tsinghua, mengatakan: “Pada masa jabatan pertama Trump, pertemuan tingkat tinggi dengan Tiongkok tidak mencegahnya mengambil kebijakan yang lebih keras di kemudian hari. Karena itu, jangan terlalu melebih-lebihkan nilai simbolik diplomasi semacam ini.”

Pada akhirnya, apakah hasil perjalanan ini akan berupa kesepakatan dagang atau justru memperpanjang rivalitas ekonomi, kunjungan tersebut akan menjadi faktor penting yang membentuk arah ekonomi global dan politik Asia dalam tahun-tahun mendatang. Kunjungan ini pada dasarnya merupakan simbol dari arena permainan baru di mana kekuatan, perdagangan, dan diplomasi saling bertautan dalam satu panggung global.(PH)